Bab 46Terkejut oleh Betapa Gelapnya Itu
Natsukawa meletakkan Airi-chan dengan wajah khawatir sambil bilang, 'Kamu yakin...?', jadi aku memberinya jempol sebagai jawaban 'Oke'. Airi-chan berjalan ke arahku, membuka tangannya lebar-lebar sambil berkata 'Sekali lagi〜'. Aku berjongkok untuk sesuai dengan sudut pandangnya.
"Baiklah, ini dia!!─ Oryaaaー!! ah, Selamat datang!!"
"Kyaa~♪!"
"Hentikan, kamu itu bukan pekerja paruh waktu di beberapa toko ramen…"
Airi-chan tampaknya sudah lupa soal rasa kantuknya, dan meninggikan sorakan gembira yang keras. Semua ini memang pengalaman baru buatku, jadi saat aku melihat betapa rapuhnya keberadaannya, aku merasakan dorongan untuk 'melindunginya' yang ada di dalam diriku.
Jadi, beginilah rasanya jadi seorang ayah…?
"Huah…"
"Ah, dia kehabisan tenaga."
Setelah sekitar delapan detik, Nona Muda Airi mulai kehilangan kekuatannya.
Mungkin 'gendongan dinamis' terakhir ini, jauh keluar dari kesepian ketimbang kesenangan yang sebenarnya. Ini persis seperti saat kalian menikmati sesuatu dan mendadak merasa, 'Aku ingin melakukannya sekali lagi untuk yang terakhir kalinya'.
Dan juga, tampaknya manusia itu benar-benar jadi lebih berat setelah kehabisan tenaga. Cuma karena aku mengendurkan lenganku, Airi-chan mulai membungkuk. Tekanan yang tiba-tiba aku rasakan di dadaku, membuatku takut. Aku tidak bisa bergerak dengan bebas…
"Iya, kamu boleh memperlakukannya sedikit lebih kasar, tidak usah khawatir. Hanya saja, aku tidak akan memaafkanmu kalau kamu menjatuhkannya."
"A-ha-ha-ha, aku cuma robot, dan kayaknya ada kutu (bug) di sistemku."
"Cuma karena dia tertidur, bukan berarti tidak apa-apa untuk menjatuhkannya. Airi itu bukan bayi, tetapi seorang balita. Dia tidak akan menangis karena tiba-tiba panas atau dingin, dan dia tidak akan menangis meskipun kamu mengganggu tidurnya."
"Fueeeh!"
"Bukan berarti kamu boleh menangis! Dan jangan menirunya!"
Ups, ini tidak bagus. Aura keibuan Natsukawa menyerangku.
Tetapi… sudah aku, seorang cewek yang punya adik cewek yang masih balita itu luar biasa. Cuma dengan mengasuh sang adik setiap hari, masa depan sebagai ibu yang baik sudah terjamin.
Aku memang terus memanggilnya Dewi sebelumnya, tetapi menurutku caraku melihatnya itu masih terlalu naif. Maksudku, saat ini dia semakin dekat dengan seorang Dewi. Tidak tunggu, bagaimana kalau kamu menyebutnya… ...makhluk ilahi?
Bagaimanapun, aku masih terlalu jauh untuk bisa merawat seseorang kayak dia. Paling tidak mustahil buatku yang saat ini.
♦
Biasanya aku akan mengucapkan permisi seperti biasanya, tetapi Natsukawa... dia bersikeras mengantarku pulang.
Buatnya karena sudah melakukan sejauh itu, entah mengapa itu membuatku merasa malu…
"Iya, kamu tahu… aku baru sadar kalau kekuatan cewekmu… itu kewanitaan? Cukup menakjubkan. Tampaknya, aku tidak keberatan kalau kamu jadi ibuku."
"Hei, hentikan. Entah mengapa kedengarannya menjijikkan."
"Terima kasih banyak."
"Aku tidak memujimu!"
Itu memang sama sebelumnya, tetapi... tidak peduli apa yang aku katakan membuatnya kesal atau tidak, Natsukawa akan selalu menjawab begitu. Aku yakin itu salah satu alasan terbesar mengapa dia tidak meninggalkanku begitu saja untuk waktu yang lama… Biasanya, kamu akan mengabaikannya, bukan…? Aahh… Dewi yang luar biasa…
"Tidak ada hubungannya dengan Airi, bagaimana kalau kamu melakukan sesuatu pada kepalamu? Aku ingat kalau kamu jauh lebih khawatir soal ini sebelumnya."
"Maaf, tetapi satu-satunya hal yang dapat membuat kepalaku berevolusi yaitu mendapatkan sindrom yang cerdas. Tunggu sebentar, biarkan aku tersambar petir sekali."
"Aku tidak sedang membicarakan soal isi kepalamu… aku sedang membicarakan soal warna rambutmu!"
"Ah, ini?"
Warna rambut coklat dengan akar tampak hitam, aku bilang kalau aku 'memasang dua warna' cuma karena kedengarannya jauh lebih keren, tetapi sudah aku duga mungkin tidak enak dipandang. Apalagi saat musim panas yang panasnya cukup menyebalkan, melihat sesuatu yang setengah-setengah kayak gini, cuma akan membuatmu semakin kesal, menurutku.
"Pada akhirnya, aku akan lakukan sesuatu soal itu."
"Mmm… ...Iya, aku memang tidak akan memaksamu, tetapi jauh lebih bagus untuk melakukannya sesegera mungkin, kamu tahu? Aku merasa itu akan sedikit mengubah kesanmu."
"Aku akan mengambil jalan memutar ke apotek dalam perjalanan pulang."
Aku memang tidak tahu mengapa, tetapi kayaknya Natsukawa cukup gigih dalam banyak hal hari ini. Aku tidak bisa menahan diri untuk mengatakan iya pada kata-katanya… tampaknya aku dapat merasakan, 'Lakukanlah sesuatu dengan segera, atau sesuatu yang buruk akan menimpamu', semacam tekanan yang datang darinya. Dan karena dia bilang begitu sejauh ini, kalau aku tidak datang ke sekolah besok dengan warna rambut baru, aku akan mendapat poin negatif darinya.
"Ngomong-ngomong, di antara rambut coklat dan rambut hitam, mana yang lebih kamu sukai, Natsukawa?"
"Eh, tetapi tadi…"
"Iya, itu memang yang lebih disukai Airi-chan."
"H-Hmmm…"
"Ah….jadi?!"
Aku cuma bertanya sambil iseng, tetapi Natsukawa tampaknya menganggap itu serius, dan mendekatiku dengan tatapan tajam.
Memangnya aku apaan, semacam manekin? Apa ada sesuatu yang menonjol dariku?
Natsukawa juga tidak memikirkan jarak di antara kami dan terus menatapku.
…Iya, aku memang cuma orang biasa, seperti yang kamu lihat saat ini, Natsukawa-san. Aaah, aromamu… itu…
Setelah banyak berpikir, dia menjawabku tanpa mengubah ekspresinya.
"─Menurut apa saja di antara keduanya itu tidak masalah…"
"Kamu tidak bisa melakukan itu padaku."
"Ah… te-tetapi…"
"Hmm...?"
Tatapan Natsukawa berkeliaran ke mana-mana, dan dia melanjutkan setelah sedikit ragu-ragu.
"Kalau dulu kamu berambut coklat, hmm… aku mungkin belum memanggilmu waktu itu."
"Apa…"
'Waktu itu' ─Apa dia berbicara soal pertama kali kami bertemu dua setengah tahun yang lalu? Ah sekarang setelah aku pikir-pikir... beberapa saat setelah kami bertemu, dia bilang sesuatu kayak 'Aku kira kamu cowok yang jauh lebih serius'. Iya, tidak ada yang akan bilang begitu pada cowok yang berwarna rambut kayak gini.
"…Jadi, aku akan mewarnainya, warna yang lebih kamu suka, hitam."
"Bu-Bukannya ini yang lebih aku suka atau semacamnya..."
"Iya, aku juga tidak terlalu peduli, jadi aku akan memilih salah satu warna yang meninggalkan kesan lebih baik padamu. Pokoknya, sampai jumpa besok…"
"Wa…"
Aku melambaikan tanganku pada Natsukawa, memunggunginya dan siap untuk pulang, namun dia menghentikanku. Saat aku berbalik, dia menunjukkan ekspresi yang lain dari saat Airi-chan bersama kami, meraih lengan baju seragamku, mungkin itu mulai jadi kebiasaan buatnya.
Baiklah, izinkan aku bilang begini… bisa tidak kamu berhenti memberiku 'serangan langsung' dengan gerakan kayak gini? Apa kamu berencana untuk membunuhku? Kamu benar-benar mau aku mati perjaka…?
"─Te-Terima kasih banyak untuk hari ini, ya…"
"Jadi…"
Sangat imut…! Ups, ini buruk, aku hampir mengungkapkan perasaanku. Kalau aku bilang begitu sekarang, itu pasti akan merusak suasana. Syukurlah… tenggorokanku bisa mengendalikan diri.
"Ti-Tidak usah khawatir soal itu. Lagipula aku sudah ketemuan dengan Airi-chan yang legendaris."
"Le-Legendaris…"
Natsukawa menunjukkan ekspresi kesal.
Gawat, mungkin terdengar tidak enak buatnya. Tetapi, karena aku cuma melihatnya di foto saja sebelumnya, aku tidak bisa tidak berpikir 'Apa dia benar-benar ada?', kamu tahu. Iya, aku paham alasan mengapa dia tidak mau aku ketemuan dengan Airi-chan sampai saat ini… Kalau aku ada di posisinya, aku tidak mau menunjukkan adik cewekku yang imut itu pada seorang penguntit (aku). Satu-satunya alasan aku diizinkan hari ini yaitu karena kami sudah saling kenal selama lebih dari dua tahun, dan mungkin juga karena dia bisa melihatku sebagai 'temannya'.
Meskipun aku merasakan dorongan untuk menggodanya, karena jarak di antara kami sudah begitu buruk buat jantungku, aku tidak melakukannya.
Jadi, persis seperti yang aku bilang pada Natsukawa, alih-alih langsung pulang, aku pergi ke apotek untuk membeli pewarna rambut.
♦
"─Iya, ini memang benar-benar bau."
"Kita sudah selesai makan malam, jadi tidak apa-apa, bukan? Sudah dapat izin dari Ibu juga."
"Paling tidak tutup pintu ruang cucinya…"
Aku penasaran mengapa aroma pewarna rambut sangat busuk begini. Bisa tidak sih mereka membuatnya lebih harum dari aroma buah? Aku pun tidak bisa mencubit hidungku karena sarung tangan vinil di tanganku. Dan sekarang aku mesti tetap kayak gini selama dua puluh menit, ya…
Sambil mengeluarkan kuas, Kakak melihat kertas instruksi yang aku taruh di sebelah wastafel, membaca kata-kata di sana.
"Hmm? Coklat tua? Kamu mau menggantinya jadi hitam?"
"…Itu benar-benar hitam, ya? Aku memang tidak masalah balik lagi jadi warna hitam, tetapi mereka tidak punya itu… I-Ini bukannya aku mau membelinya karena 'coklat tua' itu terdengar keren."
"Ini cukup gelap, terutama pada awalnya, akan tampak gelap gulita."
"…?"
Hmm? Hitam itu ya hitam, bukan? Jadi, ada lagi warna yang lebih gelap dari hitam…? Itu terdengar keren. Jiwa chūnibyou-ku terasa seperti berkobar-kobar, saat Kakak berjalan berputar-putar di sekitarku dan mengerutkan keningnya.
(TL English Note: 'Chūnibyou' pada dasarnya yaitu saat kamu sangat suka berkhayal soal punya kekuatan istimewa, ini kebanyakan terjadi pada anak SMP karena itulah juga disebut sebagai 'sindrom kelas 8')
"Kamu sangat payah. Jadinya nanti bakalan tidak setara."
"Ehhh…?"
"Pindahlah. Dan minggirlah."
Kakak berjalan di antara aku di cermin, mengeluarkan sarung tangan dari laci, dan ─Tunggu, Sarung Tangan Karet…? Aku punya firasat buruk soal ini… apa ini cuma imajinasiku──Ah, hei…!
"Akar rambutmu itu warnanya hitam, jadi jangan lakukan ini sembarangan."
"Ahhh! Aduh aduh! Woi, Kakak terlalu kasar! Kakak akan merusak rambutku!"
"Tidak apa-apa, asalkan kamu tidak botak, bukan? Segala sesuatu di dunia ini merupakan warisan turun temurun, kamu tidak akan masalah. Mereka yang botak akan tetap botak, meskipun kamu berusaha mencegahnya atau mencoba beberapa perawatan untuk menumbuhkannya lagi, sesuatu yang tidak akan berhasil tidak akan pernah berhasil."
Ah, hei, kakakku sayang? Kakak bilang begitu kayak Kakak tidak terlalu peduli sama sekali, bukan?! Lebih dari botak atau tidak, ini sakit banget, loh! Itu akan tidak apa-apa, bukan?! Benar?! Hei!? Aku tidak mau botak meskipun itu cuma sebentar!!
Sedikit waktu berlalu begitu, saat aku melihat beberapa helai rambut tersangkut di sarung tangannya, yang aku lihat melalui cermin, aku merasa kasihan pada rambutku yang rontok.
"─Lihat?"
"I-Iya, Kakak benar, warnanya memang hitam… Bukannya itu terlalu hitam?"
"Sudah Kakak bilang, kan. Iya, itu akan tetap kayak gini selama sepekan. Meskipun itu akan balik normal setelah dua hari kalau kamu mengeramasinya secara menyeluruh."
Pewarnaan rambut berakhir, dan setelah dikeramas dan dikeringkan, rambutku benar-benar tampak hitam. Namun, itu memang jenis hitam yang tidak beraturan. Ke tingkat di mana itu mungkin tidak akan memantulkan cahaya. Aku membayangkannya menjadi sedikit lebih hitam biasa… Iya, sejauh yang aku sentuh, rambutku masih terasa sama persis seperti saat aku sebelumnya mewarnai rambutku jadi coklat.
Keesokan harinya, Natsukawa bilang, 'Ah, kamu mewarnai rambutmu', dan aku mati. ※Sebenarnya tidak.
Author Note:
"Ah, kamu mewarnai rambutmu."
"Bagaimana menurutmu? Itu tampak cocok buatku, bukan?"
"…Aku tidak bilang begitu."
(Aaa, imut sekali!!)
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
←Sebelumnya Daftar Isi Selanjutnya→