Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 4 Bab 110 - Lintas Ninja Translation

Bab 110
Tempat Pelariannya

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-ch-110-di-lintas-ninja-translation

(Astaga, jangan lagi...)

Ichinose Mina mulai merasa kalau interaksinya dengan abangnya tidak membuahkan hasil. Semuanya berawal saat dia menyaksikan abangnya sedang bermesraan dan bercumbu dengan pacarnya, tetapi ada emosi yang meluap-luap di sana, sudah mulai menumpuk sejak hubungan itu sendiri dimulai.

"Mungkin Abang-lah alasan kamu mulai bekerja paruh waktu, bukan? Menurut Abang, kamu tidak akan melakukan hal semacam itu karena kamu tidak membutuhkan uang."

"I-Itu tidak benar..."

Sebuah bantahan yang pahit. Dia tidak punya kartu yang efektif lagi di tangannya untuk mematahkan argumentasi abangnya. Dia tidak merasa kalau abangnya bersalah sedikit pun. Tentu saja tidak, karena dia selalu merasa kalau itu memang salahnya sendiri. Ini — cuma keegoisan dari dirinya sendiri.

"Abang dengar melayani pelanggan itu sulit. Abang tidak mau Mina mengalami kesulitan semacam itu."

"I-Itu tidak sulit, kok..."

"Mina..."

"Ah..."

Tekanan yang bercampur dengan suara teguran. Kedengarannya seakan-akan ia menyiratkan, "Cukup!". Tatapan yang tidak dia sukai itu diarahkan padanya, Mina pun tersentak. Namun, meskipun dia sadar kalau ini salahnya, dia merasa frustrasi, dan bertanya-tanya, mengapa cowok itu tidak memahami perasaannya kayak biasanya.

Pada saat itu, mereka mendengar suara berlari yang datang dari sebelah kanan tangga ruang makan. Dia dan abangnya sama-sama menoleh dan mata mereka membelalak karena terkejut. Cowok yang ada di ruangan yang sama — Sajou Wataru, juga menoleh beberapa saat kemudian.

"Maaf membuat kalian menunggu! Ichinose-kun!"

Mengapa sih cewek itu ada di sini? Apa lagi yang cewek itu dan abangnya rencanakan? Sebuah suara yang meragukan terngiang-ngiang di kepalanya. Tidak yakin apa yang mesti dia lakukan, cewek yang melarikan diri itu menatap cowok di depannya secara diagonal kayak sebelumnya.

"Akhirnya kamu datang ke sini juga, Yuri-chan."

"Iya. Menurutku, masalah ini bukan cuma melibatkan Ichinose-kun dan Mina-san saja. Sudah lama tidak jumpa, Sajou-kun. Terima kasih, kamu sudah membantu kami beberapa hari yang lalu."

"...Tidak, itu tidak masalah. Sudah lama juga aku tidak berjumpa denganmu."

"Eh...?"

Mina pun menatap Wataru dengan heran. Cowok ini kenal dengan pacar abangnya...?

Kalau dipikir-pikir, cowok itu bilang kalau ia mengenal abangnya sejak awal. Dia penasaran apa cowok itu bukan cuma mengenal mereka, tetapi cowok itu juga terlibat dengan mereka sebelumnya? Pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dipikirkan dengan kata-kata yang tenang, terngiang-ngiang di kepalanya dalam berbagai macam ekspresi. Sekarang, dia mulai merasa tidak enak dengan kosakata yang dia peroleh lewat membaca buku.

"Ah, silakan duduk, Senpai."

"Ah, maafkan aku, ya? Sajou-kun."

(—Ah.)

Cowok itu beranjak mundur dari bangkunya. Pacar abangnya — Yuri, yang sekarang duduk di sana. Jadi di mana cowok itu akan duduk? Kecemasan menyebar di dalam hati Mina, penasaran apa cowok itu akan pulang begitu saja, namun tampaknya itu memang cuma kecemasan yang tidak berdasar. Cowok itu mengambil posisi duduk di belakang Mina, membuat isyarat yang penuh perhatian. Seakan-akan cowok itu akan berada di sisinya.

(...Mengapa...?)

Sajou Wataru─ ─ Senpai-nya Mina di pekerjaan paruh waktunya dan teman sekelasnya di sekolah. Sebelumnya, dia tahu kalau cowok itu merupakan salah satu teman sekelasnya yang suka membuat gaduh, tetapi baru setelah dia mulai menjadi kouhai dalam pekerjaan paruh waktunya, cowok itu menunjukkan perbedaan pengalaman hidup antara cowok itu dan dirinya. Meskipun dia agak lemah di beberapa bidang, cowok itu akan dengan sabar menjelaskan padanya apa yang salah dengannya. Meskipun dia tidak bisa berbuat apa-apa soal kepribadiannya, cowok itu memilihkan tugas terbaik dari keterbatasan kemampuannya.

Lalu, mana yang benar dan mana yang salah? Dia kira batasan antara benar dan salah itu sudah sangat jelas. Kalau memang ada sesuatu yang salah, cowok itu selalu punya kata-kata yang tajam. Faktanya, Mina tidak bisa bilang apa-apa karena dia tahu kalau dialah yang salah.

Kali ini pun begitu.

Perlu ditegaskan lagi, dia tahu kalau dialah yang salah tetapi dia menolak. Cowok yang berdiri di belakangnya mana mungkin tidak menyadari hal itu. Saat dia bicara pada abangnya di sini, dia terkejut setiap kali cowok itu mengalihkan perhatian padanya.

Cowok itu tidak akan pernah berpihak padanya. Mina tidak berharap banyak dari cowok itu. Namun sorotan mata cowok itu diam-diam memohon padanya, "Silakan katakan saja pada abangmu," sudah tertancap di hatinya sejak lama.

"Yuri-chan, eum.—"

Abangnya menceritakan pada mereka kisah bagaimana dia bisa sampai pada titik ini. Tentu saja, isinya tidak memuat perasaan Mina yang sesungguhnya. Mau bagaimana lagi, karena dia cuma menjawab iya atau tidak dan dia belum menjelaskan alasan keputusannya dengan benar.

Hanaoka Yuri. Cewek itu cerdas dan serius, namun cewek itu juga seringkali bertingkah manja dan imut di depan abangnya. Yang terakhir itu merupakan bagian yang tidak bisa dimaafkan oleh Mina.

Cewek yang sudah merebut abangnya darinya. Meskipun tidak ada perasaan kelam atau semacamnya yang muncul dalam benaknya, dia cuma merasa kesepian dan sedih. Dia sudah dikelilingi dalam kehangatan abangnya, namun sejak mereka mulai berkencan, itu bukan lagi aroma yang biasanya.

Benar saja, cewek itu yang bagaikan bunga matahari berbalik ke arahnya.

"Sudah lama tidak jumpa, Mina-san."

"I-Iya..."

Meskipun suara yang keluar darinya tidak kuat, namun penuh dengan kewibawaan. Menerima semua kata-kata itu secara bersamaan, pikiran Mina jadi kosong. Dia tidak tahu mesti berkata apa. Dia tidak bisa memikirkan apa-apa.

"Saat kami dengar kalau kamu tiba-tiba mulai bekerja paruh waktu, aku dan Ichinose-kun penasaran mengapa kamu melakukan hal itu. Kami membicarakan hal ini dan penasaran apa itu agar kamu bisa menemukan tempat pelarianmu sendiri. Habisnya, mungkin menurutmu aku sudah masuk dan merebut tempat yang sama denganmu dulu."

"..."

Tubuhnya gemetaran.

Benar. Itu benar sekali. Benar sekali, dia memang sedang mencari tempat pelarian yang baru. Dia memang tidak punya teman. Meskipun dia dimanjakan oleh abangnya, namun abangnya itu bukan lagi abangnya yang dia kenal dulu. Dia merasa canggung. Dia benci melihat abangnya. Makanya melemparkan dirinya ke toko buku bekas itu, dan mati-matian bertahan di tempat itu.

Cewek itu mencondongkan tubuhnya lebih dekat dan merasakan bagian dari Mina yang membuatnya ingin membuang muka.

"Tetapi, begini, Mina-san, aku tidak akan mengambil tempatmu. Aku mau kamu dimanjakan oleh Ichinose-kun kayak biasanya, dan itu juga membuatku bahagia. Kamu punya hak itu, sebagai adiknya."

Bukan begitu. Ini bukanlah masalah apakah masih ada tempat buatnya. Hanaoka Yuri — merupakan fakta kalau makhluk ini ada di sini yang jadi masalahnya. Orang asing yang datang masuk ke kesehariannya, dicap oleh abangnya yang berharga sebagai "wanita" dan mengusirnya bagaikan pembasmi serangga.

Namun, dia tetaplah serangga yang bersayap. Dia merasa ingin terbang di sekitar abangnya dan merasa perlu untuk mengucilkan makhluk lain dari kehidupan abangnya. Namun, sebagai seorang adik, Mina tidak punya alasan buat mencegah kebahagiaan abangnya. Namun dia juga tidak mau abangnya direbut darinya. Ini mungkin sebuah keegoisan yang dianggap lucu oleh seluruh dunia, tetapi buat Mina, hal itu membuatnya merasa sangat tidak enak.

"Mina-san itu cewek yang pemalu. Pasti sulit untuk tetap bekerja paruh waktu kayak gitu, bukan? Dari apa yang aku dengar barusan, kamu juga mesti melayani pelanggan, jadi menurutku, itu masih terlalu dini untuk dilakukan olehmu."

Hal itu memang benar. Paling tidak, itulah yang pernah dikatakan oleh cowok yang berdiri di belakangnya. Menurut cowok itu, dia harusnya berhenti dari pekerjaan paruh waktunya dan menikmati uang saku dari orang tuanya saja. Namun tidak begitu, alasannya memilih untuk bekerja keras itu tidaklah bisa dianggap remeh. Untuk membuat pikirannya mandiri. Dia tidak mau perasaan itu ditentang.

"I-Itu tidak mungkin terlalu dini."

"Hei, kok bisa kamu yakin sampai segitunya...?"

Dia sudah mengatakan itu dengan jelas. Cukup satu sampai tiga. Cuma dia yang bisa mengenali dirinya sendiri. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa dia jadi lebih berpikiran terbuka dan dia sadar kalau dia sudah melakukan sesuatu yang konyol. Meskipun begitu, masih ada satu batasan yang ada di benak Ichinose Mina yang tidak bisa dia kompromikan. Demi melindungi dirinya, dia akan melakukan itu, meskipun dia mesti melarikan diri lagi. Paling tidak, pasti ada hal-hal yang sudah dia dapatkan dari pekerjaan paruh waktunya sampai saat ini.

"Mina, mengapa kamu jadi keras kepala begitu? Padahal sebelumnya kamu tidak pernah kayak gitu, loh."

"Aku mohon, Mina-san. Aku tidak mau menghancurkan keluarga Ichinose-kun kayak gini..., ...Aku mohon, pulanglah."

"..."

Sejumlah kecil gairah muncul di dalam dirinya. Di saat yang sama, dia merasakan gejolak.

Di mana dia bisa menyingkirkan gejolak ini? Benar sekali, ada sebuah meja dengan kualitas terjangkau di depannya. Namun, meja itu terbuat dari akrilik, yang berarti meja itu padat. Dia pun ragu-ragu dan enggan untuk meletakkan tangan kecilnya, yang selama ini dia gunakan cuma untuk membaca buku. Meskipun begitu. Ah, ini memang akan melukai tangannya dan juga hatinya lagi, pikirnya.

"—Eum, maaf, kalian berdua. Menurutku kalian masih belum mendengarkannya dengan cukup baik."

"...Eh?"

Sebuah suara datang dari belakangnya. Nada suara cowok itu sangat ringan, tidak sesuai dengan situasi yang terjadi sampai saat ini. Cowok itu, yang sedari tadi mengamati dengan tenang, pindah ke sebelahnya. Sebuah tangan perlahan diletakkan di tempat di mana dia hendak meletakkan tangannya.

(...Eh?)

Dia tidak mengerti situasi ini. Mengapa cowok ini menyela mereka? Dia memang salah, jadi cowok itu tidak punya alasan untuk menyela abangnya dan juga pacarnya.

"Eum, Sajou-kun..., ...apa maksudmu?"

"Iya, pertama-tama, Ichinose-san sudah melaksanakan pekerjaannya dengan sangat baik. Aku terkesan dengan motivasi dan ambisinya akhir-akhir ini. Iya, pada awalnya dia memang tampak sangat tidak jago dalam hal itu, namun itu semua orang juga kayak gitu pada awalnya."

"Eh...?"

Abangnya Mina mengeluarkan suara ragu seakan-akan bilang kalau hal itu mustahil. Itu karena adiknya itu pemalu dan pendiam. Dia itu makhluk yang rapuh sehingga akan menyerah kalau keadaan ini jadi sulit. Begitulah dia sebagai seorang adik menurut abangnya.

"Eum, mengapa kalian berdua melanjutkan obrolan ini dengan anggapan kalau Ichinose-san menganggap pekerjaan paruh waktunya itu sulit? Tentu saja, aku tidak bisa tinggal diam begitu saja soal itu sebagai senpai-nya."

"Ah, itu..."

" "Agar dia bisa jadi orang yang mandiri." Itulah yang Ichinose-san bilang padaku soal mengapa dia mulai bekerja paruh waktu. Memangnya ada yang salah dengan itu?"

"Sajou-kun, itu cuma kedok darinya saja. Masalah ini muncul sebenarnya karena aku mengabaikan Mina."

Itu benar. Saat itu kata-kata itu muncul, Mina pun tertunduk. Kata "mandiri", dalam artian tertentu, memang cuma kedok darinya semata. Dia memang mulai bekerja paruh waktu dengan motif yang tidak murni. Dia tidak mau kembali ke lingkungan yang canggung itu, meskipun itu berarti dia mesti menjual rasa hormatnya pada abangnya, jadi dia mesti melakukan apa saja, meskipun itu berarti dia mesti bersujud di lantai. Melepaskan dirinya dari abangnya ini merupakan makna mandiri menurutnya. Kalau kalian bertanya apa itu sulit buatnya, dia tentu tidak dapat menyangkal kalau itu sulit. Memangnya, berapa kali dia merasa ingin menyerah?

"—Tidak, itu bukan cuma kedok, maka dari itu. Tidak ada yang salah soal itu, sama sekali tidak ada."

Tetapi mereka memang benar, mengapa cowok itu sampai bilang begitu?

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

Baca juga dalam bahasa lain:

Bahasa Inggris / English

←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama