Bab 107Tindakan dan Penerapan
[Abangnya tersayang punya pacar...]
[Ah, terus apa hubungannya dengan Airi punya pacar...]
[Kalian berdua tidak ada yang punya abang, bukan?]
Oh, begitu, kata mereka berdua satu per satu, lalu mereka berdua diam sejenak. Aku kira salah satu dari mereka akan menyalahkanku, namun mungkin mereka berusaha memahami perasaan 'cewek yang bekerja paruh waktu' menurut mereka dengan artian mereka sendiri. Cara mereka dengan santainya menempatkan dirinya pada posisinya, aku merasa kalau Natsukawa punya potensi tinggi karena dia itu siswi yang berpendidikan. Namun ternyata aku salah, sih.
[Bukannya ini akan sama persis kayak seandainya Sajocchi mendapati kakaknya mengajak pacarnya ke rumah?]
[Tidak, kok?]
[Bilang saja pada kami kalau itu sama saja...]
Seseorang, tolong jaga aku segera, aku akan keluar sebentar dan membaca suasana ini. Selain itu, aku aku khawatir karena Kakak dikelilingi oleh banyak cowok tampan dari OSIS, namun anehnya dia tidak bisa memilih satupun dari mereka untuk dinikahi. Aku sendiri mendapatkan Rangking 2. Dan, Rangking 1 jatuh pada... ...Aku tidak akan bilang siapa, tetapi mustahil kalau itu Ketua Komite Disiplin.
[Oh, begitu, jadi Sajocchi tidak bisa memahaminya.]
[Tidak, apa kalian paham? Apa kalian punya tata krama atau tidak?]
[Maaf saja ya.]
[Aku ngambek, nih...]
Pada kenyataannya, aku benar-benar bersikap baik pada Ichinose-san, bahkan kayak ingin membalikkan keadaan. Aku tiba-tiba jadi punya keinginan untuk melindunginya setelah mendengar kisah itu. Sampai saat itu aku merasa dia itu kayak, "Sungguh menyebalkan," tetapi saat ini aku malah secara aktif mau menjaganya. Di sisi lain, memangnya aku punya pilihan lain selain itu? Apa dia secara psikologis sudah bisa dibilang sebagai mengalami NTR? Aku tidak punya pilihan selain berpihak padanya sepenuhnya.
[Tetapi dia bekerja paruh waktu cuma karena abangnya membawa pacarnya ke rumah... (Haha) Cewek itu sangat imut, ya?]
[Tunggu, ini bukanlah hal yang lucu, loh?]
[Begitukah? Aku rasa ada baiknya kalau dia berhenti dari pekerjaan paruh waktunya dan berbaikan dengan abangnya.]
[Walaupun dia sudah melihat adegan langsung?]
[Adegan langsung... ...Eh? Adegan langsung? Adegan langsung... ...Adegan langsung yang itu?]
[A-Adegan langsung...]
Aku bisa membayangkan kalau mereka berdua tersipu malu saat menyadari hal ini... ...Fuhihi, aku mulai menyadari kalau itu tidak ada gunanya. Tenang saja, meskipun disebut "adegan langsung", namun apa yang dilihat Ichinose-san memang adegan yang sangat serius,—Tidak, adegan yang satu ini juga punya kekuatan penghancur yang sangat kuat. Aku mulai benci Beruang-san-senpai, meskipun ia sebenarnya tidak terlalu bersalah. Kalau saja aku juga punya semacam toleransi...! Berat badan!? Haruskah aku jadi lebih gemuk dan lebih besar!?
[...Kalau dipikir-pikir lagi, jadi alasan dia tetap bertahan sampai dia bersujud di lantai mungkin saja karena dia bertekad melepaskan diri dari abangnya.]
[I-Iya.]
[Aichi, seandainya Ai-chan berpikiran kayak gitu...]
[Hentikan! Jangan bilang begitu! Aku tidak akan sanggup hidup kalau kayak gini!]
[...Maafkan aku, Sajocchi.]
[Mengapa kamu sampai melibatkanku dalam kata-katamu?]
Hati nurani si penyayang saudari, Natsukawa sudah mulai ditegaskan kembali, jadi jangan menyebut nama Airi-chan dengan sembarangan. Aku mohon hiduplah Natsukawa, karena kalau tidak, aku akan mati.
Bagaimanapun, apa yang dapat kita pelajari di sini yaitu, sulit untuk menempatkan diri kita pada posisi yang sama dengan Ichinose-san meskipun kita sudah membayangkan hal itu. Aku kira intinya yaitu dia menyayangi saudaranya, tetapi aku rasa hubungan antara Natsukawa dan Airi-chan itu akan lain... ...Aku merasa Natsukawa kayak bilang "Aku akan melindunginya!". Ichinose-san lebih kayak dia bilang... ..."Aku mau dipeluk oleh Abang dan merasakan kehangatan Abang"? Hei, apa sih yang kita bicarakan, pasangan adik-kakak yang sudah tinggal bersama selama satu setengah tahun? Mereka sudah tinggal di bawah satu atap yang sama. Aku merasa kayak orang bodoh karena aku cuma bisa terbungkus oleh kasur.
Aku memang bisa bilang begitu... ...Namun, baik itu Natsukawa maupun Ashida, tidak ada yang tahu kalau Ichinose-san itu kouhai di tempat kerja paruh waktuku... ...jadi menurutku itu tidak akan apa-apa. Berdasarkan kepribadian Ichinose-san, kecil kemungkinan kami semua akan saling berhubungan meskipun kami semua akan berkumpul di kelas yang sama di awal semester kedua.
♦
Aku menerima tanggapan ramah dari Natsukawa dan Ashida yang bilang padaku, "Oke, bersikap baiklah padanya.". Kayaknya, bukan cuma aku satu-satunya yang menganggap masalah ini terlalu rumit untuk ditangani. Saat aku menyatakan "Kalau begitu, aku sudah menebus dosaku terhadap Natsukawa", Ashida bilang padaku dengan tidak puas, "Eh?". Dia cuma berpura-pura marah, padahal aslinya dia bersenang-senang, bukan...?
Tidak banyak waktu yang tersisa sampai liburan musim panas berakhir. Keesokan harinya, aku mendiskusikan struktur kegiatan untuk hari-hari sekolah di masa mendatang dengan Kakek dan Ichinose-san. Kami sepakat agar Ichinose-san bisa terus meneruskan pekerjaan dan bisa dilakukan sepulang sekolah dan dimulai pada sif siang hari.
"...Ah...!?"
"—Eum."
"Te—... ...Terima kasih banyak..."
"Kamu tidak harus mengangkat buku-buku itu sebanyak yang aku lakukan. Aku yakin ada perbedaan seberapa banyak yang bisa dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Mungkin memang perlu waktu, tetapi kita juga tidak punya banyak pelanggan, sih. Luangkan waktumu, santai saja."
"Ah..."
Buku-buku yang sudah laris dan mendapatkan ulasan baik ditempatkan di keranjang khusus. Toko ini tidak meletakkan tiga eksemplar buku yang sama di rak, jadi buku-buku itu akan langsung dikirimkan ke toko yang dikelola oleh kenalannya Kakek. Anehnya, ada jaringan horizontal yang sangat besar dari orang-orang dalam industri yang sama.
Ichinose-san mengemas buku-buku itu persis kayak yang aku lakukan, tetapi buku-buku itu tampaknya masih terlalu berat buatnya untuk jumlah yang sama denganku. Dia bergoyang beberapa langkah saat mengangkat buku-buku itu. Aku sudah punya firasat kalau hal itu akan terjadi dan aku langsung segera menolongnya, namun tidak perlu sampai memaksakan diri dalam situasi yang tidak perlu.
"Sini."
"O-Oke."
Apabila kesannya di balik, dia tampak semakin cantik dan imut dari hari ke hari. Mungkin karena dia punya perbedaan tinggi badan denganku dan penampilannya yang membuatku ingin melindunginya, tetapi caranya saat mengikuti apa yang aku lakukan, dan cara mulutnya berubah jadi "Mmm." yang jelas setiap kali dia mengangkat sesuatu yang berat, sungguh tampak kayak anak SD. Aku benar-benar minta maaf karena telah membuatnya tampak, seperti aku sedang melakukan yang terbaik.
Namun, cewek semacam ini, hmm...
Aku menghela napas setiap kali memikirkan ini. Apa yang Abang lakukan? Abang tidak boleh membuat adikmu yang imut ini sedih. Abang harusnya melakukan sesuatu yang terbaik.
"Selamat datang...!"
"Ah, itu bagus."
Aku mulai terbiasa mengeraskan suaraku. Saat aku mengungkapkan kesanku di sebelahnya, dia mundur selangkah karena malu. Wah... ...Perasaan macam apa ini yang membuatku ingin memberinya permen!? Kalau ini di Osaka, bukannya kita akan membawa pulang banyak permen cuma setelah berjalan-jalan ke luar kota? Tidak, aku lebih suka memberinya sepotong roti yang lebih besar ketimbang permen dan membuatnya ceria.
"E-Eum..."
"Hmm?"
"I-Ini dia—"
"Ah, ini..."
Terlepas dari ambisinya, dia kayaknya sudah belajar cara melakukan sesuatu dengan caranya sendiri. Meskipun aku atau Kakek mengajarinya, masih ada saja yang lalai. Tanyakan saja padaku kalau kamu belum mengerti, dan aku akan menjawabmu dengan benar. Ichinose-san semakin termotivasi saat ini karena dia sebentar lagi akan jadi satu-satunya pekerja paruh waktu di toko buku ini.
Meskipun apa sesuatu yang tidak aku pahami di kelas, di sekolah, aku tidak bisa menanyakan hal itu. Aku cuma bisa dengan bangga mengangkat tanganku dan bilang, "Iya, Pak Guru!" dan kalau mereka bertanya, "Ada apa denganmu, si Serius-chan?", dan lalu aku ditertawakan, "Itu lucu (haha).", dan aku cuma seorang cowok yang menyedihkan dan cuma terbiasa menyalin tugas. Terima kasih, Matsushita-kun, kamu benar-benar membantuku saat itu.
Serius deh, itulah yang menyenangkan dari pekerjaan paruh waktu ini. Di dalam kelas, kalian cuma bisa melakukan hal-hal yang serius kayak biasanya dan kalian berpikir, "Eh? Apa yang kamu lakukan dengan serius?" tetapi ini memang pekerjaan yang serius, jadi memang sangat diperlukan keseriusan yang ekstra. Buat orang sepertiku, aku akan bilang, "Aku sudah siap untuk pulang" setelah setengah hari bekerja paruh waktu, tetapi di dunia ini, menurutku orang-orang yang punya keseriusan di dalam hati akan lebih menghargai waktu saat di pekerjaan paruh waktu ketimbang di sekolah, bukan?
Iya, mungkin orang yang serius tidak akan bekerja paruh waktu. Mereka cenderung meremehkanku dan bilang hal-hal kayak "Mengapa seorang pelajar yang tugas utamanya yaitu menuntut ilmu malah mesti mengadu nasib dengan bekerja paruh waktu?" Aku tidak akan memaafkanmu, Matsushita.
"Jujur saja, aku diajari lebih banyak soal cara menangani produk dan sebagainya. Ichinose-san, kamu sangat mahir, mungkin karena kamu itu seorang pembaca setia. Menurutku itu bagus karena kamu sangat teliti dalam menangani produk, karena aku agak ceroboh pada awalnya."
"Be-Begitukah...?"
"Iya, aku terkesan."
Eh, entah mengapa aku secara alami memujinya. Itu dia... ...Aura luar biasa dari Ichinose-san yang tampak kayak setengah usia lebih muda dari generasinya yang meluap darinya. Dia itu sepuluh kali lebih buruk ketimbang Sasaki-san. Maafkan aku, kalian berdua. Menurutku, aku harusnya tidak bertemu dengan mereka berdua.
"...Fufu..."
"...!?"
Eh...!? Senyuman yang luar biasa macam apa itu!? Aku kira ini pertama kalinya aku melihat Ichinose-san tampak lebih dewasa! Eh? Apa, apa dia merasa senang karena telah dipuji olehku? Dia tersenyum kayak gitu? Dia benar-benar imut, loh!
"Ichinose-san, menurutku kamu mesti lebih sering menunjukkan wajahmu yang imut... —Hah?"
"Eh?"
Sebuah kejanggalan yang aku sadari sudah aku katakan dengan lantang. Itu keluar dari mulutku, tanpa aku sadari.
Eh, tunggu, apa yang aku bicarakan? Jadi, hal-hal yang tampaknya punya latar belakang yang gelap kayak gitu... ...lebih baik tidak disebutkan. Pasti ada alasan mengapa poninya cukup panjang sampai menutupi seluruh area di depan wajahnya! Dan pihak lain di sini merupakan seorang cewek!
"Eum...?"
"Ah! Tidak! Maksudku, begini! Wajahmu itu sangat imut, jadi aku cuma penasaran saja mengapa sih kamu biasanya menyembunyikan wajahmu kayak gitu...!"
"..."
Itu memang sebuah pembelaan yang putus asa, atau lebih tepatnya sebuah penipuan. Menurutku dahinya memang agak lebar, tetapi kalau dia tumbuh besar nanti, dia akan punya wajah yang kayak anime yang bagus dan itu akan jadi bahan yang bagus untuk cosplayer. Aku mau melihatnya. Aku cukup yakin aku tidak bisa melihatnya. Tetapi menurutku itu sia-sia....
Ichinose-san mengelus-elus pinggiran poninya yang dia jepit dan dia biarkan terbuka ke samping dengan kedua tangannya, seakan-akan dia seorang siswi SMA yang sedang mencari pekerjaan paruh waktu, lalu dia mencabuti poni itu perlahan dan mengelus poni itu sekali lagi.
"—Be-Begitukah...?"
"—...!"
Fugugu... ...Dia sangat imut! Ada apa dengan gesturnya itu...? ...Perbedaan tinggi badannya denganku luar biasa... ...Dan dia biasanya menatapku saat dia bicara padaku, sekarang aku yang melihat ke arahnya. Dia sudah berpose sambil meletakkan tangannya di atas kepalanya. Celemek yang dia kenakan untuk bekerja paruh waktu juga sudah berubah jadi semacam properti cosplay. Tetapi perasaan tidak bermoral macam apa yang aku punya cuma karena aku terpincut olehnya, padahal kami berdua itu teman sekelas... ...Bolehkah aku menyentuh dahinya?
"I-Iya... ...Itu benar. Iya."
"Begitu, ya..."
Bukannya ini yang aku maksud dengan dia membuka diri? Aku sudah merasakan hal ini bahkan lebih lagi pada saat aku bersenda gurau pada Ichinose-san. Aku yakin kami akan membicarakan banyak hal yang mendalam saat kami berdua sudah saling akrab satu sama lain. Menurutku itu memang langkah maju yang besar karena poni Ichinose-san itu bisa jadi topik hangat. Tata krama... ...Iya, aku memang punya tata krama. Mungkin saja begitu, mungkin saja.
Mungkin memang ada beberapa ketidaknyamanan di awal, tetapi menurutku kami sudah sampai pada titik di mana kami bisa saling berbicara satu sama lain selama kami bekerja paruh waktu. Setiap aku berinteraksi padanya, aku bisa merasakan hal itu semakin dalam setiap hari, dan sedikit demi sedikit, aku juga merasa kalau dia jadi lebih mendingan dalam pelayanan pelanggan secara normal. Fakta kalau dia merasa malu saat pelanggan wanita bilang kalau dia cantik itu merupakan bukti kalau dia sudah berkembang. Beberapa waktu yang lalu, dia mungkin akan terdiam dan aku tidak bisa berkata apa-apa.
Sasaki-san, yang datang dari waktu ke waktu, memang sangat ramah pada kami. Dia bisa sangat akrab dengan Ichinose-san, mungkin karena mereka punya hobi yang sama. Aku memang masih merasa kalau ada sedikit keramahan sepihak dari Sasaki-san, namun Ichinose-san selalu meresponsnya dengan tepat. Pada awalnya, usia mereka memang tampak kayak terbalik, namun... entah mengapa Ichinose-san kayaknya mulai kelihatan lebih tua ketimbang Sasaki-san.
Saat aku merasakan pertumbuhan Ichinose-san, aku mulai merasakan penyesalan terhadap interior toko buku bekas ini yang kuno, berpikir kalau aku akan segera pensiun.
Namun, saat liburan musim panas tinggal beberapa hari lagi, sebuah insiden terjadi.
"Eh... ...Sajou-kun, kamu ada di sini?"
"Eh, Ichinose-senpai...?"
Ada seorang penggemar yang menungguku di depan toko buku bekas ini saat aku hendak pulang dari pekerjaan paruh waktuku.
Author Note: (Tolong tanda tangani ini.)
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Baca juga dalam bahasa lain: