Takane Zettai Motokano - Seri 1 Bab 11

 Bab 11
Kesalahpahaman dan Sudut Pandang Kiri

Aku berjalan keluar dari perpustakaan tanpa berhenti. Cahaya matahari yang datang melalui jendela mulai berubah jingga.

Suara lonceng tidak terdengar untuk beberapa waktu sekarang. Saat aku mendekati tangga, aku mendengar suara seorang murid di lantai bawah. Aku sadar kalau aku masih memegang tangan Takane-san.

"Ma-Maaf..."

Ketika aku melepaskan tangannya, Takane-san dengan perlahan menarik tangannya, dan matanya jatuh.

Lalu dia berkata dengan suara kecil yang sepertinya terjepit.

"Akulah yang seharusnya meminta maaf. Aku tidak tahu banyak tentang situasi Senda-kun dan Asatani-san, tetapi aku berkata hal-hal yang egois..."

Asatani-san bilang kalau dia adalah 'mantan pacar'-ku. Takane-san menentangnya, yang mana, jika aku memikirkan tentang itu, tampak seperti lompatan iman*. (TL Note: Lompatan Iman (leap of faith) maknanya sebuah tindakan untuk memercayai sesuatu keadaan atau hasil yang tidak bisa diprediksikan/dibuktikan.) 

"....."

Takane baru saja ingin berkata sesuatu, tetapi berhenti dengan sendirinya. Di saat yang sama, dia menyisir rambutnya ke atas dan telinganya, yang terlihat, jelas berwarna merah.

Tampaknya dia merasa malu karena mengatakan 'pacar yang sekarang'.

Aku sadar dia berani untuk mengatakan sesuatu seperti itu untuk kebaikanku.

"Takane-san tidak bisa bertahan melihatku melakukan apa yang Asatani-san katakan padaku untuk dilakukan, iya kan? 'Pacar yang sekarang'... itu..."

"Itu karena... Asatani-san bilang kalau dia 'mantan pacar' Senda-kun."

"Itu kebenarannya, jadi dia bebas untuk mengatakan itu. Itu tidak akan menyakitiku atau apapun."

"Tidak. .....Aku juga khawatir tentang Senda-kun, tetapi itu adalah sesuatu yang aku katakan karena aku merasa seperti ingin mengatakannya sendiri."

Itu bukan hanya masalah bagiku, itu masalah baginya juga. Itulah apa yang dia bilang padaku.

Jika belum bertemu Asatani-san di perpustakaan, Takane-san tidak akan tahu tentang hubungan kami. Bukan berarti kalau aku takut ketahuan, itu hanya karena aku tidak berpikir kalau itu akan mudah untuk memberi tahu orang-orang kalau aku telah  dicampakkan atau kami dulu berpacaran.

–Dan jika orang-orang tidak tahu, aku tidak harus terlihat sangat payah. Di suatu tempat di belakang pikiranku, aku tetap memikirkan itu.

"Aku rasa Asatani-san ingin aku tahu kalau dia dan Senda-kun dulu berpacaran...."

Berasumsi kalau Takane-san benar, apa alasan Asatani-san melakukan hal seperti itu?

Aku penasaran apakah dia memiliki beberapa pendapat ketika dia melihatku dan Takane-san berangkat ke sekolah bersama. Memang sulit untuk memahami alasan Asatani-san, yang menegur teman-temannya karena bertanya apakah aku dan Takane-san berpacaran, akan melakukan hal semacam itu.

Terlebih lagi, ketika dia mengajakku untuk minum teh bersamanya, apakah dia akan mengobrol tentang situasi terbaruku dengan Takane-san?

Akankah kami mengobrol tentang pelajaran kami atau mengenang masa-masa SMP kami? Bahkan jika itu adalah topik normal di antara teman, aku tidak berpikir kalau aku dan Asatani-san bisa berbicara tentang itu dengan normal saat ini.

Meskipun telah dicampakkan, aku mencoba untuk mendukung Asatani-san. Andai aku memberi tahunya itu sekarang, itu hanya terdengar kosong.

"Aku..."

Takane-san meremas kerah bawah blazernya. Dan untuk pertama kalinya setelah beberapa saat, dia menatap langsung ke mataku.

–Dia sangat marah. Pipinya memerah, dan matanya bahkan berair.

"Aku tidak berpikir kamu harus pernah membuat seseorang berkata alasan mereka mencampakkanmu setelah kamu telah menerima pengakuan cinta mereka. Aku tidak mengerti apa yang Asatani-san pikirkan ketika dia bilang 'mantan pacar'. Tetapi aku pikir Senda-kun memikirkan tentang itu sendiri dan berkata untuk Asatani-san dengan sendirinya...?"

Dia sangat marah karena tentang semua ini atas namaku.

Aku merasa seperti seorang yang bodoh. Aku telah berpikir jika aku bermain sebagai badut, fakta bahwa aku benar-benar menyukai Asatani-san dan fakta bahwa kami putus tanpa mampu melakukan apapun seperti sepasang kekasih tidak akan terlalu berat.

Tetapi penipuan semacam itu tidak akan bisa membodohi mata Takane-san.

Aku ingat.... Dia telah mendengarkan aku dengan sangat serius selama ini ketika aku memberi tahunya alasan aku dicampakkan.

"Kami belum melakukan apapun sehingga bisa disebut pacaran. Bahkan begitu, fakta kalau kami berpacaran tetap ada. Ketika Asatani-san bilang 'mantan pacar', itu mungkin keluar dari rasa kewajiban."

"Itu hanya... Asatani-san terlihat bahagia ketika dia duduk di sebelah Senda-kun, dan juga ketika dia mengobrol denganmu setelah itu. Aku tidak berpikir kalau itu semua adalah pura-pura."

'Aku minta maaf karena bilang kita hanya kenalan.'

'Nagi-kun, bangkumu sangat nyaman.'

Aku masih merasa bahagia dan sedih dengan setiap kata dari Asatani-san.

Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan. Seperti seekor kucing, aku bersyukur karena dia memperhatikanku walau dengan iseng. Itu lebih seperti seorang penggemar ketimbang seorang teman.

"Asatani-san tidak membantah kalau dia mencampakkan Senda-kun. Tetapi aku rasa itu tidak adil baginya untuk menanyakanku apa pendapatku tentang pemutusan itu."

"Takane-san...."

Aku tidaklah frustrasi ataupun marah. Aku masih akan melanjutkan mendukung Asatani-san.

Jika itu adalah segala yang aku rasakan, lalu aku tidak akan memiliki apapun untuk dikhawatirkan.

Mengapa dia lebih terlibat setelah kami putus? Setelah dia bilang kami hanya teman?

Jika kami berwisata bersama, mungkin kami tidak akan berpisah.

Aku tidak menanyakan Asatani-san pertanyaan-pertanyaan itu, aku hanya membiarkannya membara di belakang pikiranku.

"Senda-kun, apa kamu merasa marah dengan Asatani-san? Dia yang telah..."

"Itu bukan berarti semua hal yang kubilang sebelumnya hanya aku mencoba sabar atau mencoba memperbaiki semua hal. Itu hanya karena aku benar-benar berpikir itu yang terbaik itu meninggalkannya seperti biasa dan berpura-pura semuanya kembali ke normal. Aku tahu itu sulit untuk melakukannya segera, tetapi aku juga tahu aku harus melupakan."

"Itu pasti sulit karena Asatani-san berada di kelas yang sama denganmu dan memperlakukanmu dengan semacam jarak..."

"Aku hanya tidak membiarkan itu seperti semestinya... Jika pengertiannya tentang 'teman' berbeda dengan pengertianku, lalu aku tidak berpikir kalau aku harus membiarkan diriku terbawa arusnya.

Ngomong-ngomong, Takane-san membantuku hari ini, aku akan memastikan kalau tidak akan ada beberapa rumor tentang aku dan kamu."

"Rumor...?"

"Itulah mengapa..."

Mata Takane-san masih merah, tetapi karena beberapa alasan, dia menatapku dengan aneh.

"Jika apa yang Takane-san bilang tersebar ke seluruh kelas secara tidak sengaja, itu akan disalahpahami oleh semua orang..."

"Aku tidak berpikir Asatani-san akan menyebarkan rumor. Dan... Senda-kun, aku tidak ingin begitu tidak mencolok dengan orang yang aku... cinta."

Dia ragu-ragu saat mengatakan 'cinta' dan berubah merah lagi.

Dan lalu aku menyadari.

Aku sudah sangat serius sejak beberapa saat yang lalu, dan Takane-san bahkan lebih serius dan bertekad daripada aku.

Gadis ini... aku menyadari kalau aku ketinggalan sesuatu yang sangat besar.

" 'Pacar yang sekarang' itu... yang Takane-san bilang, apakah itu berarti kamu menganggapku sebagai..."

"......?"

"Itu berarti kamu menyukai... Hanya saja aku duga kalau kamu hanya mengatakan itu demi kebaikanku, aku tidak berpikir kalau kamu benar-benar merasa begitu..."

"Ah..."

Aku mengerti semuanya hanya dari reaksi itu. Takane-san tidak menyadari apa yang dia maksud dengan apa yang dia telah katakan.

Aku tahu itu. Tentu saja. Itu semua sudah jelas. Pada dasarnya tidak ada ruang untuk kesalahpahaman sama sekali. Aku bahagia karena dia peduli tetapi tentu saja, ini bukan waktu yang tepat untuk merasa tersanjung.

"Jangan khawatir, aku pastikan tidak akan ada kesalahpahaman. Itulah mengapa tidak ada yang..."

Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri apa ada yang harus dikhawatirkan. Takane-san, yang sudah merah cerah, sekarang bahkan lebih merah dari biasanya.

"Um... Aku..."

"Aku tahu... Tenanglah. Aku mengerti..."

"Maafkan aku...!"

Dengan rambut panjangnya melayang, Takane-san lari. Aku mendengar suara langkah kaki berketepak-ketepuk menuruni tangga.

Aku ditinggal sendiri, dan entah mengapa aku merasa lega. Di saat yang sama, aku tidak bisa apa-apa selain tertawa.

Aku ingin memberi tahu diriku tiga puluh menit yang lalu agar jangan menaruh harapanmu terlalu tinggi dan berbicaralah dengan tenang. Itu bukanlah sesuatu yang bisa kamu bilang sambil merasa malu.

Takane-san hanya berterima kasih padaku. Seolah-olah sekaleng kopi belum cukup baginya, dia melakukan hal yang lain lagi yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.

Karena sedang berada dalam kasih sayang Asatani-san, dia tidak tahan untuk melihat apa yang terjadi itu dan memutuskan untuk membantuku. Hal yang seperti itu bukanlah kebohongan, itu adalah kebaikan tanpa pamrih.

Tetapi sekali lagi, 'pacar yang sekarang' itu sedikit berani. Aku mungkin tidak tahu wajah seperti apa yang kubuat ketika aku mengobrol dengannya sejenak, tetapi aku tidak bisa apa-apa.

Takane-san benar-benar bunga yang tidak bisa diraih. Aku hanya duduk secara diagonal di belakangnya, dan itu saja.

"....Haha, apa yang aku pikirkan..."

Mungkin dia melihatku dengan cahaya yang khusus dan apa yang dia bilang bukankah kata-kata yang mendadak. Pemikiran semacam itu... terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.

Aku hanya berjumpa dan menolong Takane-san, yang sedang dalam masalah. Itu tidak ada hubungannya dengan menyukai, tidak menyukai, atau pacaran dengannya.

Itulah yang aku terus memberitahukan diriku sendiri, mungkin karena aku terkejut dengan cara yang lebih dari satu. Karena beberapa alasan, situasi itu tampak seperti Takane-san menolakku meskipun aku belum menyatakan perasaanku padanya, faktanya memang benar-benar seperti itu.

Tetapi lalu aku mulai mengingat peristiwa yang telah terjadi sejak aku bertemu Takane-san, satu per satu sampai saat ini.

"Itu tidak mengejutkan kalau aku telah salah paham. Itu sedikit naif, iya kan?"

Aku baru saja dicampakkan dan mulai dekat dengan gadis yang berbeda dan aku berharap sesuatu darinya. Aku tidak perlu berpikir untuk tahu kalau itu keluar dari pertanyaan.

Cara menebus dosa, aku ingin menjauhkan diri dari cinta dan hal semacam itu mulai dari saat ini. Aku telah menyadari kalau aku bahkan tidak punya hak untuk berpikir tentang hal-hal semacam itu saat ini.

(TL Note: Saat ini kita berada di peralihan sudut pandang. Sudut pandang di atas adalah sudut pandang si MC, Nagito Senda. Dan sudut pandang di bawah ini sudut pandang dari Kiri Asatani, sang mantan pacar.)

"Iya, maafkan aku. Aku pergi sekarang... Tolong sampaikan salamku pada Iida-sensei."

Aku menerima telepon dari manajerku, Kohira Kodaira, di luar perpustakaan dengan suara yang pelan.

Jika aku telah segera pergi, aku akan tepat waktu ke lesku di sekolah pelatihan. Tetapi aku menundanya karena alasan pribadi dan diremas dengan lembut.

Iida-sensei, instruktur aktingku, mencariku dan pasti akan khawatir jika aku mengambil cuti dari sekolah pelatihan. Aku harus tampil sekarang, tetapi aku tidak bisa berpindah tempat sejenak setelah aku meninggalkan Nagi-kun.

"Ah... aku tidak tahu apa yang aku lakukan."

Aku tidak mau mengganggu mereka berdua. Itu benar kalau aku datang untuk melihat Watanabe-san. Kami juga setuju jika waktunya tidak bisa, kami akan bertemu besok sebagai gantinya.

Jadi aku pergi ke perpustakaan, berpikir kalau Nagi-kun dan Takane-san sedang bersama.

Aku harap aku bisa lebih jujur, tetapi aku berkata sesuatu yang tampak untuk menguji mereka berdua. Ketika aku melihat tampang di wajah Nagi-kun yang bilang kalau dia tidak ingin tahu apa yang aku pikirkan, aku harap dia tidak akan melihatku seperti itu, akan tetapi di saat yang sama aku merasa itu tidak apa-apa, dan kepalaku penuh dengan kontradiksi.

"Meskipun aku yang memintanya untuk memberi tahuku. Aku tidak mengerti..."

Aku tidak menduga itu begitu cepat.

Aku tahu jika seseorang melihat sisi baik Nagi-kun, itu akan terjadi pada akhirnya.

Tetap saja, aku tidak bisa berkata selamat, aku hanya termenung dengan suara yang bisa diredam oleh lonceng.

–Mengapa kamu tidak marah padaku?

Jika ia mendengar itu, itu akan menjadi akhir dari segalanya.

Sejak aku mulai berpacaran dengan Nagi-kun, aku telah melakukan banyak hal yang akan membuatnya marah, tetapi ia masih tertawa dan memaafkanku. Ia bahkan tidak berpikir kalau aku telah melakukan sesuatu yang membuatnya marah.

Nagi-kun tidak marah ketika aku bilang 'teman'. Mengetahui kalau dia sakit hati, aku mengirim pesan dengan tidak peka, dan tetap saja–.

Dibandingkan denganku, Takane-san hanya telah menghabiskan waktu yang singkat dengan Nagi-kun, tetapi dia sangat peduli padanya.

Dia bahkan bertindak terlalu jauh dengan mendeklarasikan perang denganku dalam rangka untuk melindungi Nagi-kun.

Tetapi aku tidak ingin bertarung dengannya.

Aku itu 'mantan pacar'. Seorang teman saja tidak akan bisa menyaingi 'pacar yang sekarang'.

Jadi bahkan jika Nagi-kun tidak tahu apa yang aku pikirkan, itu baik-baik saja.

"Aku penasaran apakah kami akan akrab... Itu sulit untuk dikatakan."

Aku menjanjikan Takane-san kalau aku akan melakukan latihan kebugaran bersama besok dengannya.

Aku tidak membencinya. Dari saat-saat dia menyampaikan pidatonya sebagai perwakilan siswa-siswi baru, aku pikir dia hebat karena dia memiliki banyak hal yang aku tidak miliki.

Tetapi sekarang, hanya sedikit saja. Aku tidak bisa hanya mengaguminya lebih lama lagi.

Aku tidak berpikir kalau itu benar bahwa dia berpacaran dengan Nagi-kun. Nagi-kun terkejut tetapi bahkan begitu, dia mencoba memisahkanku dengan Takane-san, membawa Takane-san bersamanya.

Jika begitu kejadiannya, mereka mungkin mendiskusikannya di suatu tempat aku tidak bisa melihat mereka dan lalu pulang secara terpisah.

Aku melihat tempat parkir sepeda dari sebuah jendela di aula sekolah.

–Nagi-kun berada di sana sendirian.

Itu seperti yang aku duga. Itu terlalu mendadak baginya yang baru saja putus dariku dan mulai berpacaran dengan Takane-san dengan segera.

Aku memutuskan untuk memantau Nagi-kun sampai dia mengambil sepedanya dan pergi. Aku berada di lantai dua, tetapi Nagi-kun tidak menyadari keberadaanku.

"Aku mengerti... Jadi seperti itu..."

Seorang gadis yang ramping dan tinggi dengan gaya yang luar biasa bagus. Takane-san muncul dari pojok bangunan sekolah dan berjalan menuju Nagi-kun.

Meskipun dia tidak mengendarai sepeda ke sekolah, Takane-san datang kembali meskipun dia dan Nagi-kun telah pergi dengan jalan mereka masing-masing. Aku bisa membayangkan beberapa alasan untuk ini, tetapi aku tahu itu hanya berarti satu hal.

Rambut panjangnya bersinar dengan cahaya berwarna jingga. Itu seperti adegan dari sebuah film.

Rambutnya selalu begitu halus dan lurus. Dia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang agak berbeda hari ini. Aku penasaran berapa banyak orang yang akan menyadarinya. Aku yakin... itu untuk dilihat Nagi-kun.

Nagi-kun menyadari kalau Takane-san telah datang. Mereka berdua bertukar beberapa kata.

"....."

Aku berpindah menjauh dari jendela, tidak ingin untuk melihat lebih jauh lagi.

Bayangan diriku di jendela bukanlah sesuatu yang bisa kutunjukkan ke semua orang.


←Sebelumnya             Daftar Isi              Selanjutnya→


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama