Takane Zettai Motokano - Seri 1 Bab 12

Bab 12
Dua Orang Berdampingan

Aku penasaran apakah aku punya penglihatan.

Itu tidak mungkin bisa terjadi, aku bilang pada diriku sendiri dengan dingin. Tetapi pada kenyataannya, mataku memantulkan bayangannya.

Aku bisa mendengar suara siswa-siswi yang mengabdikan diri mereka pada aktivitas klub mereka. Tim bisbol berada di lapangan, tim tenis berada di lapangan tenis. Klub drama berlatih latihan vokal, dan orkes tiup membuat suara. 

Waktu telah berlalu, dan orang-orang yang aku lihat memang nyata dan tak terbantahkan.

Dan saat ini, aku masih tidak bisa mempercayainya. Dia tidak bisa menyembunyikan kegugupannya, dan caranya memegang kerahnya tidak membuatnya tampak tidak nyata.

"Takane-san..."

Aku memanggil namanya, tetapi dia tetap menatap tanah selama beberapa saat.

Jangan-jangan aku telah menjatuhkan sesuatu dan dia datang untuk mengantarkannya padaku. Itu adalah satu-satunya alasan realistis yang bisa aku pikirkan.

Tetapi ternyata bukan begitu.

Setelah kami berpisah seperti itu, dia datang untuk berjumpa denganku lagi. Itu mungkin karena dia tidak mau kalau hari ini berakhir seperti itu. Apa tidak apa-apa bagiku untuk berpikir begitu?

Ini bukan soal pacaran atau tidak pacaran. Terlepas dari itu, masih banyak yang harus dibicarakan.

"Aku minta maaf karena bilang semacam hal aneh sebelumnya. Aku sangat bahagia dengan yang kamu bilang, Takane-san. Setelah dicampakkan, semakin bersemangat dengan mendengarkan yang kamu bilang... Apa yang aku pikirkan?"

"...Senda-kun."

Ini lebih baik daripada mengambil apa yang kami bilang dengan serius dan memiliki hubungan yang canggung ke depannya.

Aku rasa alasan mengapa Takane-san bilang kalau dia 'pacar'-ku 'yang sekarang' adalah karena dia tidak bisa terus diam ketika dia melihatku tidak mampu bilang sesuatu ke Asatani-san, 'mantan pacar'-ku.

Ini tidak seperti kami benar-benar pacaran atau apapun.

"Aku minta maaf tentang yang sebelumnya, sumpah... aku tidak menyalahkanmu karena salah paham."

"Tidak, itu baik-baik saja. Takane-san hanya bilang begitu demi kebaikanku, dan itu tidak seperti dia benar-benar pacaran denganku atau apapun..."

"Itulah mengapa..."

Takane-san berjuang untuk menyampaikan sesuatu padaku. Dia mencoba untuk memandangku, tetapi aku masih tidak bisa memandangnya secara langsun dan mengalihkan pandanganku.

Sesuatu telah berbeda.

Itu memang seperti mimpi. Gadis yang paling berbakat dan yang paling cantik yang semua orang pandangi ketika dia lewat. Itu memang sesuatu yang orang biasa sepertiku tidak harus berurusan dengannya, bukan?

Tetapi bagaimana jika itu bukan yang semestinya?

Bagaimana jika yang Takane-san bilang pada Asatani-san bukan hanya kata-kata yang mendadak.

"Sebelumnya... Senda-kun bertanya padaku seperti itu dan itu mengejutkanku..."

"Oh... Aku rasa, aku kasar karena bilang sesuatu seperti itu..."

"Ti-Tidak..."

Kami hanya bisa berkata dengan samar-samar satu sama lain selagi kami berdua bingung.

Lalu Takane-san tiba-tiba melihat ke atas, dan mata kami bertemu dengan tegas untuk pertama kalinya setelah beberapa lama.

Kami berdua mulai tertawa. Aku tidak bisa bilang kalau wajah Takane-san menjadi merah cerah, tetapi aku sangat sadar kalau wajahku iya, dan itu memang lucu dengan sendirinya.

"Tetapi aku bersyukur. Aku secara sadar diri tertekan dan berpikir aku tidak akan mampu untuk mengobrol dengan Takane-san untuk sementara."

"Itu... Tidak. Aku tahu itu akan terjadi jika aku tidak meluruskan kesalahpahaman itu. Maka dari itu..."

"Eh...?"

Takane-san berjalan ke arahku seolah-olah dia telah memutuskan.

Jarak di antara kami sangat dekat sehingga bahkan jika orang-orang melihat kami, mereka akan hampir tidak memperhatikan yang lain. Aku bisa bilang kalau dia ingin menjadi lebih dekat tetapi aku tidak bisa mundur.

Jika aku bahkan mengambil satu langkah mundur di sini, itu akan berarti penolakan.

Aku bahagia karena Takane-san berada di sini. Itu pasti... Tetapi jarak di antara kami menjadi terlalu dekat bagiku untuk tetap kalem dan tenang.

"Sampai Senda-kun menanyakan apa yang aku rasakan... Aku tidak mengerti perasaanku sendiri. Aku berpikir kalau waktu itu akan memberiku jawaban atau sesuatu seperti itu."

"...Perasaan?"

"Aku baru saja bertemu Senda-kun, dan aku tidak tahu banyak tentangmu. Tetapi ketika kamu tiba-tiba tahu kalau aku merasa begini... Aku takut."

Jika kamu bertanya padaku di mana ini berjalan... Tidak mungkin... Tidak mungkin bagi kami untuk saling salah paham saat ini.

"Tetapi... jika aku bisa memiliki kesempatan... lain..."

Tetap saja, dia tidak menunggu lama.

Dia mengambil napas dan menenangkan dirinya.

"Sekali lagi, biarkan aku bilang begini, Nagito Senda-san."

Dia bilang dengan tanda rasa malu selagi matanya menjadi berair.

"Tolong berpacaran denganku."

Semua suara yang telah aku dengar berhenti.

Aku kira kalau aku tidak akan pernah mampu untuk membuat siapapun menyukaiku lagi.

Itu baru saja kemarin kalau aku telah dicampakkan oleh orang pertama yang pernah aku sangat cintai.

"Aku tidak memintamu untuk memutuskan dengan segera... Tetapi, bisakah aku yang terbaik mulai dari sekarang ini sehingga Senda-kun akan mengalihkan perhatiannya padaku?"

"Iya... Itu..."

"Aku pikir Senda-kun masih menyukai Asatani-san. Aku... tidak memiliki pengalaman apapun dengan romansa, tetapi aku rasa aku tahu begitu banyak."

Aku bisa tahu dengan melihatnya. Jika itu seberapa jauhnya dia pergi untuk cinta yang tidak terbalas, lalu aku menyerah dengan terlalu mudah.

Walaupun begitu, Takane-san mengakui perasaannya padaku.

Dia tidak tampak seperti berbohong ketika dia bilang dia ingin berpacaran denganku baru saja. Dia tampak serius.

Iya, dia serius tentang ingin menjadi 'pacar'-ku' yang sekarang'.

(.......!!!)

Gelombang emosi yang membasuhku terlambat.

Apa yang baru saja Takane-san bilang padaku? Melakukan yang terbaik untuk membuatku mengalihkan pandanganku padanya, itulah yang dia bilang dengan pasti.

Aku tidak percaya kalau aku memiliki hak untuk memutuskan atau apapun seperti itu dari awal.

Di awal, Asatani-san tidak melihatku sebagai seorang pacar, jadi itu bukan masalah pilihan.

Dia bilang kalau kami hanya teman dan aku menerima itu. Asatani-san juga memintaku untuk memberi tahunya jika aku memiliki pacar baru.

(Faktanya, hanya sebelum di perpustakaan, bukankah itu sebaik yang dilakukan?)

"Mulai saat ini, aku yang akan berpacaran dengan Senda-kun, jadi aku 'pacar'-nya 'yang sekarang'."

Setelah Takane-san bilang begitu, Asatani-san tampak ingin bilang sesuatu, tetapi suaranya terlalu sunyi untuk didengar.

Jangan-jangan, dia ingin bilang apa yang dia pikirkan tentang pemikiran kalau aku dan Takane-san berpacaran. Dalam hal apapun, jika Asatani-san telah mengambil kata-kata Takane-san seperti itu--

Aku sudah memperkenalkan 'pacar'-ku 'yang sekarang' pada Asatani-san.

"Aku tidak mengharapkanmu untuk mencintaiku lebih dari Asatani-san dengan segera. Aku pikir ada banyak kenangan di antara Senda-kun dan Asatani-san yang aku tidak tahu..."

Jawabanku akan menentukan apakah atau tidak aku harus membenarkan apa yang baru saja terjadi di perpustakaan dengan Asatani-san.

Takane, dengan terbenamnya matahari sebagai latar belakang, masihlah seorang gadis cantik sehingga kamu tidak bisa apa-apa selain mengagumi bahkan di saat seperti ini. Tetapi jika aku boleh jujur, dia tampak sedikit bermata sayu.

"Ta-Takane-san..."

Aku bahkan tidak bisa memberi tahunya untuk tenang. Ada hal semacam ini yang disebut 'membanting dinding', bahkan meskipun tidak ada dinding di belakangku, aku merasa seperti aku telah dibanting. Instingku memberi tahuku kalau aku tidak bisa berpindah dengan ceroboh.

"Aku tidak mengerti perasaan Asatani-san. Jika dia masih berhubungan dengan Senda-kun, bagaimana bisa dia dengan mudah bilang kalau kalian hanya teman."

"Iya... Itu karena aku tidak cukup menarik untuk menjadi pacarnya."

"Jika begitu, dia tidak akan memberi tahuku kalau dia pernah memacarimu."

Pemikiran yang telah membara di suatu tempat di belakang pikiranku, tetapi aku secara tidak sadar telah menolaknya.

Dia tahu perasaanku dari awal. Asatani-san menggunakan itu sebagai jawaban dari pengakuan cintaku.

Ini tidak seperti dia ingin pergi keluar bersamaku, jadi jika hubungan itu tiba-tiba berubah menjadi kami hanya teman saja, aku berpikir itu tidak terbantahkan.

Itulah bagaimana aku meyakinkan diriku sendiri. Aku takut kalau orang-orang akan berpikir aku tidak menyerah setelah dicampakkan jika aku berpegang teguh pada harapan kecilku.

"Pada saat itu, aku kira kalian adalah... kekasih. Aku tidak bisa percaya dengan cepat mendingin setelah liburan musim semi."

"Aku rasa dia merasa tidak enak padaku. Atau mungkin dia marah."

Aku menuangkan apa yang aku pikirkan dalam kata-kata. Bagi Takane-san bagaimanapun, itu adalah sesuatu yang tidak bisa dengan mudah dikompromikan.

"Jika begitu yang dia rasakan, akankah dia memberi tahuku kalau dia adalah 'mantan pacar'-mu?"

"......."

"Aku rasa itu butuh banyak keberanian baginya untuk bilang begitu. Namun... Aku rasa itu tidak adil untuk menjaga alasan mengapa dia kembali untuk menjadi 'teman', dan masih mengakui sebagai 'mantan pacar' Senda-kun."

Aku tidak peduli jika dia hanya temanku. Selama dia tidak membenciku, itu tidak masalah.

Ketika dia bilang 'mantan pacar', aku bersyukur karena tahu kalau aku tidak sepenuhnya keluar dari pikiran Asatani-san.

Jangan-jangan itu adalah sebuah kelemahan dikarenakan fakta kalau aku jatuh cinta padanya, tetapi aku mempertimbangkan Asatani-san sebagai favoritku, dan bahkan sekarang kalaupun aku sudah dicampakkan, itu belum berubah.

"Senda-kun... Apakah itu membuat frustrasi?"

"Membuat frustrasi...?"

"Aku ingin Asatani-san berpikir kalau dia tidak seharusnya mencampakkan Senda-kun dengan sangat mudah. Karena jika aku tidak, aku yakin kalau tidak akan bilang bagaimana perasaannya yang sebenarnya."

"Mengapa kamu harus pergi sejauh itu ketika kamu hanya baru saja bertemu denganku, Takane-san...?"

Takane-san lebih kesal dariku.

Aku tahu itu canggung untuk bertanya alasannya, tetapi aku tidak bisa apa-apa selain bertanya.

Dia sudah tampak marah selama beberapa saat sekarang, tetapi dia melembutkan nadanya. Itu seolah-olah, bagiku, yang kecewa seperti itu, dia tidak memiliki pilihan lain selain mengatakannya secara langsung.

"Itu tidak mudah untuk bilang aku ingin berpacaran denganmu. Bahkan jika aku baru saja bertemu, itu tidak masalah."

"Denganku... Apa tidak apa-apa?"

"Iya. Aku menginginkan Senda-kun."

Aku baru saja ingin menanyakan pertanyaan yang sama. Aku penasaran apakah tidak apa-apa bagiku untuk seperti ini.

Takane-san, yang melihat ke bawah karena malu sebelumnya, sekarang menatap lurus ke arahku. Aku tahu sekali lagi kalau dia adalah seseorang yang bisa sekuat ini ketika dia mengambil kesempatan.

"Kamu telah menolongku, dan bukan hanya itu, kamu sangat rentan dan peka. Kamu telah begitu banyak kesakitan. Tetap saja... Menjadi sangat baik hati... Aku benar-benar mengagumi itu. Aku ingin kamu memberi tahuku bagian lain dari dirimu yang belum aku ketahui saat ini."

Dia melihat kebaikan pada setiap hal. Aku sedikit lebih khawatir daripada merasa malu.

Aku tidak tahu banyak tentang Takane-san.

Setelah Asatani-san mencampakkanku, aku kira hari aku akan mampu memacari seseorang yang lain tidak akan pernah datang.

Melampaui semua pemikiran tersebut, apa yang ingin aku lakukan sekarang?

"Jika... Aku dan Senda-kun... berpacaran, itu akan menggerakkan hati Asatani-san. Suatu hari dia akan memberi tahu perasaannya yang sesungguhnya. Bahkan nanti, aku masih akan melakukan yang terbaik... Itulah mengapa..."

"Terima kasih... Takane-san."

".... Untuk apa 'Terima kasih' itu?"

Takane-san tampak gelisah, penasaran apa maksud dari terima kasih itu.

Tentu saja, maksudku itu baik. Aku hanya merasa sangat malu untuk mengatakannya.

"Untuk segalanya yang telah kamu lakukan padaku. Kamu bahkan bilang ingin berpacaran denganku. Tetapi aku tidak pernah punya seseorang yang mengakui perasaannya padaku sebelumnya, jadi aku tidak benar-benar tahu apa yang harus dilakukan."

"Kalau begitu... Kita akan mencari tahunya bersama. Ini adalah pertama kaliku juga."

Senyumannya dan jaminannya terlihat sedikit berbeda dari sebelumnya.

Itu bukan pernyataan yang jelas. Tetapi tetap saja, pada saat itu, aku yakin kalau itu telah dimulai.

"Jadi... Untuk memperingati dimulainya hubungan kita... Bisakah aku?"

"Eh....?!"

Dia mengatakannya dengan cara yang sedikit menggoda. Aku langsung mengerti niatnya dan mengeluarkan ponselku.

Kami mengeluarkan ponsel kami dengan dekat bersama dan pertukaran alamat sudah selesai. Ketika Takane-san memeriksa layar ponselnya, dia melacaknya dengan jarinya secara bahagia dan tersenyum ke arahku.

Eh... Ada apa dengan bidadari ini, aku tiba-tiba memikirkan sesuatu yang sembrono. Namun, Takane-san menerima beberapa panggilan dan melihatku sambil minta maaf.

"Maafkan aku... Di saat yang penting... Aku memiliki les lain hari ini, jadi aku harus pulang ke rumah."

"Aku mengerti, kita lebih baik buru-buru... Jika kamu tidak apa-apa dengan menaiki sepeda, aku akan mengantarmu ke stasiun."

"Em... Aku tahu aku telah bergantung pada Senda-kun terlalu banyak, tetapi..."

Takane-san bilang dan menunjukkanku layar  ponselnya dengan malu-malu.

Apa yang terpajang itu adalah layar riwayat panggilan telepon. Ada benarnya panggilan dari banyak yang memanggil itu 'Anggota Klub Tenis'. Ini mungkin berarti kalau mereka masih mencoba untuk merekrut Takane-san sepulang sekolah lagi.

"Aku memberinya nomorku karena dia adalah kakak kelas cewek, tetapi... aku tidak menyangka ini akan terjadi."

Gambaran awalku tentangnya adalah kecantikan yang kokoh dengan nilai yang luar biasa menjadi sedikit berbeda selagi aku menghabiskan lebih banyak waktu dengannya.

Kejujurannya, untuk itu, membuat dirinya dalam masalah, membuatku merasa ingin melindunginya. Jika aku boleh bilang begitu tanpa takut salah paham kalau begitu aku ingin melindunginya, murni dan sederhana.

"Kalau begitu, mari kita pergi ke stasiun lagi hari ini."

"Iya... Terima kasih, Senda-kun, bukan... Nagito-san."

Karena beberapa alasan, ketika aku memanggilnya dengan nama pemberiannya, itu adalah istilah kesayangan. Jika aku berpikir tentang itu, realisasi kalau aku mulai berpacaran dengannya datang padaku, dan wajahku secara alami tersenyum.

"Maafkan aku... Tetapi... Na-nama Nozomi-san itu..."

"Aku tidak yakin apakah aku siap juga... Kita harus mengenali satu sama lain lebih baik. Lalu, aku harap kamu akan mengubah caramu memanggilku..."

Aku gagal di tantangan memanggil nama. Walaupun begitu, dia memberiku respons positif.

Kami setuju kalau ada siswa-siswi lain, Takane-san akan memanggilku sama seperti dia selalu memanggilku. Aku rasa kalau kami harus khawatir akan dilihat karena ini adalah pertama kalinya bagiku maupun Takane-san. Kebenarannya adalah... aku merasa sedikit kecewa.

"Nagito-san..."

"Hmm?"

Ketika dia berkata padaku dalam bisikan, dia memanggilku dengan namaku, dan kalau boleh jujur, itu membuatku gugup. Aku tidak mengerti ketika aku akan terbiasa dengan itu.

"Nagi-kun terdengar lebih dekat. Aku tentu saja tidak ingin kalah."

"Bukan, bukan, Takane-san memiliki cara tersendiri untuk memanggilku..."

"Nagi-san... bukan, Nagi-sama. Ini bukan... Aku rasa aku hanya harus memanggilmu Nagito-san..."

"Aku merasa sedikit malu dipanggil '-san'... Tetapi aku juga akan memanggilmu begitu."

"Iya, .... aku akan selalu siap dipanggil dengan nama pemberianku, juga."

Aku penasaran apakah kami tampak seperti ketika kami sedang mendiskusikan semacam hal dengan serius.

Memikirkan tentang itu, aku menemukan diriku berjalan melewati kakak kelas para anggota klub  tenis yang berdiri di depan gerbang.

Aku merasa seperti aku telah memberikan mereka tatapan yang buruk, tetapi Takane-san bilang kalau dia tidak ingin direkrut, dan aku ingin menjadi pelindungnya sampai mereka mengerti.

"Itu mereka, Nagito-san..."

"Maaf, maaf. Aku rasa kita harus setidaknya bilang halo, agar tidak membuat heboh."

"Itu bukanlah apa yang aku maksud... Tetapi aku berpikir kalau aku telah menyebabkan banyak masalah."

Bahkan saat dia mengatakan ini, Takane-san tampak sangat menikmati dirinya sendiri, aku tidak bisa apa-apa selain mengagumi sosoknya.

Aku penasaran apa yang harus aku bicarakan saat aku berjalan dengannya ke stasiun. Dia tampak memikirkan hal yang sama. Suasananya lalu terasa sangat nyaman.


←Sebelumnya            Daftar Isi         Selanjutnya→


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama