Kūruna Megami-sama to Issho ni Sundara, Amayakashi Sugite Ponkotsu ni shite Shimatta Kudan ni Tsuite - Jilid 1 Bab 1 Bagian 1 - Lintas Ninja Translation

 

kūruna-megami-sama-1-1-1

Bab 1
Dicampakkan oleh Teman Masa Kecilku.
(Bagian 1 dari 3)

Manusia itu seringkali tidak bisa melakukan banyak hal yang mereka inginkan, termasuk hal-hal yang sepele.

Namun, itu bukan berarti kita harus menyerah.

'Penting untuk tidak berharap terlalu tinggi, tetapi juga lakukan sesuatu untuk mengatasinya.'

Inilah kata-kata yang ayahku tinggalkan untukku.

Cuma untuk memastikan saja, ayahku itu belum wafat.

Beliau mengajarkanku pesan ini saat beliau pergi ke Kota Kushido di Hokkaido, jauh sekali dari rumah.

Makanya, sebagai seorang siswa SMA, aku tinggal sendirian di apartemen murah di ibukota prefektur, dengan namaku "Akihara Haruto" terpampang di kotak surat.

Seperti yang ayahku katakan, bahkan ketika aku berada dalam masalah, aku selalu berhasil mengatasi masalahku.

Aku memaksakan diri untuk masuk ke sekolah persiapan dan tertinggal di belakang, tetapi aku berhasil mencegah dari mendapatkan nilai merah.

Ketika aku mengakui perasaan cintaku pada teman masa kecilku yang aku kira juga jatuh cinta padaku, aku ditolak, dan aku sangat kecewa. Namun, aku entah bagaimana berhasil kembali menjadi teman baik dengan teman masa kecilku itu.

Jadi aku pasti mampu mengatasi situasi merepotkan yang akan datang dengan sangat baik.

Walaupun itu berarti aku mesti tinggal bersama seorang cewek dengan beberapa keanehan.

SMA-ku terletak sekitar 10 menit naik bus jauhnya dari Stasiun JR.

Di belakang gedung sekolah, ada palung sungai yang besar, memberikan suasana lokasi sebuah sinetron sekolah yang terkenal.

Meskipun ini sekolah negeri tanpa fitur yang luar biasa, ini merupakan sekolah yang cukup maju dengan performa akademik yang tinggi, jadi aku punya masa yang lumayan sulit saat ujian masuk.

Kalau ditanya mengapa sih aku memilih sekolah ini?

Jawabannya, aku ingin berangkat ke sekolah yang sama dengan cewek yang telah aku kenal sejak masa kecilku.

Teman masa kecilku, Sasaki Kaho, itu lumayan imut, bahkan tanpa prasangka apapun.

Potongan rambutnya yang pendek dan rapi itu sesuai buat kepribadiannya yang ceria dan aktif, dan matanya yang besar dan bulat itu berbinar bahagia.

Aku menyukai Kaho.

Lalu, di musim panas saat masa kelas SMP kami, Kaho memintaku untuk masuk ke SMA yang sama dengannya, dan aku setuju.

Kaho itu merupakan siswi teladan, sementara aku berada di kelas menengah ke atas.

Jadi, meskipun nilaiku tidak tinggi-tinggi banget, aku masih mampu untuk lolos ke SMA berkat kerja kerasku dibarengi dengan bantuan Kaho.

Sejauh ini, sangat bagus.

Segalanya berjalan dengan mulus.

Kaho itu baik padaku, dan setelah masuk SMA, kami berada di kelas yang sama dan kami juga sering berangkat ke sekolah bersama.

Saat perjalanan pulang, kami akan pergi ke bioskop di dekat stasiun atau bahkan mampir ke kafe favorit Kaho untuk membeli sepotong kue.

Karena kami sudah mengenal satu sama lain sejak masa kecil dan tinggal berdekatan satu sama lain, kami akan bolak-balik ke rumah kami masing-masing dan memasak makan malam untuk masing-masing di malam hari.

Namun, Kaho tidak jago dalam pekerjaan rumah tangga, jadi biasanya akulah yang sering memasak.

"Haruto, masakanmu benar-benar lezat," itulah yang biasa dia katakan lalu setelah itu dia selalu tersenyum dengan indah.

Aku tidak pernah ragu kalau dia juga menyukaiku.

Ini hampir seperti aku berpacaran dengannya, jadi aku kira kala itu merupakan waktu yang pas buatku untuk mengakui perasaanku dengan benar.

Mengingat kembali tentang saat itu sekarang, aku benar-benar bodoh.

Di Bulan Juni saat masa kelas sepuluh SMA-ku, aku mengakui perasaanku pada Kaho dan dia langsung menolakku.

Setelah delapan bulan di SMA, kalian secara bertahap akan tahu kepribadian dari teman-teman sekelas di sekeliling kalian.

Beberapa dari mereka itu populer, beberapa lainnya tidak populer. Beberapa dari mereka itu banyak omong, dan beberapa lainnya pendiam.

Beberapa dari mereka jago dalam belajar dan sangat diandalkan, dan beberapa lainnya sangat aktif di tim bisbol, bahkan ada yang menjadi ace dari kelas sepuluh.

Lalu, bagaimana denganku?

Tidak ada apa-apa.

Sederhananya, aku ini orang yang tidak berwarna dan transparan.

Aku belum melakukan sesuatu yang membuatku menonjol.

Aku tidak punya keterampilan khusus untuk dipamerkan.

Aku bukanlah orang yang populer secara khusus, tetapi aku punya beberapa teman, dan aku rasa aku lumayan akrab dengan orang-orang dengan baik.

Aku memikirkan hal ini saat jam makan siang di Bulan Desember, menggigil kedinginan.

Hari ini sangat dingin.

Ada dua penghangat di ruangan ini, masing-masing dipakai oleh sekelompok cewek flamboyan mengelilinginya.

Aku tidak dapat menikmati manfaat dari pemanas itu sama sekali.

Di tengah-tengah semua itu, di ujung ruang kelas yang jauh dari pemanas, ada seorang cewek yang sedang membaca buku, benar-benar tidak gelisah.

Aku menatap ke arah cewek itu.

Mikoto Rei.

Itulah namanya.

Namun, Mikoto-san punya panggilan lain yang terkenal.

Dan itu "Dewi Es".

Ada dua alasan mengapa Mikoto Rei itu disebut "Dewi".

Pertama, sederhananya, Mikoto Rei itu cewek yang sangat cantik.

Rambut Mikoto yang panjang dan lurus berkilau dengan warna perak yang indah.

Dia itu blasteran, dan punya wajah yang cantik seperti boneka B*rbie, tetapi mata birunya yang berbinar memberinya kesan agak dingin.

Banyak orang yang bilang kalau Mikoto-san itu siswi yang paling cantik di sekolah.

Ditambah lagi, dia membanggakan dengan nilai mata pelajaran teratas di SMA kami, yang notabene merupakan sekolah dengan level akademik yang sangat tinggi seperti yang aku sebutkan sebelumnya.

Memasukkan aspek-aspek lain ke dalam tabel itu juga, aku masih belum menemukan kesalahan apapun darinya.

Karena alasan ini, banyak siswa dan bahkan banyak siswi yang mulai memanggil Mikoto-san dengan sebutan "Dewi Es" di luar rasa hormat dan kekaguman.

Alasan lain mengapa Mikoto-san disebut sebagai dewi adalah karena dia tampaknya sangat sulit untuk didekati dan memberikan kesan jutek (dingin).

Saat istirahat, dia selalu membaca buku, dan kalau kamu bicara dengannya, dia akan merespons, tetapi dia tampak agak jutek dan penyendiri.

Dia tidak punya satupun teman yang dikenal dan tampak menghindari orang lain.

Seluruh teman-teman sekelasku, termasuk diriku sendiri, sudah lama terlalu malu sehingga kami tidak pernah benar-benar bicara padanya.

Karena tidak bisa didekati inilah, semua orang menghormatinya dan beberapa dari mereka juga menjaga jarak darinya.

Oleh karena itu, lebih dari beberapa siswi secara sarkas menjulukinya sebagai si "Dewi Es", karena dia itu seperti dewi dengan sikap dingin (jutek).

Bagaimanapun juga, buatku, Mikoto-san itu masih keberadaan yang jauh.

"Hei, Haruto? Kamu sedang menatap ke mana?"

Aku mendengar suara yang cerah dan indah, dan aku berbalik arah.

Teman sekelasku, Sasaki Kaho, sedang duduk di bangku di belakangku.

Kakinya yang putih mulus muncul keluar dari rok seragamnya.

Dia tersenyum padaku dan rambutnya yang pendek dan indah bergoyang dengan lembut.

Kaho merupakan teman masa kecilku, dan orang yang telah mencampakkanku enam bulan yang lalu.


←Sebelumnya          Daftar Isi           Selanjutnya→

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama