Bab 42Tidak Nyata
"—Eh?"
"Ka-Kayak yang aku bilang…! Ka-Kalau kamu tidak apa-apa dengan itu, maka─"
Aku membantai semua keinginan kotorku dengan luapan emosi yang cukup kuat buat mengobrak-abrik ragaku, dan tepat saat aku mau memakai sepatu luar, aku menjatuhkan sepatu pantofelku ke lantai. Dan lebih dari yang aku kira, itu menggelinding cukup jauh, jadi aku pergi buat mengambilnya, menunjukkan sisi payahku padanya.
Eum, Natsukawa-san...? Maksudmu, 'hari ini'…? Yang benar…?
Benar-benar dadakan─ ─Tidak, mungkin ini tidak dadakan? Aku benar-benar mengabaikan kemungkinan kalau dia akan mengajakku ke rumahnya, berduaan saja. Padahal, aku belum pernah kepikiran kalau itu akan terjadi hari ini.
"Eh…? ...Hmm…? Bukannya kamu bilang kalau kamu mesti menyiapkan beberapa hal terlebih dahulu?"
"I-Itu… ...aku, aku mesti mempersiapkan mentalku sendiri dulu."
"I-Imut."
"Ber-Berhentilah memanggilku imut, dasar bodoh!"
"Maaf, libidoku barusan…"
"…Kei juga bilang kata yang sama sebelumnya, tetapi apa maknanya itu…"
Eh, Ashida juga bilang kata yang sama…? Ashida merasakan libidonya pada Natsukawa? Apa itu berarti aku ini saingannya selama ini? Iya, aku dapat mencium aroma kasih sayang cewek-cewek di udara.
Ah, Ashida, kamu tidak usah pedulikan aku, aku akan mundur, kok, jadi tolong keluarkan saja libidomu sesukamu! Aku suka itu! Hanya saja, silakan lakukan di depanku.
Tidak, aku rasa aku tidak dapat bilang atau meminta sesuatu yang sangat mewah kayak gitu. Aku sudah terlalu diberkahi karena Natsukawa sebenarnya datang buat bicara padaku. Ngomong-ngomong, kapan aku dapat mendapatkan tiket buat ajang jabat tangan?
…Terus? Apa aku akan mengunjungi rumah Natsukawa saat ini? Yang benar? Bukannya ini sangat buruk? Mungkin ini yang Ashida maksud dengan 'buruk'? Kalau begitu, ini sangat buruk. Ngomong-ngomong─ Mestikah, aku membelikan sekotak permen untuk Airi-chan? Hmm… ...sesuatu kayak 'HimoQ'?
(TL English Note: 'HimoQ' merupakan nama asli dari makanan ringan di Jepang, ini merupakan tali bergetah yang panjang.)
◆
Perjalanan pulang ini terasa nostalgia. Meskipun, hal-hal semacam ini memang belum lama ini terjadi, tetapi emosi semacam ini memenuhiku. Berapa kali aku berjalan pulang ke rumah di sebelah Natsukawa sejak Bulan April? Iya, aku memang cuma mengejarnya. Hahaha.
Bagaimanapun, satu-satunya perbedaan saat ini yaitu Natsukawa tidak berjalan di depanku, melainkan di sampingku. Itu membuatku merasa agak sadar diri dan malu.
"Hei, Natsukawa."
"A-Apa?"
"Lebih dari yang aku kira, aku sangat gugup sampai-sampai rasanya aku kepingin wafat saja."
"Me-Mengapa kamu gugup!?"
"Karena aku cuma berduaan denganmu sekarang."
"A-Apa…!?"
"Kamu tidak tahu? Lihat nih kakiku, kakiku ini akan menyerah."
"...Itu gemetaran."
Kamu tidak perlu bilang itu keras-keras. Kamu tahu bagaimana perasaanku padamu, bukan? Apa dia tahu apa yang aku rasakan saat ini? …Aku merasa kayak sedang ada di surga, namun aku disiksa. Rasanya memang kayak aku sudah kenyang, tetapi tiba-tiba ada yang menaruh hamburger favoritku, apalagi yang besar, di depanku.
Kemudian lagi, itu mungkin terjadi karena aku tidak mempersiapkan diri secara mental dengan benar. Itu kesimpulanku soal situasiku, Sersan! Ini bukan waktunya buat bersikap tenang dan menerima segalanya, maksudku ini bukan waktunya untuk bercanda. (Bersemangat)
"Kamu tidak usah terlalu gugup…"
"Koreksi, kegugupan ini berubah jadi kekuatan."
"Be-Begitu ya…"
Benar, pikirkan soal itu. Ini bukan perkembangan yang erotis. Natsukawa barusan akan mengenalkan aku pada adiknya. Cuma itu saja. Kami cuma pulang bersama begini ini sekadar prosedur buat mencapai tujuan ini. Artinya, situasi ini kayak transaksi bisnis.
Dengan begitu, apa yang mesti aku bicarakan di sini? Tentu, aku mau bertanya sesuatu kayak, apa aku boleh tahu di mana kamu tinggal? Apa kamu yakin kamu mau membiarkanku masuk? Tetapi, kalau aku menanyakan hal itu padanya, itu akan membuat kami kembali ke 'Jadi, mengapa aku tidak diizinkan sebelumnya?', Makanya itu bukan pilihan pertanyaan yang tepat. Aku yakin itu cuma akan membuat Natsukawa merasa berkonflik lagi, jadi aku perlu membahas hal yang lain.
"…Cewek macam apa adikmu? Begini, aku cuma melihat fotonya. Ngomong-ngomong, Kakak itu kayak seekor gorila."
"Kamu sudah berbaikan dengan kakakmu, bukan…?"
"Aku rasa kayak gitu. Lagipula aku sudah menyuap Kakak dengan beberapa bakpao."
"Apa yang kamu lakukan?! Kamu cuma akan membuat kakakmu marah!"
Natsukawa berteriak marah padaku.
Iya, dia itu memang imut, bukan?
Tentu saja, aku tidak menyuapi Kakak langsung. Lagipula, primata itu memasukkan bakpao ke dalam mulutnya dengan sukarela.
Tetapi, itu cuma salah satu dari banyak cara bagaimana mestinya kami berdua adik-kakak, aku rasa? Kayak kami saling melaporkan soal apa yang terjadi akhir-akhir ini, kayak linimasa. Maksudku, bukannya banyak adik-kakak di luar sana yang akan melakukan hal yang sama kayak kami?
"Kami lebih sering bicara dengan tinju ketimbang kata-kata. Itu cuma bagaimana kami mengekspresikan kasih sayang kami satu sama lain, itu cuma sentuhan kulit biasanya. Belum lagi Kakak yang jujur pada perutnya… ...Meskipun aku tidak tahu bagaimana perasaannya."
Kalau dipikir-pikir, aku satu-satunya cowok di seluruh dunia ini yang melihat perutnya yang terbuka. Kalau itu cowok lain, bukannya itu sangat berbahaya? Kalau dia itu Natsukawa─ ─ Tidak, jangan. Jangan sekarang! Atau kalau tidak, itu akan berbahaya nanti.
"Be-Begitu, ya? Aku rasa sentuhan kulit semacam itu juga ada, ya…"
"Aku ini senpai-mu dalam urusan hubungan adik-kakak. Begitu adikmu menyuapimu bakpao, beri tahu aku. Aku akan berusaha yang terbaik buat memberimu beberapa saran."
"Mana mungkin Airi melakukan hal semacam itu. Tidak hari ini, tidak juga di masa mendatang. Tidak akan pernah."
Kamu mungkin tidak pernah tahu. Bahkan anak kecil pun dapat berubah dalam sepuluh tahun ke depan. Begini, tidak kayak Kakak akan selalu jadi gorila juga, sih─ ─Tunggu, itu aneh… ...Aku rasa begitu? Maksudku, Kakak pernah menyuruhku melakukan sesuatu yang mustahil kayak membuat satu putaran saat aku sedang bermain ayunan.
"Airi itu… ...Iya. Airi itu bagaikan…"
"Hmm?"
"─Seorang bidadari."
"Iya, aku tahu betapa kamu menyayanginya."
Dia tidak bohong. Belum lagi aku kenal senpai lain yang suka memanjakan bidadari tertentu di sekolah. Makanya aku dapat menebak seberapa besar Natsukawa mengagumi adiknya. Iya, dari foto yang sangat imut yang pernah aku lihat itu, bukan berarti aku tidak tahu dari mana asalnya.
"Terus? Apa hal terbaik yang kamu sukai darinya?"
"Eh? Eum… ...Bagian di mana dia merasa nyaman di dekatku."
"Eh, apa itu sesuatu yang dapat kamu ceritakan?"
"Begini, saat aku menggendongnya, dia mempercayakan dirinya padaku dan bersandar padaku… ...dan lalu dia rileks dan langsung tertidur."
"..."
Mmm… ...Imut! Natsukawa yang nadanya jadi lembut setiap kali dia berbicara soal adiknya itu sangat imut! Tunggu, apa dia pernah menunjukkan wajah yang baik padaku?! Aku belum pernah melihat ekspresi ini padanya, meskipun aku sudah ada di dekatnya selama bertahun-tahun, bukan?! Yang benar saja, deh… apa aku akan mati hari ini?!
"…Cuma buat memberi tahumu, tetapi jangan berharap aura abang akan keluar dariku seperti yang kamu lihat pada Sasaki. Lagipula, aku belum pernah benar-benar berinteraksi dengan anak-anak."
"Ah… ...Itu benar. Lagipula kamu itu seorang adik…"
"Apa kamu mungkin, mengharapkan sesuatu semacam itu dariku?"
"Ti-Tidak, aku tidak mengharapkan itu, kok! Jangan mulai terbawa suasana, deh!"
"Iya, hmm, begini, aku mau mendapatkan rujukan soal bagaimana sikap Sasaki pada Airi-chan…"
"…Saat ini, kamu segera berusaha menurunkan rintangan pada dirimu sendiri, ya… Iya, bersikaplah kayak biasanya saja."
Maksudku, aku tidak mau dibenci… Bertindak kayak yang biasanya aku lakukan? Kayak apa yang boleh dilakukan? Kamu terus menyebutku menjijikkan dalam apapun yang aku lakukan, bukan?
Tidak juga, bagaimana dapat aku membuatnya menyukaiku? Aku tidak tahu bagaimana bergaul dengan seorang anak kecil yang aku temui untuk pertama kalinya. Apa aku akan baik-baik saja? Buat siapa saja yang bertemu denganku buat pertama kalinya, warna rambutku mungkin tampak kayak gangster, bukan? …Ah, ini memang sangat buruk…
"Eum, Natsukawa-san…"
"A-Ada apa?"
"…Boleh tidak aku pulang saja sekarang?"
"Ha-Hah?! Kamu baru bilang itu saat ini?!"
"Karena aku merasa kegugupan ini hampir membuatku kewalahan, loh…"
"Jangan bilang 'loh' padaku! I-Itu karena kamu terus bilang kayak gitu!"
"Euh..."
Meskipun aku tidak merasa sakit hati tidak peduli apa yang dikatakan Natsukawa padaku sebelumnya, mendengar argumen objektif semacam itu membuatku merasa lemah. Ah, harga diriku...! Harga diriku jadi menghilang…! Aku merasa kayak ada dalam tahap beracun saat ini, secara bertahap kehilangan nyawaku…!
"I-Ikut saja denganku! Karena kamu sudah sampai sejauh ini, aku tidak akan membiarkanmu pulang saat ini!"
"Ah, hei…"
Dia memegang lenganku dan menarikku ke jalan berbeda yang akan selalu aku ambil.
Di depan jalan ini pasti rumah Natsukawa. Ups… ...fungsi pemetaan di kepalaku dimulai dengan sendirinya, meski aku menentangnya. Lagipula, tubuhku masih punya Natsukawa dengan sepenuh hati, bukan? Maaf, seluruh penggemar Natsukawa di luar sana… ...Hari ini, aku akan pergi ke rumah Natsukawa.
"Ah..."
"Jangan menggeram dengan suara pelan begitu! Kamu tidak usah segugup itu…"
Pertama-tama, aku akan masuk ke dalam rumah cewek yang aku cintai selama ini… ...kamu paham, bukan? Kamu, tidak mengerti? Kalau begitu, tolong lakukan! Kamu tahu perasaanku bukan, Natsukawa-san…! Aku senang sih, tetapi juga tidak senang! Aku ketakutan! Takut pada 'Onigashima', kepulauan iblis mitologis!
(TL Note: Referensi One Piece?)
Dan juga, bagaimana kalau aku bertingkah mencurigakan dari awal sampai akhir...? ...Kalau itu terjadi, tidak ada pilihan selain menjaga jarak lebih jauh dengan Natsukawa... Karena sulit buatku, loh... ...Ah, apa ini 'itu'? Apa ini yang dia maksud dengan menjijikkan...?
"Natsukawa... ...Aku tahu ini agak terlambat buat bilang begini, tetapi ternyata kamu juga dapat terang-terangan menyeret cowok ke rumahmu, ya."
"Ja-Jangan bilang kalau aku sedang 'menyeret' orang lain!"
"Hmm, menurutku situasi kita saat ini masih sangat buruk…"
"Euh…"
Ini buruk. Aku tahu kalau aku pernah bilang kalau aku akan lakukan apa saja dan pergi ke mana saja demi dia, tetapi sisi realistisku berteriak dan menyuruhku untuk lari dari situasi ini. Aku tidak dapat tinggal diam dan ikut saja, bukan? …Ah, yang mesti aku lakukan itu cuma diam, diam dan diam.
"…Me-Memangnya apa yang aneh soal itu?"
"…Eh?"
"Ka-Kamu selalu ada di sekitarku selama dua setengah tahun, bukan?! Jadi, apa yang aneh dari aku mengajakmu ke rumahku… ...Sama sekali tidak aneh, bukan?!"
(TL Note: Hmmm 🤔)
"Ini tidak… aneh? Tidak aneh, tidak aneh, kok…"
"E-Eh…?!"
Itu benar… Kalau dipikir-pikir lagi, itu akan hampir sekitar dua setengah tahun, ya…? Benar, kayak yang dibilang oleh Natsukawa. Meskipun aku itu lawan jenis, tidak aneh buatnya untuk mengajakku ke rumahnya… ...bukan?
Jujur saja, aku terkejut saat mengetahui kalau Natsukawa sebenarnya sadar akan waktu kami bersama. Karena aku merasa jarak di antara hati kami itu sangat jauh, aku tidak sadar kalau kami sudah 'nongkrong' atau 'bersantai' bersama.
(TL Note: Iya, MC cuma merasa kalau ia mengejar Aika dan tidak benar-benar menghabiskan waktu bersama.)
Karena dia sudah bilang begitu, aku cuma dapat menahannya. Aku pasti dapat melakukannya, pasti dapat. Perutku sakit karena gugup? Ini 100 kali lipat lebih menyakitkan ketimbang saat Kakak meninju ulu hatiku. Akal sehatku, bertahanlah…! Aku cuma perlu menggunakan keterampilan rahasiaku saja, 'Lari dari kenyataan' tiga kali lipat!!
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga dalam bahasa lain:
Baca juga: