Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 1 Bab 2 - Lintas Ninja Translation


Yumemiru-2

Bab 2
Kondisi Buruk

Mata pelajaran pertama berakhir tanpa adanya insiden apapun.

Aku memang dapat mengerti maksud dari mempelajari Bahasa Jepang Modern, tetapi aku tidak dapat mengerti maksud dari mempelajari Bahasa Jepang Klasik dan Bahasa Jepang-Mandarin. Aku penasaran mengapa aku perlu mempelajarinya saat aku tidak akan pernah menggunakan kata-kata, yang telah lama hilang, dalam kehidupan sehari-hariku. Kalau mereka mau mengajari pelajaran moral yang dapat dipelajari dari Cerita-Cerita Pendek Bahasa Mandarin Klasik atau Bahasa Jepang Klasik, apakah aku satu-satunya murid yang mau guru itu mengajari kami setelah menerjemahkannya ke dalam Bahasa Jepang Modern dari awal?

"Huft..."

Aku belum beristirahat sejak tadi pagi, kamu tahu?

Sambil memikirkan hal itu, aku berjalan keluar koridor saat aku ingin pergi ke kamar mandi, tetapi Aika sudah berjalan satu langkah di depanku.

Lalu, tepat ketika mata kami saling bertatapan, dia tiba-tiba memasang wajah terkejut.

"Hei! Jangan mengikutiku!"

"Ah, tidak, aku cuma mau pergi ke kamar mandi."

"A... Apa!?"

Aika terdiam di tempat.

Dan aku dapat merasakan suasana yang canggung. Mungkin saja dia menyadari kalau dia telah salah paham padaku, wajahnya memerah.

"Katakan lebih awal, kalau begitu!"

"O-Oke..."

Sikapku saat ini agak berbeda dari yang biasanya, tetapi tetap saja, kalau seorang cowok menyatakan "Aku mau pergi ke kamar mandi!" pada seorang cewek, ...si cewek akan bingung harus bereaksi bagaimana.

Sambil membayangkan hal itu di pikiranku, aku melewati Aika yang tidak bergerak dari tempatnya.

Dan, ketika aku sampai ke pintu masuk toilet, aku diseret oleh Yamazaki dan beberapa siswa lainnya dari kelas yang sama.

"...Apa yang terjadi pada kalian?"

"Kalian, ya... apakah kamu sedang membicarakan soal aku dan Aika?"

"Iya, aku penasaran apakah kalian sedang bertengkar?"

Yamazaki bertanya sambil menyeringai. Matanya tampak seperti seseorang yang yang telah menemukan sesuatu yang menarik.

...Iya, aku sendiri pun ingin tahu lebih banyak soal itu...

"Bertengkar seperti biasanya, ya?"

"Hmm, iya... Itu benar, kalian bisa bilang begitu."

Ia merasa teryakinkan ketika aku dengan tenang bilang begitu. Tetapi satu cowok lagi tampaknya masih belum yakin. Cowok itu mendekatiku seakan-akan ia ingin menelusuri lebih jauh. Ia menatap ke arahku dengan tampang seorang penjelajah.

...Hei, jangan terlalu bersemangat! Napasmu itu sangat berat saat ini!

"Tunggu, bukankah Natsukawa selalu memarahimu? Dan bukankah kamu selalu berusaha terlibat dengan Natsukawa tanpa memperhatikan apa yang dia katakan?"

"Iya, itu benar."

"Iya, itu benar? Apa? Kamu..."

Sekarang setelah dipikir-pikir lagi, itu benar. Bahkan ketika aku melihat reaksi menjijikkan Aika, aku tidak pernah berpikir, "Mari kita menyerah saja!" atau semacamnya. Meskipun dia marah, aku mungkin senang kalau dia mengarahkan emosinya padaku secara blak-blakan. Itulah seberapa besar aku menyukai Aika... ...Hmmm? ...Menyukai?

"Hei, apakah aku tampak seperti orang yang menyukai Aika?"

"Hah, apa yang kamu bicarakan? Bukankah kamu sangat menyukainya?"

"Benar, aku menyukainya. Aaah, aku mau menyebarkan perasaan ini."

"Oi, oi, pada waktu ini? Kamu mau mengutuk... ..eh menyebarkannya!??"

Seperti yang ia katakan, aku memang menyukai Aika. Sikapnya yang bermartabat, kepribadiannya yang berkemauan kuat, bahkan sisinya itu di mana terkadang dia bertingkah seperti orang yang sibuk. Itulah sebabnya aku sangat tertarik padanya sampai dia mau membalas perasaanku.

Tetapi apa sebenarnya perasaan ini? Aku yakin aku menyukainya, tetapi aku tidak mau terburu-buru berada di sisinya saat ini. Ini berbeda dari sebelumnya. Sudah pasti, aku memang ingin berada di sisinya, tetapi aku merasa kalau sensasi membara di dalam hatiku sudah hilang.

Tunggu, itu berarti, perasaanku pada Aika sudah menghilang, bukan? Kalau memang benar begitu, kalau begitu, apa sebenarnya perasaan ini...?

"Aku tidak merasa kalau mereka bertengkar."

"Benar, tampaknya begitu."

"Iya, bahkan diriku pun juga berpikir begitu."

"Kamu ini, apa-apaan sih maksudmu?"

Percakapan ini berakhir dengan suasana yang aneh.

...Oh, waktu istirahat sudah hampir habis.

Lalu, dengan terburu-buru, kami kembali ke ruang kelas.

Kala itu, hal-hal aneh muncul dari Aika, meninggalkan kesan yang mendalam buatku.

...Lagi, biarkan aku melihatnya lagi, ayolah.

Ini sudah siang.

...Sudah sepuluh jam aku mengalami hal ini. Suara dari perutku tidak berhenti sejak jam pelajaran keempat. Saat ini, perutku sudah lebih dari sekadar siap untuk mencerna makanan apapun. Aku telah memutuskan. Mari kita ajak Aika... Aika?

Ajak Aika apa...? Kotak bekalku tergantung di dalam plastik di sebelah meja sehingga itu dapat dikeluarkan secara langsung. Aku tidak perlu meminta apa-apa pada Aika, bukan? Hmmm, apa yang biasa aku lakukan pada siang hari?

["Aika, mari kita makan siang bersama!"]

Ah, benar.

Aku biasanya mengajak Aika makan siang.

Ketika aku menengok ke kiri, mataku tidak sengaja bertemu dengan mata Aika. Dia menatapku dengan wajah tegang.

...Haruskah aku mengajaknya seperti biasa?

Setelah ragu-ragu sejenak, aku memutuskan untuk bertanya padanya, tetapi karena suatu alasan, suaraku tidak keluar. Lebih-lebih lagi, aku tidak tahu apa alasannya, tetapi aku merasa malu dan pikiranku mulai buyar.

"A-Apa...? Kalau kamu punya sesuatu untuk dikatakan, katakan saja."

"Ah, tidak... aku... bagaimana bilangnya ya..."

Hmmm, mengapa suasananya menjadi semakin canggung? Bukankah aku biasanya langsung pergi menempelkan mejaku dengan mejanya, kemudian makan sambil menatap wajah Aika seperti orang yang sedang jatuh cinta? Tidak, lebih dari itu, bukankah diriku yang biasanya itu sangat menjijikkan...?

"...Tidak, bukan apa-apa, kok."

"...Ha-Hah?"

Yang benar saja deh, ada yang salah dari diriku hari ini. Dari awal, aku agak merasa kalau semua pemandangan yang aku lihat itu berbeda dari biasanya. Jujur saja, aku sedang dalam situasi panik saat ini, mungkin itu bukan karena Aika...? Aku belum pernah seperti ini sebelumnya.

...Bagaimanapun, mari kita menjauh dari sini sekarang!

Mungkin saja, orang lain akan menganggap aku aneh... Aku rasa, lebih baik tidak pergi ke tempat yang banyak orangnya. Untuk saat ini, mari kita pergi ke suatu tempat di mana tidak ada siapapun.

"Hah...!? Tung-Tunggu!?"

Bagaimanapun, aku membawa kotak bekalku. Untuk minumannya? Aku bisa membelinya melalui mesin penjual otomatis di perjalanan nanti. Aku merasa seperti Aika telah mengatakan sesuatu padaku, tetapi ini bukan waktu untuk mempedulikan hal itu. Walaupun biasanya akulah yang selalu sangat mempedulikan dia. Yang benar saja, apa sih yang aku bicarakan ini? Ini itu sangat bodoh...

Isi kepalaku masih berputar-putar. Tetapi pengelihatanku semakin jelas. Saat aku masih bingung dengan apa yang barusan terjadi, aku membeli teh hijau dan kola. Sekarang, aku mencengkeram kola yang ada di tanganku.

Ketika aku keliling-keliling mencari tempat untuk beristirahat, aku telah menemukan bangku taman di tengah-tengah perjalanan dengan sebuah atap, mengelilingi halaman sekolah.

Tampaknya tidak ada yang menggunakannya, jadi mengapa tidak aku pakai saja untuk saat ini.

"..."

Aku duduk, tetap seperti itu, dan menunggu sekitar 30 detik. Setelah aku memulihkan pikiranku, aku membuka bekalku di pangkuanku.

Aah, aku lapar.

Omelet, yang tampak seperti yang dapat ditemukan di kotak bekal semua orang, aku mengambilnya memakai sumpit dan membawanya ke mulutku.

"...Ini enak."

Kemanisan dari hidangan yang luar biasa ini meresap ke dalam mulutku.

Aku rasa kalau kamu membelinya di toko serba ada, harganya 210 yen* per lima buah. Tetap saja, cita rasanya sangat enak sehingga itu dapat menyucikan hatiku... ...apakah ini yang mereka bilang sebagai cita rasa dari makanan buatan ibumu? [TL Note: Sekitar 22.000 Rupiah, per September 2022.]

Saat aku lanjut makan, kepalaku terasa segar kembali.

Beberapa saat yang lalu, pikiranku terasa seperti layar televisi yang rusak, tetapi aku tidak merasakan apa-apa secara khusus... Aku penasaran apakah itu cuma karena kekurangan nutrisi?

"Itu berbahaya."

Akhirnya, pikiranku kembali normal.

Aku rasa akan lebih baik kalau aku pergi ke UKS dulu sebelum aku menyantap bekalku. Aku penasaran apakah pikiranku yang menggila telah menumpulkan penilaian baikku... Tetapi iya, pada akhirnya, itu sudah sembuh, jadi itu tidak apa-apa, bukan? Malahan itu bagus karena itu tidak menjadi masalah yang besar.

Jam pelajaran kelima... Mata pelajaranku setelah ini adalah Bahasa Jepang Modern. Iya, inilah waktunya untuk membiarkan otakku beristirahat. Kalau kamu membaca novel daring atau semacamnya, kamu tidak perlu mempelajari hal semacam ini di sekolah, jadi mungkin aku seharusnya tidak perlu terlalu fokus pada mata pelajaran ini di keseluruhan jam pelajaran...?

Ketika aku kembali ke ruang kelas sambil memikirkan tentang hal semacam ini, Aika sedang duduk di sebelahku mungkin telah menyadari suaraku mendorong sebuah bangku, dia membalikkan badannya ke sebelah sini. Menengok ke dadaku dan kemudian menatapku.

...Apa dia melihat tanda namaku? Bagaimanapun, mengapa itu tampak seperti dia baru saja membuka kunci gembok dengan keamanan ganda.

"Cuma mungkin ya... Apakah kamu mengkhawatirkanku?"

"Ha-Hah!? Buat apa aku mengkhawatirkanmu!?"

"Be-Begitu ya."

Aku tidak punya pilihan lain selain mengangguk pada penyangkalannya yang sambil marah itu.

Bagaimanapun, aku tidak pernah kepikiran kalau aku akan sakit hati cuma dengan kata-kata sebanyak ini... Entah mengapa, ini membuatku ingin menangis. Tetapi paling tidak, aku akan tetap diam sampai suasana hati Aika kembali.

...Aika, biarkan aku memijat bahumu... Tidak, tenanglah, tenanglah. Jangan kalah pada hasratmu sendiri.

"Begitu ya? Ka-Kamu..."

"Apa?"

"Tidak ada apa-apa! Dasar bodoh!"

Oke. Barusan itu bagus. Barusan itu cuma sumpah serapahnya... itu seperti penghargaan buatku!

Tetapi, tidak biasanya Aika goyah, biasanya, dia selalu menolak dengan jelas... Bukan, bukannya aku mau begini. Tolong jangan lakukan itu, kalau kamu bisa.


Setelah itu, Aika tidak mengeluarkan sepatah kata lagi padaku... Tetapi mungkin itu telah menyelamatkanku, karena aku perlu  mengurangi beban di kepalaku saat berbicara dengan orang lain, bukan cuma dengan Aika. Bagaimanapun, setelah aku melamun sejenak, tampaknya aku dapat memulihkan diriku kembali.


←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama