Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 4 Bab 112.1 -

Bab 112.1
Menjelang Hari Itu

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-bab-112.1-bahasa-indonesia-di-lintas-ninja-translation

(TL Note: Sebenarnya bab ini berlatar setelah Bab 111, tetapi berdasarkan penyusunan bab, bab ini ditempatkan setelah Bab 112.)

Pada saat liburan musim panas perlahan-lahan akan berakhir, aku memanjakan diriku dengan pekerjaan paruh waktuku seperti biasanya. Aku bekerja keras demi mencari uang tunai, loh? Jujur saja, aku merasa sangat payah karena bekerja demi motif yang tidak serius. Aku mau mengambil hikmah dari Ichinose-san, dan sedikit belajar soal menjadi orang yang rajin. Saat aku memikirkan soal semua usahaku yang berubah jadi uang tunai dalam bentuk upahku, secara alami aku jadi lebih termotivasi. Memikirkannya kayak gitu, keberadaan toko buku ini berbeda dengan visiku.

'Ah, aku bosan sekali', ujarku, yang disambut dengan tatapan Ichinose-san yang bilang sesuatu kayak 'Memangnya boleh sebosan itu!?'. Reaksi ketidakpastian itu sungguh imut. Tampaknya dia sudah terbiasa dengan pekerjaannya di tempat ini, karena dia tampak jauh lebih santai ketimbang sebelumnya.

Tepat saat aku sedang memikirkan hal itu, aku merasakan kehadiran seseorang di bagian depan toko... ...Tunggu, aku bisa melakukan itu? Apa aku mempelajari suatu keahlian khusus tanpa sadar? Kayaknya aku naik level dalam pelayanan pelanggan. Kalau aku itu bintang 1 biasa pada awalnya, aku pasti naik level jadi karakter bintang 2 ...Tunggu, cuma dua bintang? Aku ini karakter yang dibuang cuma demi materi...

Mengesampingkan lelucon yang berhubungan dengan otaku ini, karena toko buku ini ada di lokasi yang lebih sepi, aku bisa mendengar dengan jelas langkah kaki yang mendekat. Saat aku menoleh ke arah kaca, aku mendapati seorang mahasiswi yang tidak asing lagi mendekat. I-Ini merupakan karakter bintang 6 yang sangat langka....

"Halo!"

"Selamat datang, Sasaki-san."

Aku terkejut oleh momentumnya. Dilihat dari penampilan dan sikapnya yang biasa, dia benar-benar terasa seperti seorang mahasiswi. Namun, begitu kalian membuka kedoknya, kalian dipaksa untuk menyadari kalau Sasaki-san sebenarnya masih duduk di bangku SMP. Lebih buruk dari itu, dia punya paras wajah yang dapat menipu cowok-cowok, sambil mengenakan rok pendek yang sesuai dengan usianya. Karena tiba-tiba saja, aku melihat kaki telanjangnya. Aku tidak bisa menyembunyikan kebingunganku. Aku mungkin akan mati hari ini. Kakak mungkin mengutukku dalam tidurku.

"Halo, Ichinose-senpai!"

"Ha-Halo..."

Seperti yang diharapkan dari seseorang yang tampak seperti mahasiswi universitas khusus putri, dia punya tinggi badan yang menopangnya. Tergantung pada cosplay-nya, Ichinose-san bisa saja berpenampilan seperti seorang siswi SD, jadi dia jelas bingung melihat seorang siswi SMP dengan penampilan kayak gini. Secara pribadi, aku mau memandang Sasaki-san dengan sudut pandang Ichinose-san, tetapi aku akan membayar mahal untuk melihat cosplay siswi SD dari Ichinose-san juga.

"Apa kamu akan belajar di perpustakaan setelah ini?"

"Iya, aku cuma mau mengobrol dengan kalian berdua sebelum itu."

"Astaga, imut sekali."

"Eh...?"

"Mm... Uhuk."

Aku berdehem untuk menutupi gejolak yang memalukan ini. Sebenarnya dia itu apa, tipe adik cewek yang baru...? Apa maksudnya itu? Karena aku selalu memandangnya sebagai seorang mahasiswi sebelum dia mengungkapkan fakta penting itu, masih ada bagian dalam diriku yang tidak bisa menghilangkan angan-angan itu. Setidaknya aku mau dia jadi seorang siswi SMA yang sudah dewasa. Betapa putus asanya diriku akan rasa hormat, deh...

"Oh benar, kamu itu bersekolah di SMP Mishirohama, bukan? Karena kamu datang jauh-jauh ke sini, apa rumahmu dekat dari sini?"

"Hmm... ...sekitar di pertengahan? Hampir di sudut kawasan sekolah. Agak lebih dekat, dan aku tidak akan bisa sampai ke SMP Hama."

"Jadi kamu menyingkat SMP Mishirohama jadi SMP Hama..."

Tampak di sebelah kota di mana SMA Kōetsu berada, Kota Mishirohama punya hubungan ke pedalaman dan pantai. Kota ini cukup dekat dengan kota besar karena adanya kawasan bisnis, tetapi begitu kalian pindah ke Kota Mishirohama, kalian akan merasa seperti berada di perkampungan. Sekali lagi, bukan tempat pedesaan yang membutuhkan waktu dua jam untuk pergi ke toserba, tetapi kota ini dikenal dengan banyaknya lokasi wisata seperti taman pusat, alun-alun, lapangan golf, dan lain sebagainya. Kalau kalian mau bersenang-senang di pantai, lebih baik kunjungi saja Mishirohama.

"Aku dulu sering pergi ke sana saat aku masih kecil. Apa kamu juga pernah mengunjungi pantai-pantai di Mishirohama, Ichinose-san?"

"Ah... ...A-Aku tidak bisa berenang, jadi..."

Apa alasannya...? ...Aku tidak tahu mengapa, tetapi... ...jauh di lubuk hatiku, aku berharap Ichinose-san tidak bisa berenang. Aku mau membantunya berlatih, saat dia berpegangan tangan pada tanganku, dan mengepakkan kakinya ke atas dan ke bawah. Dan, aku yakin dia akan mengenakan pakaian renang seko—. Tidak, sudahlah. Kalau aku teruskan, aku tidak akan bisa menatap mata Ichinose-san lagi.

"Sampai saat ini, aku sering pergi ke sana untuk bermain, tetapi... ...Sekarang aku bisa naik kereta, membaca buku, dan bermain dengan teman-teman, aku jadi lebih sering mengunjungi tempat ini... ...Jadi, 'tamasya' khusus semuanya berakhir di sini."

"Ah, aku justru sebaliknya. Aku selalu tinggal di sini, jadi setiap tamasya khusus pada dasarnya berakhir di Mishirohama. Aku selalu iri karena kalian punya kebun binatang atau taman hiburan di dekat sini."

Saat itu, seluruh uang saku kalian hampir habis untuk naik kereta. Semua tempat yang akan kalian kunjungi harus ditempuh dengan sepeda. Saat kelas 6 SD, aku pergi ke Mishirohama bersama beberapa teman, dan pulang jam 9 malam, lalu diomeli. Aku masih mengingatnya dengan jelas, tampaknya mereka hampir saja memanggil polisi.

"Wah, aku ragu ada toko pakaian atau aksesori, apalagi salon kecantikan."

"...Itu tidak benar!"

"Wah!?"

Bukannya aku mengolok-olok tempat itu, tetapi kayaknya Sasaki-san menanggapi hal itu dengan cara yang salah. Aku tidak mau membuat seorang cewek yang tampak seperti mahasiswi marah, loh. Itu saja sudah sangat menyakitkan. Mengapa aku selalu saja membuat kacau...?

"Kota Mishirohama itu kota impian buat anak-anak, dan juga 'Kota Pekerja', loh! Di sini juga ada porselen tua dan toko-toko kerajinan lainnya!"

"Hah... ...Sekarang kamu membuatku tertarik. Apa lagi yang kalian punya?"

"Kami juga punya banyak angin sepoi-sepoi yang menerpa kami dari lautan, jadi pakaian kami disesuaikan dengan itu! Kami terkenal dengan kemeja aloha ala Jepang!"

"Kamu benar-benar tahu banyak, ya."

"Iya, aku mendapat banyak hal soal budaya yang ditanamkan ke dalam diriku sedari aku masih kecil..."

"Aku paham itu."

Ah, betapa nostalgianya. Aku masih ingat bagaimana kami punya mata pelajaran yang aneh, bukan Bahasa Jepang dan Matematika yang sebenarnya... ...Aku punya mata pelajaran 'Komprehensif', di mana kalian tidak benar-benar paham apa yang kalian lakukan.

"Aku juga membawa kerang laut ini ke sini."

"Ah, itu bergaya. Jadi kamu juga punya benda semacam ini."

"Ehehehe, aku terinspirasi dari teman-temanku."

Sasaki-san menunjukkan gelang yang melingkar di pergelangan tangannya padaku, yang terdiri dari kerang yang berkilauan. Sangat cocok dengan musim panas, dan mungkin akan tampak bagus untuk cowok juga. Namun, cuma terbatas pada cowok tampan saja.

"Aku membuat ini beberapa waktu yang lalu bersama Ayah."

"Hah... ...Eh, kamu membuat ini? Itu sangat menakjubkan."

Dan juga, mereka cukup dekat, ya. Tunggu, apa semua cewek SMP zaman sekarang sedekat ini dengan ayah mereka? Kakak mulai mencuci pakaian dalamnya secara terpisah saat SD, loh. Dia bahkan memberikan komentar pedas pada Ayah dari waktu ke waktu.

"Aku meminta salah satu toko kerajinan di dekat pantai untuk mengajariku. Karena harganya cukup murah, mereka dengan senang hati mengajari siswi SMP sepertiku."

"Hah... Sekarang aku jadi agak tertarik. Bisakah kamu memberi tahuku nama toko itu, akh akan memeriksanya."

"Ah, benar..."

Saat aku mengeluarkan ponselku untuk mencari tempat itu, Sasaki-san mendekat padaku, menatap ponselku. A-Ah... ...Aroma ini menggelitik hidungku. Dia benar-benar cukup dewasa untuk anak seusianya. Bahkan Natsukawa pun mengeluarkan aroma parfum yang harum seperti dia. Tetapi, dia tidak memakai mekap, bukan? Benar-benar kecantikan alami.

"Ah, tempat ini!?"

"Iya! Jadi mereka pun punya laman beranda, ya!"

Saat aku merasa bersemangat karena aroma yang murni dan polos ini, aku ketemu dengan laman beranda tempat yang dibicarakan oleh Sasaki-san itu. 'Kota di sebelah lautan kerajinan kerang Mishirohama!', katanya. Aku merasa kayaknya tempat ini sudah lama tidak diperbarui. Seperti yang diharapkan dari daerah pedesaan.

"Jadi inilah manajemen tunggal oleh seorang ibu rumah tangga, ya."

"Persis seperti yang kamu sukai, Sajou-san."

"Eh...!"

Dengan terkejut, aku menoleh ke arah Sasaki-san.

Eh, apa dia pikir aku menyukai wanita yang sudah menikah atau semacamnya? Aku benar-benar tidak begitu, kok. Aku cuma menyukai cewek lajang! Kalau aku memang begitu, itu berarti orang tuaku pasti gagal mendidikku.

"Sajou-san, kamu suka toko dengan manajemen tunggal, bukan?"

"A-Ah... ...Itu maksudmu."

Itu mengejutkanku. Aku benar-benar penasaran apa maksud dari perkataannya... ...Kalau dipikir-pikir lagi, mana mungkin Sasaki-san akan bilang sesuatu semacam itu. Dia bahkan bukan seorang mahasiswi. Apalagi, itu mungkin cuma prasangka saja.

Alasanku menyukai toko dengan manajemen tunggal yaitu karena bekerja di sana cukup mudah, dan aku tidak perlu terlibat terlalu banyak.

"Hmm... ...Akan aku putuskan. Aku akan memeriksa tempat itu."

"Eh, kamu mau ke sana?"

"Aksesori itu tampaknya indah, dan belum lagi..."

"Belum lagi...?"

"...Iya, aku bisa membuatnya sesuai dengan seleraku sendiri."

Aku sudah merasa agak aneh untuk sementara waktu ini, kayak ada kabut misterius yang menutupi hatiku. Namun, mendengar apa yang dikatakan oleh Sasaki-san, hal itu langsung hilang. Aku rasa aku akan memilih ini untuk tahun ini, iya, untuk kado ulang tahun Natsukawa.

Ulang tahunnya jatuh pada tanggal 31 Oktober, hari yang sama dengan Halloween. Kita bicara soal sekitar dua bulan ke depan, tetapi kalau kalian itu penggemar Natsukawa selevel denganku, aku mulai memikirkan kado ulang tahun berikutnya pada tanggal 1 November. Haha, sangat menjijikkan.

Kalau dipikir-pikir lagi, mengingat kadonya dari dua bulan sebelumnya saja juga sudah cukup menjijikkan, namun Natsukawa tahu betapa menjijikkannya aku, jadi tidak masalah. Ini bahkan bukan sepenuhnya kisah cinta, tetapi cuma tugasku. Membayangkan senyuman Natsukawa, aku merasakan ada api yang menyala-nyala di dalam diriku.

Beberapa hari berlalu setelah itu. Dua stasiun kereta lagi sampai kami akan mencapai kota Mishirohama. Jaraknya tampak dekat dari segi akses yang mudah, namun cukup merepotkan. Meskipun cuma berganti kereta sekali, hal itu benar-benar merogoh kocekku. Aku turun di stasiun yang dimaksud, dan menarik napas dalam-dalam.

"Ah, aromanya benar-benar berbeda. Ini kayak aroma lautan. Aku yakin datang ke sini setiap hari pasti menyegarkan."

"Apalagi saat hari berangin... ...Meskipun, itu sulit dengan rambut yang lebih panjang."

Sasaki-san memegangi topi musim panasnya, saat angin sepoi-sepoi melewati kami.

Kota di sebelah laut —Mishirohama. Iya, mereka bilang begitu, tetapi tamasya di pedalaman juga berkembang pesat, menawarkan kebun binatang, taman hiburan, dan lain sebagainya. Meskipun keamanan publik cukup ketat, suasana di sekitar sini jauh lebih alami dan segar. Aku merasa sehat kalau tinggal di sini.

"Apakah kamu benar-benar yakin untuk ikut denganku? Kamu pasti sibuk sebagai peserta ujian..."

"Aku sudah belajar selama 40 jam di pekan ini, aku bisa mengambil izin!"

"...Baiklah, kalau kamu bilang begitu."

Aku pikir sangat menakjubkan, kalau aku punya rutinitas belajar yang tepat. Saat aku masih dalam masa ujian, aku selalu merasa bersalah kalau keluar untuk nongkrong... ...Sambil mengagumi hal ini, aku teringat akan suatu hari. Yaitu, hari di mana aku memutuskan untuk melakukan tamasya ini. Aku sedang memeriksa ponsel pintarku untuk mengetahui rinciannya, dan saat aku mengangkat kepalaku, Sasaki-san menatapku dengan tatapan penuh harap.

"Eum... ...Sasaki-san?"

"..."

Dia mengepalkan kedua tangannya di depan dadanya, menatapku. Aku bisa melihat dengan jelas bagaimana dia biasanya meminta ayahnya untuk memberikan barang-barangnya. Itulah jenis senjata yang dia miliki, aku rasa.

"...Mau ikut?"

"Apa kamu yakin!?"

Dan dengan itu, diputuskan kalau kami akan datang ke sini bersama-sama. Karena itulah, aku tidak punya alasan untuk tidak mengajak Ichinose-san juga. Akan agak aneh kalau cuma aku dan Sasaki-san saja yang pergi ke sana, dan jujur saja, aku mau sekali dia bergabung dengan kami.

"Eh... ...Ah... ...Eum..."

Setelah Sasaki-san memohon pada Ichinose-san dengan permintaan "Mari kita pergi bersama!" yang mengharukan, Ichinose-san praktis langsung terpojokkan, dan cuma bisa mengeluarkan erangan yang tidak jelas. Kayaknya, baik Sasaki-san maupun aku, sama-sama tidak punya sesuatu untuk mengundangnya. Maksudku, dia sudah terbiasa denganku sampai tingkat tertentu, tetapi setelah apa yang aku lakukan padanya... ...Aku bisa bilang kalau kedekatannya denganku bisa jadi negatif.

Dibandingkan dengan itu, aku merasa Sasaki-san kurang punya ketahanan yang penting dan pemikiran yang waspada terhadap lawan jenis. Aku yakin dia tidak merasa ada yang aneh kalau kami berdua jalan-jalan bersama, dan mungkin menganggapnya seperti mengunjungi taman hiburan bersama teman-teman.

"Kalau begitu, haruskah kita pergi... ...Sasaki-san!?"

"Ah, baiklah..."

Setelah kami pergi menuju gerbang tiket, Sasaki-san berbaris di belakangku. Untuk sesaat, aku kira dia bersembunyi. Aku penasaran apa ada sesuatu yang tidak beres, aku memanggilnya. Saat aku melakukan itu, dia menunjukkan reaksi bingung.

"Sekolahku cukup dekat dari sini, jadi kalau ada seseorang yang melihat kita..."

"Eh?"

Apa itu... ...karena dia malu kalau kami tampak seperti pasangan? Apa dia khawatir, begitu semester kedua dimulai, teman-teman sekelasnya akan menggodanya dengan "Kami melihatmu berjalan-jalan dengan seorang cowok~", atau semacamnya!?

"Jadi... ...pakaianku."

"Eh, pakaianmu...?"

Aku menghadap Sasaki-san, dan memeriksa pakaiannya dengan seksama. Dia mengenakan pakaian yang sama dengan yang dia tunjukkan padaku pada hari pertama kali kami bertemu. Kayak sebelumnya, pakaian ini benar-benar tidak membuatnya tampak kayak seorang siswi SMP sama sekali. Belum lagi tubuhnya sendiri tidak membantu dalam hal itu. Menatapnya terlalu lama, bisa dianggap sebagai pelecehan seksual, jadi aku cepat-cepat mengalihkan pandangan. Waktu yang digunakan untuk memeriksa busana 0,5 detik.

"...Menurutku tidak ada masalah. Kamu tampak dewasa kayak biasanya."

"Be-Benarkah begitu!? Tunggu, itu bukan..."

Aku berencana untuk memujinya, tetapi aku rasa aku malah melenceng dengan itu. Bukan begitu, ya? Kalau begitu, mengapa dia bersembunyi? Eh... ...Apa itu karena aku? Apa karena pakaianku yang jadi masalah? Karena ini tidak terasa kayak kencan atau semacamnya. Aku cuma mengenakan pakaian yang biasa aku kenakan untuk pekerjaan paruh waktuku, namun... ...Mungkin itu kesalahannya? Mengapa aku tidak menaruh perhatian lebih pada koordinasiku saat aku jalan-jalan dengan cewek cantik kayak dia?

"Iya... ...Aku memilih pakaian ini dengan firasat kalau aku akan jalan-jalan dengan Sajou-san, dan tidak akan bertemu dengan seseorang dari sekolah pada waktu itu..."

"Eh, benarkah?"

Dia mungkin seorang siswi SMP, tetapi dari sikap dan pakaiannya sehari-hari, dia tampak kayak seorang mahasiswi. Dan, aku paham maksudnya, mengenakan pakaian dengan firasat tidak ada seorang pun yang kalian kenal yang akan bertemu kalian. Aku pernah mengalami saat-saat kayak gitu, dan aku yakin hal yang sama juga dialami oleh Natsukawa, Ashida, atau bahkan Ichinose-san juga. Namun tidak berlaku buat Kakak... ...Jadi, bukannya dia sudah berusaha keras?

"Pakaian apa yang biasanya kamu kenakan... ...Ah, seragam?"

"Tidak, aku mengenakan pakaianku sendiri saat bertemu dengan teman-teman, tetapi biasanya..."

"Hmm...?"

"Aku... ...eum... ...mengenakan apa yang aku kenakan sejak SD."

"Hm!?"

Eh, apa... ...Apa yang barusan dia bilang? Tunggu sebentar. Pikiranku tidak bisa menyambung dengan pemikiran ini. Sebuah insiden besar terjadi, cuma itu saja yang aku tahu. Inilah sebuah kecelakaan. Aku mesti memprioritaskan keselamatanku sendiri, jadi aku memeriksa tubuhku apa ada yang terluka. Semuanya, keselamatan itu penting. Aku ulangi, keselamatan itu—Eh?

"Kembali saat aku... ...masih SD?"

"...Iya."

Tanpa sadar, aku menatap tubuh Sasaki-san. Wajahnya saja sudah cukup untuk mencuri perhatianku, tetapi saat aku melihat ke bawah ke seluruh tubuhnya, aku bisa melihat garis-garis yang cocok untuk seorang siswi SMP. Meskipun begitu, bahkan di tengah-tengah garis tubuhnya yang ramping, aku pasti bisa melihat proporsi yang membuatnya tampak seperti wanita dewasa. Tentu saja, seluruh pandangan ini cuma terjadi selama 0,2 detik.

Iya... ...Aku sama sekali tidak bisa melihat itu mengenakan pakaian semacam ini... ...Mungkin akan dianggap sebagai tindakan tidak senonoh di depan umum... ...Apalagi, itu akan sulit buat siapa saja.

"Eh, kamu mengenakan itu saat nongkrong dengan teman-temanmu?!"

"Iya..."

"...Apa mereka tidak menyuruhmu... ...Untuk mengenakan sesuatu yang lain...?"

"Eh, kok kamu bisa tahu? Semua orang bilang begitu! Aku heran mengapa... ...Tidak ada yang tidak memberi tahuku. Akhir-akhir ini, bahkan Ibu akan memakaikan pakaiannya padaku."

"..."

Bilang padanya...! Ajari dia mengapa dia mesti mengenakan pakaian yang berbeda...! Jangan diam saja karena dia masih dalam masa pertumbuhan...! Tentu saja, aku juga tidak bisa jadi orang yang mengajarinya. Bagaimana mungkin anak seusianya bisa dengan seenaknya bilang 'Itu karena tubuhmu yang bahenol!'. Aku mungkin akan dipenjara dalam hitungan menit... ...Belum lagi dia akan membenciku.

"Pakaian ini tampak imut, maka dari itu..."

"Iya, begini... ...Kamu bisa menyimpannya sebagai pakaian untuk dikenakan di rumah... ...Tetapi, kamu akan jadi seorang siswi SMA, jadi beberapa pakaian mungkin tidak cocok lagi buatmu, loh."

"Benarkah begitu...?"

Sasaki-san tampak agak sedih, namun tetap mengikutiku.

Seperti bersembunyi di balik pohon, dia menaruh satu tangannya di punggungku, dan menatap ke depan. Apa yang akan terjadi kalau aku tiba-tiba berhenti? Aku yakin dadanya yang berkembang akan menghantamku. Karena satu tindakan, kehidupan kami berdua bisa terguncang dengan kuat. Aku merasa mau menertawakan betapa tidak relevannya kehidupanku selama sepuluh tahun terakhir ini, saat aku menatap lampu neon di depanku.

"Jadi kita mesti pindah dengan bus, ke sini. Kota ini cukup besar."

"Tidak terlalu besar, aku rasa. Lagipula, aku bisa berjalan kaki ke sekolahku dari sini, dan saat ada keperluan, aku bisa pergi bersama Ayah dan mobilnya."

"Mobil, eh... ...Pasti menyenangkan tinggal di sini."

Saat kita membicarakan soal kota besar, ada jalan-jalan yang sempit, dengan banyak lalu lintas, jadi menggunakan transportasi apa pun umumnya lebih menyebalkan ketimbang menyenangkan. Di sini, jalanannya terbuka lebar, memungkinkan kalian untuk berkendara dengan lancar, dan tidak menimbulkan stres.

Sambil menunggu di halte bus, kami mengobrol soal ini dan itu, membuang-buang waktu. Sebagai peserta ujian, Sasaki-san mengangkat topik tentang pelajaran. Mungkin tidak tampak kayak gitu, tetapi karena aku belajar cukup banyak selama hari-hariku sebagai peserta ujian, aku bisa memberinya beberapa saran yang tepat. Karena dia lebih menyukai sastra, dia punya beberapa masalah dalam matematika, kesulitan mengingat rumus matematika meskipun dia mampu mengingat tanggal sejarah dengan cukup baik. Itulah sebabnya dia lebih banyak mengerjakan revisi, mencoba memasukkannya secara paksa ke dalam otaknya.

"Aku penasaran mengapa aku tidak bisa mengingatnya..."

"Aku paham."

Sebenarnya ada trik yang cukup bagus untuk itu. Lebih mudah untuk menyimpan kesan soal suatu tanggal ketika kalian tahu tentang latar belakang sejarah dan sebagainya. Satu dunia saja sudah cukup untuk diingat dengan lebih mudah. Itulah mengapa aku sering tidak belajar sampai saat-saat terakhir.

Lalu, bagaimana dengan rumus matematika? Menghafalkannya saja seperti yang dilakukan Sasaki-san itu sebuah kemungkinan, tetapi kalau bisa membayangkan latar belakang dari rumus tersebut. Melalui hal tersebut, beberapa orang jadi ahli matematika, dan dapat mengingat rumus seperti tanggal-tanggal bersejarah. Tentu saja, melakukan hal tersebut tepat sebelum ujian merupakan taruhan yang berisiko, tetapi kalau kalian tidak termotivasi, tidak ada jenis belajar yang akan berhasil. Malahan, jauh lebih menarik untuk melihat asal-usul rumus matematika.

Maksudku, siapa yang membuat semua hal itu... kehidupan macam apa yang mereka jalani... loh?

"Secara daring, apaan itu..."

"Benar... ...Misalnya, Teorema Menelaus... Ah."

"..."

Sasaki-san mencarinya di internet.

Tepat saat dia masuk ke sebuah laman, dia menghentikan dirinya sendiri untuk mengetuk pelengkapan otomatis, dan suasana canggung pun terjadi. Aku lupa kalau Sasaki-san itu seorang cewek yang dilindungi... ...Dia pasti tidak terbiasa dengan internet.

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

←Sebelumnya         Daftar Isi            Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama