Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 4 Bab 92 - Lintas Ninja Translation

baca-yumemiru-danshi-wa-genjitsushugisha-wn-ch-92-di-lintas-ninja-translation

Bab 92
Di Sebelah Sang Dewi, Bagian 2

(TL Note: Pada dasarnya cerita pada Bab ini mirip dengan Bab 90, hanya saja menggunakan sudut pandang Kei.)

[Kerja bagus. Kisah yang luar biasa!]

"Ah...!"

Ai-chan dan Aichi. Saat aku sedang asyik memonopoli kakak beradik yang sangat imut ini, ponselku dan ponsel Aichi yang ada di atas meja bergetar. Aichi, yang ada di dekat ponsel, mengangkat ponsel itu. Kami berdua tertawa kecil saat melihat isinya.

"'Kerja bagus', katanya."

"Sajocchi itu juga budak korporat, ya?"

"Apa ini sudah jadi penyakit dalam pekerjaan?"

Kata-kata yang jarang aku dengar dari orang-orang seusia kami yang tidak melakukan ekskul itu muncul. Sementara Aichi menggaruk kepalanya sambil bilang "eum, eum", aku pun membalas kesanku yang jujur.

[Sajocchi! Tidak aneh kalau siswa-siswi SMA merasa lelah! Apa ini kelelahan akibat bekerja paruh waktu?]

[Kamu benar-benar bekerja paruh waktu, bukan?]

Wah. Pedas. Aku melihat Aichi. Dia tampak agak pedas. Astaga, kayaknya dia berpikir dia bilang beberapa hal yang menyinggung. Dia masih sama seperti saat pertama kali kami bertemu... Aku rasa aku juga akan ada dalam suasana hati yang buruk kalau seseorang mengatakan itu padaku.—

[Terima kasih banyak.]

Cowok ini luar biasa.

Bukan, Sajocchi luar biasa. Memang agak menyeramkan, tetapi ia luar biasa. Hal yang membuat ini menakjubkan yaitu reaksi wajah Aichi. Wajahnya saat ini merupakan yang paling imut yang pernah aku lihat. Bolehkah aku memotretnya? Itu benar, sulit untuk memotret diam-diam... ...Kalau begitu dari depan! Uhehe! Hei, apa mereka menyadarinya?

"Eh, eh, mengapa ia berterima kasih padaku?"

Tidak, eum, iya.

Aku kira Sajocchi mungkin serius soal itu. Kadangkala ia menunjukkan keyakinannya pada Aichi dengan terang-terangan. Aku pikir cacian Aichi cuma "kata-kata" buatnya saat ini... tetapi aku tidak bisa mengalahkan cintanya Sajocchi pada Aichi. Mana mungkin buatku untuk merasakan kata-kata apapun sebagai hadiah. Tidak, mungkin Sajocchi juga agak konyol...

Sambil tertawa, aku menjawab, [Aichi mengalami kesulitan untuk membalas, tuh.] dan Aichi berterima kasih sambil tersenyum malu-malu. Sajocchi? Aichi imut sekali, apa yang akan kamu lakukan? Apa yang akan kamu lakukan? Bolehkah aku memonopoli Aichi saat ini? Nihihi.

"Oh, benar juga... ...Airi."

"Hmm~?"

Saat Aichi dan aku duduk di sofa dengan Ai-chan di antara kami, Aichi tampak seperti baru saja kepikiran akan sesuatu yang menarik dan memberikan ponsel pintarnya pada Ai-chan.

"Ini 'Sajou', kamu mau ngomong sesuatu padanya?"

"Apa kamu yakin...!?"

Seriusan? Aichi, apa kamu serius? Aku agak terlalu iri dengan hal itu. Kalau memang benar begitu, mungkin aku mesti pulang sedikit lebih lambat. Malahan, Aichi pasti akan melakukan hal yang sama kalau aku bergegas pulang saat ini...! Oke! Aku akan bertanya padanya saat aku sampai di rumahku!

[Sajiwiya]

"Hmm 'hmm'...!"

Dia terlalu imut sampai-sampai aku mesti  menahan diri secara refleks. Kalau aku tertawa dan menjerit kesakitan di saat yang sama, tenggorokanku akan mati. Aku mau mengusap pipi Ai-chan, tetapi... Saat aku menoleh sekilas, Aichi udah melakukannya. Hei, bolehkah kalau aku membawa pulang Ai-chan hari ini? Apa kamu terlalu menyayanginya, Aichi?

[Sajou belum?]

Aku juga membantu Aichi dengan kata-kata yang aku kirimkan padanya. Sajocchi? Kamu tidak mungkin tidak menyadari identitas sebenarnya dari pesan-pesan imut ini, bukan?

[Aku akan membawa banyak camilan.]

"Apa? A-Apa yang kamu lakukan...!?"

"Ehehe."

Aku merasakan emosi yang tidak dapat aku ungkapkan dengan kata-kata. Ini berjalan dengan bagus, Sajocchi, Ai-chan akan merasa senang. Tetapi Aichi sangat kesal. Maaf, tetapi ku terlalu terburu-buru, jadi aku akan menindaklanjutinya.

[Ai-chan, dia hampir lupa soal Sajocchi untuk sementara waktu (ngakak)]

[Saat aku bilang orang yang menggendong Airi, nama Iihoshi-san yang muncul...]

[Mustahil.]

Aku bisa membayangkan wajah Sajocchi yang kecewa. Aku penasaran apa Aichi juga merasakan hal yang sama, dia dan aku saling bertatapan dan tertawa. Aku rasa itu bagus karena Aichi sudah belajar untuk lebih pendiam pada Sajocchi. Beberapa waktu yang lalu dia tidak bisa mengikuti perubahan sikap pada Sajocchi. Jujur saja, aku tidak tahu alasannya. Tetapi bisa saja itu merupakan situasi di mana ia bisa berubah pikiran...

[Apa yang dia ingat?]

[Dia bilang kamu punya rambut yang aneh...]

[Terima kasih banyak.]

"Eh!? Mengapa!?"

Sajocchi...., kamu salah dalam menggunakan  "Terima kasih". Aichi jadi benar-benar kebingungan. Ada baiknya, kamu lebih marah pada Aichi karena kamu dibilang "punya rambut yang aneh". Kalau kamu marah, Aichi akan mendengarkanmu. Sebaliknya, kalau kamu tidak marah, Aichi tidak akan berubah pikiran, bukan?

"E-Eum..."

"Aichi, Sajocchi cuma bersikap bodoh."

"Be-Benarkah begitu?"

Dasar Sajocchi bodoh. Aku tidak akan memaafkanmu karena kamu telah mempermainkan hati Aichi yang polos. Aku akan memanggilmu kemari dan memperlakukanmu seperti "ayah yang sedang liburan". Terimalah seluruh tenaga dari Ai-chan! Tunggu sebentar, bukannya itu hadiah? Aku kira Aichi akan bahagia apapun yang terjadi.

Sajocchi-lah yang terpilih (jadi orang mesum).

"Sajou belum~?"

"Eum, ia ada di mana sekarang...?"

Benar juga! Kita sudah mengobrol, tetapi ia tidak kunjung datang? Ai-chan menantinya! Bukannya tugasnya sebagai seorang ayah untuk buru-buru kemari? Ia bukan ayahnya, Aichi itu teman serumahku, bodoh!

...Tunggu, tenanglah! Kalau Aichi itu teman serumahku. Itu berarti Ai-chan itu adik angkatku. Ini sudah jadi suatu keharusan. Eh? Meskipun aku tenang-tenang saja, hasilnya tidak akan berubah. Karena aku bisa menggendong mereka berdua kapanpun yang aku mau? ...Eh? Bukannya ideku ini buruk?

Ai-chan itu seorang bidadari. Dengan kata lain, Aichi itu seorang Dewi. Hmm, begitu? Tidak sulit buatku untuk memahami apa yang biasanya dibilang Sajocchi, bukan? Tiba-tiba aku mau memeluk Ai-chan lagi. Tidak, aku benar-benar mau bawa pulang Ai-chan. Kalau Ai-chan tidak mau, maka mari kita gabungkan saja Keluarga Natsukawa dengan Keluarga Ashida dan hidup rukun—.

(TL Note: Bang Author, kalau bikin cerita dengan sudut pandang Kei yang niat, dong.)

"...Eh...?"

"Eh?"

Aku melompat ke arah Ai-chan— Saat aku hendak menggendongnya, aku mendengar suara sedih darinya. Bukan cuma suaranya, tetapi juga wajahnya, yang sedang melihat ke arah ponsel pintar Aichi, sambil menunjukkan ekspresi cemas juga.

"Eh? Eh? Apa? Apa yang terjadi?"

Jangan memasang wajah kayak gitu, Aichi. Aku tidak akan membiarkanmu! Apa yang terjadi?!

Aku kembali melihat ponsel pintarku. Di sana, lain dengan obrolan beberapa saat yang lalu, kata-kata murung dari Sajocchi muncul.

[Haruskah aku datang?]

"Hah?"

Hah? Memangnya keinginanku untuk memonopoli Aichi sampai padanya? Tentu saja tidak, aku cuma bercanda. Aku mau Sajocchi datang juga, dan aku mau bersenang-senang dengan Aichi, Ai-chan, dan Sajocchi. Mana mungkin aku tidak mau ia datang.

"...Apa Wataru tidak akan datang?"

"Tidak, ia akan datang, kok. Aku pastikan ia akan datang."

Aichi mengangkat alis matanya dengan sikap kecewa. Ai-chan menatap wajah Aichi dan mengulurkan tangannya dengan cemas. Aku merasakan dadaku merasa sesak saat melihat hal itu, dan aku mendapati diriku kesal pada Sajocchi dengan lumayan serius, meskipun itu harusnya bukanlah masalah yang besar.

Sajocchi? Sang Dewi dan bidadari khawatir, loh. Apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu tidak akan datang? Kamu akan datang, bukan?

[Eh? Datang saja, apa yang kamu bicarakan?]

[Ah, iya.]

Balasanmu seperti anggukan. Tidak, bukan itu yang aku mau. Sebaliknya, kamu mesti jawab apa kamu akan datang atau tidak. Kamu tidak boleh membuat Aichi merasa gelisah.

Eh? Apa kamu tidak tahu kalau ada aura "ingin bertemu denganmu"? Terakhir kali kita bertemu di sekolah, Aichi jadi gila, ya? Apa itu membuatmu berpikir begitu? Sulit dipercaya kalau Sajocchi sangat tidak percaya diri. ...Aku tahu saat kamu bersikap jutek padaku, jadi aku dapat memakluminya, tetapi... apa cuma itu? Paling tidak aku pikir Sajocchi agak mendingan, ia itu orangnya seru kalau diajak berteman. Ia terkadang memang bisa agak menjengkelkan.

Mengirim pesan seperti ini memang tidak ada gunanya. Aku kehilangan kata-kata, dan saat Aichi mencoba untuk bicara, dia mungkin lupa waktunya. Kita mesti bertemu dan bicara secara langsung padanya. Kalau tidak, mereka berdua akan terus kayak gini selamanya.

"...Aku penasaran apa itu mengganggunya."

"Sajocchi...!"

Dasar kamu, jawablah dengan cepat, kalau tidak aku akan patahkan kepalamu! Jangan bercanda, Akan aku paku kepalamu, b*jingan! Aku agak iri karena Aichi merindukanmu!

[Eh? Apa kamu akan datang?]

[Aku akan datang. Aku sedang dalam perjalanan.]

[Iya, oke.]

Begitu dong, harusnya kamu bilang itu dari awal. Apa yang membuat cowok ini menahan diri? Kamu bisa datang ke rumah cewek yang kamu sukai dengan alasan yang kuat, jadi tidak usah dipikirkan lagi! Hah? Masih di rumah? Apa yang kamu bicarakan?

Bersiaplah dalam 40 detik!

Author's Note:

"—39, 38, 37." *Serius.

"...?"

Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/

Baca juga dalam bahasa lain:

Bahasa Inggris / English

←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama