Bab 82.1Memaksa
(TL Note: Bab ini tidak terlalu penting, guys, skip saja, deh, anggap saja tidak ada, tombol skip otomatis di sini.)
"Terima kasih banyak untuk hari ini, Ketua Komite Disiplin Shinomiya."
"Tidak masalah, ini semua merupakan bagian dari tugasku."
"Kamu benar-benar sangat membantu kami. Hati-hati dalam perjalanan pulang."
"Iya, kerja bagus hari ini."
Uji Coba Kunjungan Sekolah siswa-siswi SMP merupakan acara yang sudah dipersiapkan sejak awal liburan musim panas. Akhirnya, program utama dan rapat terakhir sudah berakhir, yang memungkinkan siswi kelas dua belas, sekaligus Ketua Komite Disiplin —Shinomiya Rin— dibebaskan dari tugasnya untuk hari itu.
Meskipun dia cuma jadi seorang siswi, dia terpaksa bertemu banyak orang tua / wali murid hari ini dan mendiskusikan ini dan itu, dan meskipun dia tidak putus asa karena kelelahan mental, hal itu pasti sudah membebani dirinya.
"Hah…"
Dalam beberapa tahun terakhir, 'Komite Disiplin' sudah menghilang di banyak SMA. Di tengah merosotnya peran itu, itu selalu ada di sini di SMA Kōetsu. Sejak hari-hari pembentukannya, pun. Namun, alasan itu bukanlah sesuatu untuk dibanggakan, melainkan dibuat cuma untuk orang-orang berpengaruh di SMA dan anak-anak mereka untuk mendapatkan keunggulan dan kenyamanan setiap kali seseorang mencoba mengeluh soal sesuatu. Sekarang setelah sistem ini hilang, Komite Disiplin tidak lagi dibutuhkan.
Meskipun begitu, Rin punya resolusi. Dia akan mengatur sebuah komite yang tidak berpihak pada guru ataupun staf, melainkan mendukung 'sesama siswa-siswi' mereka — yang tentu saja merupakan usaha yang luar biasa. Di zaman saat ini, semakin banyak masalah yang mengganggu kedisiplinan muncul di sana-sini. Untuk menentang hal itu, kalian membutuhkan sudut pandang yang berbeda dari orang dewasa.
Namun, kalau kalian menciptakan 'teladan' di tengah-tengah siswa-siswi, itu akan membuat perbedaan kelas. Cuma memberi seseorang hak untuk menilai 'Kamu salah' akan memberikan pengaruh yang bahaya. Agar tidak melahirkan ketidaksetaraan seperti itu, Rin dan yang lainnya dari Komite Disiplin memutuskan untuk mengambil 'beban' di SMA ini, dalam bentuk acara. Hingga tahun lalu, acara hari ini cuma ada di bawah arahan OSIS, sebagai contohnya.
"…Ah, ini tidak bagus.”
Waktu bergerak menuju pukul 6.30 petang. Sudah waktunya untuk sekolah ditutup. Rin merasakan tatapannya perlahan ditelan oleh lantai di depannya, dan langsung berhasil mendorongnya ke depan. Dia jelas jauh lebih lelah ketimbang yang dia kira, tetapi dia masih jadi Ketua Komite Disiplin. Dia tidak bisa menunjukkan kelemahan apapun selama dia ada di sekolah. Dia menampar pipinya dengan kedua tangannya, dan entah mengapa berhasil membangunkan dirinya.
Pada saat dia kembali ke ruang kelas yang berfungsi sebagai Markas Sementara Komite Disiplin, ruang kelas itu sudah kosong, tanpa ada seorang pun di sekitarnya. Membuka ruangan itu dengan kunci cadangannya, dia mendapati kertas di atas meja. Tertulis padanya yaitu 'Kami sudah menyelesaikan semua dokumen. Kerja bagus hari ini' dengan tulisan tangan kouhai-nya Mita Ayano. Menyadari kalau tugas yang diperlukan sudah selesai dengan baik, Rin menghela napas lega.
Di sebelah kalimat ini ada kalimat lain, yang ditulis oleh tulisan tangan yang imut dari Inatomi Yuyu, mengatakan 'Kerja bagus, Senpai. Silakan beristirahat dengan baik hari ini'.
"Serius, aku harap kita semua bisa makan malam dalam perjalanan pulang, tetapi…"
Mita Ayano, Inatomi Yuyu, dan—Sajou Wataru. Ia itu adik dari sobat karib Rin, Sajou Kaede. Meski mereka terpaut dua tahun, mungkin karena ia punya darah Kaede di dalam dirinya, Rin merasa mudah untuk bicara padanya. Sebelum liburan musim panas dimulai, dia dengan paksa menarik cowok itu ke rumahnya, tetapi kata-kata kakeknya membuat cowok itu takut. Meskipun begitu, ia cukup menggemaskan untuk menawarkan bantuannya dalam acara ini. Padahal, sayangnya Rin tidak diberi banyak waktu untuk bicara padanya.
"...Iya, mau bagaimana lagi."
Kenyataan tidak akan berjalan sesuai kemauannya. Mungkin kelelahannya sudah menguasai Rin, tetapi dia mulai berubah pikiran, meski sudah melatih mentalitasnya sejak dia masih muda. Karena toh tidak ada yang dapat melihatnya, dia meletakkan kedua tangannya di meja guru, mengistirahatkan kepalanya.
"—Mengapa kamu bertingkah kayak heroin dari suatu kisah tragedi?"
"Apa…!? Aduh!"
Seharusnya tidak seorang pun yang ada di kelas ini. Namun, seseorang memanggil Rin tepat saat dia menunjukkan pandangannya yang memalukan, yang membuatnya membenturkan lututnya ke meja guru. Dia mencoba menahan rasa sakit, dan menghela napas lega melihat tidak ada penyok di meja.
"Ka-Kaede! Jangan memanggilku tiba-tiba kayak gitu!"
"Hah…"
Berbalik, Rin disambut oleh seorang siswi yang mengenakan seragam yang acak-acakan dengan rok pendek, memancarkan aura yang lebih rendah — Sajou Kaede. Dia dengan sombong meletakkan satu tangannya di pinggulnya, menatap Rin. Dia pasti juga baru saja menyelesaikan tugasnya, karena rambutnya tampak agak berantakan.
"Ini, minuman buatmu. Kerja bagus hari ini."
"Apa…! Ja-Jangan tiba-tiba melemparkan itu padaku…!" Rin agak panik tetapi entah mengapa berhasil menangkap botol yang dilemparkan padanya.
Tidak terganggu oleh kemarahan Rin, Kaede cuma duduk di atas meja di dekatnya, menyilangkan kaki, dan menyesap minumannya sendiri. Mengendalikan amarahnya, Rin bertanya.
"Kamu masih di sini?"
"Iya. Meskipun itu Komite Disiplin atau siswa-siswi lainnya, bagaimanapun juga tanggung jawabnya ada pada OSIS. Kami punya tugas kami sendiri, kamu tahu."
"Itu… Ma-Maaf."
"Mengapa kamu minta maaf? Itu tidak sepertimu yang biasanya. Bukannya aku juga datang ke sini untuk mengeluh."
"…"
'Tidak sepertimu yang biasanya'. Diberi tahu begini, Rin menyadari kalau dia tidak bertindak seperti biasanya. Meskipun raganya kelelahan, selama hatinya tidak, dia tidak akan menunjukkan gangguan. Sekarang pun hatinya lelah, 'Ketua Komite Disiplin Shinomiya Rin' penuh dengan celah. Dengan panik, dia menegakkan punggungnya.
"…Ya ampun… bukan itu alasanku ada di sini."
"Eh…? Ka-Kaede…?"
Kaede bangun dari meja, berjalan di belakang Rin, dan mulai memijat bahunya. Di saat yang sama, Rin bingung dengan perkembangan yang tiba-tiba ini, tidak dapat menunjukkan reaksi apa-apa.
"Mengapa kamu memasang tindakan yang berani bahkan denganku? Kalau kamu tidak apa-apa, kembalikan 'Kerja bagus'-ku, oke?"
"Iya, kamu benar."
Buat Rin, Kaede merupakan teman terpercayanya. Bukannya mereka sering bertemu di luar sekolah atau jalan-jalan, tetapi ikatan kuat lainnya menghubungkan mereka berdua. Meskipun tanpa usaha dalam bersikap keras, 'kelemahan' dan 'sisi payah' Rin semuanya telah diketahui oleh Kaede.
"Aku sendiri lelah, loh. Kita akan beralih lagi nanti."
"Aku tidak keberatan, sih tetapi… aku sedikit terkejut kamu memijat bahu orang lain, Kaede."
"Anggap saja ini datang langsung dari Wataru. Kalau kamu suka, buatlah ia menyenangkan hatimu juga, aku tidak keberatan meminjamkan anak itu padamu."
"Apa…!? Sajou akan… aku…!?"
"Aku ini juga 'Sajou', loh, ingat?"
Rin tanpa sadar berteriak dengan suara lantang, membayangkan hal itu. Dengan cowok itu sebagai adiknya Kaede, Rin tidak keberatan dengan sedikit sentuhan kulit, tetapi memijat bahunya sampai ke tingkat keintiman yang lebih dalam. Meskipun dia tidak menganggap hal itu buruk, dia juga merasa seperti menyadari Wataru sebagai lawan jenis, dan merasakan wajahnya jadi semakin panas.
"Astaga… Perhatian pada adiknya orang lain."
"I-Itu karena kamu bilang sesuatu yang aneh-aneh, Kaede!,"
"Aku bukan cuma bicara soal saat ini. Aku mendengar beberapa kabar, kamu tahu?"
"Itu… Saat aku merasa seperti mau bicara padanya, itu sangat seru. Belum lagi, ia itu adikmu, jadi aku cuma mau ia ada di sampingku."
"Memangnya adikku itu siapa, keponakanmu?"
"Ahhhnn."
Kaede memberikan lebih banyak kekuatan pada ibu jarinya, yang menciptakan perasaan 'menyakitkan tetapi enak' buat Rin. Sebagai akibatnya, dia mengeluarkan suara erangan aneh. Dia sadar akan hal itu, tetapi karena cuma Kaede yang mendengarnya, dia tidak merasa malu.
"Gantian. Pijat bahuku juga."
"Yang benar saja, kamu ini..."
Kali ini, Rin mulai memijat bahu Kaede. Agaknya karena semua dokumen dan bimbelnya, bahu Kaede cukup kaku. Sambil menyadari kalau mereka berdua kelelahan, Rin menggerakkan jarinya dengan senyuman yang masam.
"Cowok itu bertugas dengan baik. Menurut Ayano, begitulah. Iya, itu sih, menurut Ayano." Kaede angkat bicara.
"Tampaknya begitu… Dan juga, percayalah pada Ayano."
"Iya, cuma saja… Memuji Wataru membuatku kram."
"Apa-apaan itu…?"
Rin sudah menerima kabar dari Ayano, menceritakan kerja keras Wataru. Dengan hampir tidak ada cowok yang menjadi anggota mereka, ia tampaknya mendapat penilaian tinggi dari semua orang yang ia bantu, apalagi kelompok pengangkut. Mengetahui kalau ia berhasil mengintegrasikan dirinya dengan baik ke dalam Komite Disiplin membuat Rin tersenyum — Dan, mencapai pemikiran itu membuat Rin menyadari betapa diperhitungkannya hal ini.
"—Itu demi kamu, Rin."
"Eh?"
"Biasanya, kamu perlu alasan untuk bekerja sekeras itu pada dasarnya bukan buat apa-apa. Aku cukup yakin ia bekerja keras demi kamu."
"Kamu pikir begitu?"
"Itu cuma menunjukkan seberapa besar rasa hormat yang kamu dapatkan dari siswa-siswi kelas sepuluh dan sebelas. Jadilah sedikit lebih percaya diri."
"Te-Tetapi…"
"—Tanpa adanya dirimu, Komite Disiplin pasti sudah dihapuskan."
Mendengar pujian yang tidak dia duga ini, mata Rin terbuka lebar. Meskipun mereka berteman, Kaede jarang mengungkapkan perasaannya sendiri kayak gini. Rin tanpa sadar menghentikan tangannya, dan bertanya.
"Tidak aku sangka kamu akan memujiku kayak gitu, Kaede."
"Aku tidak memujimu, aku cuma meringkas apa yang orang lain rasakan."
"Itu… merupakan tekanan yang gila…"
"Makanya untung saja ada aku."
"...Eh?"
Rin menyesal menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, tetapi Kaede datang untuk menyelamatkannya. Dia berbalik dan menatap Rin.
"—Tidak peduli berapa banyak kamu mencoba untuk bertindak keras dan membusungkan dadamu yang tidak ada isinya, melihat punggungmu dengan jelas menunjukkan perasaan jujurmu. Kalau kamu lelah, bilang saja. Lagipula orang-orang akan mengetahuinya. Sama seperti kamu memanggilku di masa kita masih kelas sepuluh."
"…!"
"'Utang budi' itu masih ada. Masih terlalu dini untuk membusuk sendirian."
"Kaede…"
'Punggung tidak berbohong', merupakan apa yang kakeknya Rin selalu bilang padanya, dan dia mengingatnya. Bertindak keras dan memasang wajah cuma akan menyebabkan lebih banyak kerusakan pada tubuh dan hatimu. Kaede secara harfiah bilang begitu untuk mengandalkan orang lain, dan disembuhkan oleh orang lain. Menyadari niat dan kebaikan Kaede, Rin merasa senang, dan memeluk bahu kaku Kaede dari belakang.
"Urus saja urusanmu sendiri. Aku yakin aku punya p*yudara yang lebih besar darimu, Kaede."
"Hah!? Itu mustahil! Aku pasti menang!"
"Biarku lihat."
"Wah, jangan memegang dadaku begitu saja! Kamu akan tidak sengaja melepaskan behaku!"
(TL Note: Admin cuma menerjemahkan guys, makanya sudah dibilang di-skip saja!)
Dia itu temannya Rin yang berhasil melewati lingkungan yang rumit. Kaede bilang utang budinya masih belum lunas, tetapi Rin tentu saja tidak merasa kayak gitu. Tanpa dukungan Kaede di masa kelas sebelas mereka, Rin mungkin tidak akan bisa jadi Ketua Komite Disiplin. Kemudian lagi, itu menunjukkan betapa bersyukurnya Kaede sebenarnya.
Pada akhirnya, keinginan terbesar Rin yaitu agar mereka berdua tetap berteman meskipun setelah utang budi ini dilunasi.
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/