Bab 80Identitas Aslinya
Sasaki-san yang aku kenal, tidak banyak menunjukkan kegembiraan dan selalu punya citra yang anggun. Kadang-kadang dia memang membuatku merasa gemas sampai-sampai menunjukkan suasana hatiku yang genit, tetapi aku kira itu cuma "aura" dan dia bukan tipe orang yang melompat-lompat dan bercanda seperti seorang cewek lugu.
Dan itulah kegembiraan tersendiri buatku... ...aku merasa sangat tersanjung, aku mau melayaninya seumur hidupku. Aku kira dia lebih tua dariku, karena itu aku bisa membuat lelucon soal dia yang tampak dewasa dan lain sebagainya, tetapi siapa sangka Sasaki-san, yang ada di level yang sangat tinggi, ternyata merupakan seorang siswi SMP... ...Aku tidak bisa bilang sesuatu yang konyol lagi...
Sasaki-san yang datang menghampiriku. Dia mengingatkanku pada anjing peliharaan yang bertemu kembali dengan majikannya untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Kalau dia duduk di sana tidak berdaya, aku takut dia akan menjilatiku. Meskipun bukan itu masalahnya, aku merasa itu tidak pantas buatku untuk menerima perendahan harga diri dari dua orang di sampingku, jadi aku berdiri dan menyapa Sasaki-san.
"E-Eum... ...Aku terkejut ternyata kamu masih SMP. Aku memang tidak bertanya padamu secara spesifik soal usiamu, sih. Jadi aku kira kamu itu lebih dewasa."
"Astaga, makanya aku bilang padamu. Aku ini cuma anak kecil sampai saat ini — Tidak, mungkin aku masih anak-anak kalau dibandingkan denganmu, Sajou-san..."
"Tidak, bukan begitu. Aku salah paham denganmu. Aku tidak menyadari kalau kamu itu seorang siswi SMP sama sekali, soalnya kamu tampak terlalu dewasa."
"Fufu... ...benarkah begitu?"
Euh... ...Saat aku salah mengira kalau dia itu memang seorang cewek yang sudah dewasa, Sasaki-san tiba-tiba dia tampak seperti seorang siswi SMP. Malahan, aku merasakan kesenjangan dalam gerakan feminim itu, tetapi malahan, itu berarti dia sesuai dengan usianya... ...Wah, aku jadi merasa senang, sekaligus sedih. Aku kira dia lebih tua dariku, dan karena aku kira aku cuma cowok SMA buatnya, jadi aku dengan santainya melontarkan kalimat-kalimat untuk menggodanya. Bukannya itu gawat?
"Karena kamu datang ke SMA ini, apa itu berarti kamu mau akan mengikuti ujian untuk masuk ke sini, Sasaki-san?"
"Iya, SMA Kōetsu punya reputasi yang bagus, termasuk yang teraman di kota. Itu juga merupakan SMA yang direkomendasikan oleh Ayah. Selain itu..."
"Selain itu?"
"—Selain itu, Sajou-san sudah mengajariku banyak hal yang baik."
"..."
Apa aku akan mati hari ini?
Apa aku sudah jadi teladan buatnya? Yang benar saja, aku tidak ingat pernah melakukan hal yang baik, kecuali untuk kasus Kouta-kun. Berapa banyak buku-buku bekas yang dijual padanya? Aku tidak tahu kapan aku mengajarinya..., tetapi aku senang karena kamu menganggapku menarik.
"Euh, ...sebenarnya, kalau bisa, aku akan lebih senang kalau dipandu oleh Sajou-san..."
"Apa kamu mau berkeliling seluruh tempat lagi?"
"Aku rasa aku tidak keberatan berkeliling seluruh tempat lagi..."
Hari sudah semakin gelap. Keluarga Sasaki yang terlalu protektif pasti memberlakukan jam malam untuknya lebih awal. Jadi, mana mungkin aku mengajaknya berkeliling SMA saat ini, bukan?
"Bagaimana SMA Kōetsu menurutmu? Apa kamu tertarik?"
"Iya. Setelah berkeliling hari ini, aku sudah punya keputusan yang bulat kalau aku mau bersekolah di SMA ini. Aku pastikan akan lulus ujian...!"
"Jadi, Sasaki-san akan jadi kouhai-ku, dong... ...Rasanya kurang tepat, bukan? Aku kira kita ini mungkin seumuran dengan perbedaan usia yang rendah."
Aku lebih menganggap dia seorang mahasiswi, ketimbang cewek yang lebih muda dariku.
"Eh? Benarkah begitu? Kalau begitu, aku mesti berlatih selagi masih bisa."
"Eh, berlatih...?"
Sasaki-san tampak terkejut dengan kata-kataku, dia mengepalkan tinjunya dengan antusias, dan menatapku seakan-akan dia punya ide yang buruk. Karena beberapa alasan, aku punya firasat yang bagus soal ini, tolong jangan potong keberuntunganku lebih jauh lagi..., ...Bagaimana nasibku di sisa tahun ajaran ini? Apa aku akan tertabrak mobil atau semacamnya?
"—Aku harap aku bisa bekerja sama denganmu di masa depan, Sajou-'senpai'."
"Geuh..."
Aku merasa seperti ingin menangis.
"Senpai" ...ya? Itu kata itu terdengar baru. Saat masih SMP, aku tidak punya kouhai yang memanggilku "Senpai". Aku agak terharu. Tidak ada cara yang lebih indah untuk memanggil seseorang yang lebih tua selain kata "Senpai". Saat kalian punya seorang kouhai yang mengagumi kalian, maka rawatlah dia dengan baik. Kalau dia bergantung padaku, aku akan melakukan yang terbaik untuk menanggapinya.
"Iya, aku harap aku bisa bekerja sama denganmu. Sasaki-san."
"Euh, bukan kayak gitu, Senpai."
"Eh?"
"’Ah, aku harap bisa bekerja sama denganmu. Fūka!’, harusnya begitu!"
"...Apa kamu pernah baca novel romansa sebelumnya?"
"Begitulah —Ah!? A-Aku sudah ketahuan, deh!"
Jangan konyol, Mbak.
Memanggil seorang cewek pada level ini dengan nama panggilannya secara mendadak itu cukup ketinggian, meskipun itu untuk seorang kouhai. Fakta bahwa aku memanggil Natsukawa dengan nama keluarganya dan bukan nama panggilannya itu bukan cuma karena aku ini bukan pacarnya saja... ...itu juga karena dia itu 'terlalu luar biasa'. Kalau saja Sasaki-san tidak bersekolah di SMP khusus putri, dia mungkin akan membuat sebagian besar teman sekelas cowoknya salah paham...
"Eum, jadi Sajou-san... maksudku Senpai. Siapa orang-orang itu?"
"Ups, benar juga."
Aku juga menunggu kesempatan yang tepat untuk memperkenalkan mereka, tetapi waktunya tidak pernah tepat dan aku jadi basah kuyup karena keringat dingin. Apa aku terlalu banyak berkeringat hari ini? Mengapa aku malah bergaul dengan cewek-cewek pada saat-saat kayak gini? Tidak apa-apa, apa kalian yakin kalau aku benar-benar tidak bau?
Oke, percaya dirilah, aku. Tidak masalah kalau aku mengacaukannya, aku memang tidak harusnya ada di sekitar cewek-cewek sebanyak ini. Jadi santai saja. Mari kita perlakukan dengan perasaan enteng. Jangan takut dibenci oleh mereka! Lagipula, Ashida dan Natsukawa memang sudah terbiasa melihat tingkahku.—
"Hieh..."
Aku melirik ke arah Natsukawa dan yang satunya lagi, lalu bahuku naik turun. Ashida menatapku seakan-akan dia sedang melihat binatang langka, dan Natsukawa menatapku dengan agak canggung. Apapun itu, mereka berdua tampak seperti mau bilang sesuatu. Tatapan mereka terasa menyakitkan dan menusuk seperti jarum.
"E-Eum... ...Mereka berdua ini teman-teman sekelasku.—"
'Ah! Dia ada di sebelah sana–!!!'
"...Ah!"
Saat aku hendak memperkenalkan mereka berdua dengan suasana yang canggung, aku disela oleh suara nyaring yang datang dari pintu masuk. Segera setelah aku berhenti bicara, Sasaki-san meletakkan tangannya di atas mulutnya, seakan-akan dia mengingat sesuatu. Aku melihat ke arah sumber suara itu dan melihat tiga orang cewek berseragam dari SMP Khusus Putri Mishirohama berlarian ke arah kami.
Tidak, Sasaki-san memang benar-benar tampak dewasa. Dibandingkan dengannya, ketiga cewek itu tampak kayak cewek-cewek SMP pada umumnya. Cewek-cewek itu. Mereka memang tampak biasa saja. Aku tahu kalau aku tidak sopan sama sekali. Aku memang sudah dewasa... ...dan aku merindukan masa-masa saat aku masih SMP...
"Ya ampun! Kami mencarimu karena kamu tiba-tiba menghilang!"
"Ma-Maafkan aku! Aku pikir aku mendengar suara Sajou-san...!"
"Eh!? Sajou-san. Sajou-san 'yang itu'?"
Eh, Sajou-san mana yang kamu maksud?
Apa kamu bicara soalku pada teman-temanmu di sekolah, Sasaki-san? Seriusan? Aku tiba-tiba merasa malu. Aku ini cuma orang yang sok tahu, itu berlebihan. Tung-Tunggu...? Apa mungkin aku ditertawakan di belakangku...? Aku benar-benar tidak suka itu. Aku akan menetap di rumah selama dua hari, aku serius.
"Sajou-san yang mengajarkan cara bicara dengan sopan pada Fūka-chan, yang tidak jago bicara itu?"
"Sajou-san yang mengajarkan soal kenyataan pada Fūka-chan, yang suka berkhayal di dunia manga shoujo!?"
"Sajou-san yang mengajarkan soal akal sehat pada Fūka-chan yang polos!?"
—Sajou-san yang mana itu?
Eh, apa itu aku...? Memang benar kalau dia tampak agak polos, tetapi dia tampak seperti cewek yang sangat anggun. Dia itu sudah sopan sepanjang waktu dan tidak memberikan kesan tidak banyak bicara dari awal hingga akhir... ..tetapi memang benar dia tampaknya memang suka berkhayal soal dunia manga shoujo.
"Tidak, itu tidak benar! Aku tidak suka berkhayal ataupun polos!"
E-Eh, Sasaki-san...? Bukannya suasana saat ini agak lain?
Apa ini... ...jangan-jangan Sasaki-san sengaja menggunakan nada bicara yang sopan? Tidak, iya, siswi SMP biasanya mencoba menggunakan kata sapaan kalau mereka bicara dengan siswa SMA. Aku masih tidak percaya kalau dia itu masih SMP. Aku masih berusaha keras menolak kebenaran soal fakta itu, tetapi fakta itu mulai terasa sekarang.
...Hieh, mereka semua menatapku sekaligus.
"I-Itu... ...rambutnya coklat."
"Rambutmu juga coklat, Miwa-chan..."
"Memang benar, rambutnya coklat..."
Aku memang berambut coklat... ...Eh...? Rambutku coklat? Aku sudah mengecatnya dengan warna hitam beberapa hari yang lalu dan warnanya sudah agak pudar, ya? Apa tampak coklat di bawah sinar matahari? Rambutku memang agak kecoklatan, tetapi...
"Ah, eum..."
"Ah, iya."
"Apa kamu benar-benar Sajou-san... Sajou-senpai ya!?"
"Iya, itu memang benar, tetapi..."
Dengan cara yang sama seperti Sasaki-san, mereka bertiga terpesona. Tetapi tampaknya itu berhasil, mereka bertiga tampak agak ketakutan oleh rambut coklatku tetapi saling memandang seakan-akan mereka agak kecewa. Namun, aku cukup senang dipanggil "Senpai".
"Itu... merupakan suatu kehormatan."
"Kamu sangat rendah hati, Miwa-chan..."
"Meskipun, kamu berambut coklat..."
Apa itu penting? Kamu agak berprasangka buruk pada orang berambut coklat, bukan? Aku tahu ini bukan sesuatu yang mesti dihadapi oleh siswi-siswi SMP. Meskipun, aku pikir semua orang yang berambut cokelat itu punk sampai aku masuk SMA.
"Kalian bertiga...! Ini sudah hampir senja, bagaimana kalau kita semua pulang? Bukankah begitu, Sajou-san?"
"Eh? Hmm, iya... ..Itu benar. Orang tua kalian mungkin khawatir kalau kalian pulang terlambat. Lebih baik pulang sebelum langit gelap."
"Itu benar! Itu benar! Sajou-san juga sudah bilang begitu! Permisi untuk hari ini, ayo kalian bertiga!"
"Eh? Eh—? Tung-Tunggu, Fūka-chan!?"
"Apa-apaan ini~!"
"Ah!? Tung-Tunggu sebentar, kalian bertiga!"
Sasaki-san mendorong punggung dua orang dari mereka bertiga dengan panik. Mereka menundukkan kepala mereka pada kami dan menjauh menuju gerbang sekolah. Mungkin ini merupakan waktu yang lebih bising dari yang kami duga, tetapi area ini tiba-tiba jadi sunyi setelah Sasaki-san dan kawan-kawan pulang. Aku tidak menoleh ke belakang. Aku yakin kalau aku itu cowok yang paling canggung di dunia saat ini.
Tangan kananku terasa dingin. Botol plastik yang dibasahi air yang menetes dan basah kuyup, membuat noda di tanah berbatu bata merah. Aku tidak haus, tetapi aku membiarkan suara tutup botol yang terbuka menonjolkan pemandangan itu, dan aku menyeruput es teh botol itu ke dalam tenggorokan.
Memangnya ada yang tidak terasa kayak begini?
Author Note: Ada, kok!
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Baca juga dalam bahasa lain: