Takane Zettai Motokano - Seri 1 Bab 10

Bab 10
Deklarasi Perang

Ketika aku masih kelas delapan SMP, Asatani-san pindah ke kelas sebelah.

Dia biasanya tinggal di Kanagawa. Dia pindah ke sini dikarenakan pekerjaan orang tuanya.

Asatani-san menjadi pusat perhatian, sejauh rumor seperti itu sampai ke kelas sebelah.

Baru saja setelah memperkenalkan dirinya, ruang kelas meriah dengan sorak-sorai. Bukan hanya kelas-kelas sebelah, tetapi semua orang dari kelas tujuh dan sembilan juga datang untuk melihat Asatani-san. Dia sangat luar biasa cantik sehingga semacam kejadian fiksi bisa saja terjadi.

Banyak klub yang memperebutkan Asatani-san, tetapi Asatani-san bergabung dengan klub astronomi. Aku lalu mendengar kalau dia tidak punya pilihan lain selain memilih aktivitas klub yang menghabiskan sedikit dari waktunya karena dia telah menjadi bagian dari sekolah pelatihan perusahaan teater pada waktu itu.

Aku juga harus melakukan hal yang lain sepulang sekolah, jadi aku memilih untuk bergabung dengan klub membaca, di mana hanya satu aktivitas dalam sepekan.

Ruang klub astronomi adalah ruang persiapan  perpustakaan, dan ruang klub membaca adalah perpustakaan. Ketua dari masing-masing klub, mereka satu angkatan di atas kami, menjadi teman dan saling berinteraksi satu sama lain melalui aktivitas klub.

Kebanyakan anggota dari kedua klub itu adalah cewek, jadi meskipun Asatani-san memiliki hubungan dengan para gadis di klub membaca dan mengobrol dengan mereka, dia tidak pernah bertukar kata denganku.

Pertama kalinya aku mengobrol dengannya adalah saat pesta observasi hujan meteor yang dicanangkan oleh klub astronomi.

Aku dibawa masuk sebagai pengurus bagasi, dan ketua klub astronomi memintaku untuk membawa teleskop ke atas bukit yang mana itu situs pengamatan.

Tidak ada masalah bagiku untuk membawakan  teleskop itu sendiri, tetapi ada seorang anggota klub astronomi yang membantuku mungkin karena aku terlihat seperti aku sedang berjuang.

Itu Asatani-san. Dia masih mengenakan seragam sekolah karena pesta observasi diadakan di sekolah. Sudah semestinya, dia menentang sedikit kepada anggota klub lain yang datang dengan pakaian santai.

Asatani-san adalah yang pertama menarik perhatianku, karena aku, menyukainya, mengenakan seragam untuk ke majelis.

"Aku kira semuanya akan mengenakan seragam. Aku cenderung lebih sering absen (alpha) dalam aktivitas klub, jadi aku akan menghargai diinformasikan tentang sesuatu seperti ini..."

Sepertinya kami telah berteman cukup lama, namun ada jarak di antara kami sejak awal.

Rambutnya, yang masih sepanjang bahu, diikat dengan kuncir pendek di kedua sisi kepalanya, dan penggambaran dia mengobrol denganku masih datang kembali padaku seperti kilas balik.

"Aku merasa lega melihat ada seseorang yang berpikiran sama. Manda-kun... bukan?"

"Na-Nagito... Senda..."

"Nagito-kun? Itu nama yang jarang dipakai. Apa kamu tahu namaku?"

Aku tahu, atau lebih tepatnya, itu telah turun ke aku melalui teman-teman dan rumor-rumor di sekitarku. Tidak akan mengejutkan jika aku nama Asatani-san yang terkenal.

"Um... Asatani-san, kan?"

"Iya, itu benar. Apa aku benar-benar seterkenal itu?"

Dia tidak mengincar apapun, itu hanya reaksi yang tulus. Dia bahkan tidak menyadari kalau dia telah mendominasi kebanyakan percakapan di sekolah segera setelah dia dipindahkan.

Itu biasa baginya untuk menemukan surat cinta dalam kotak sepatunya atau didekati oleh para cowok dalam perjalanannya menuju dan dari sekolah. Itu tidak sampai liburan musim panas sehingga situasi semacam itu muncul. Ini adalah karena dari waktu dia dipindahkan ke sekolah baru di musim semi sampai musim panas, dia ditetapkan sebagai seorang gadis cantik yang menarik perhatian tetapi pada saat yang bersamaan sulit untuk didekati.

Aku tahu bahwa Asatani-san seorang yang periang, tetapi aku tidak menduga kalau dia memiliki ekspresi yang begitu ramah di wajahnya, jadi aku bingung.

"Oh, tetapi aku mungkin akan menjadi benar-benar terkenal nanti."

"Eh...?"

"Ya, aku masih belum benar-benar terkenal. Maaf, maaf, lupakan saja tentang itu."

Dia telah memiliki semacam aura khusus tentangnya, karena dia telah mendatangi sekolah pelatihan teater sejak SD dan dia juga telah dan dia telah dibina di jalanan bagaimanapun juga.

Tidak mengetahui tentang semua itu, selagi aku membawa teleskop ke atas bukit, aku bilang,

"Ya... Aku rasa hal seperti itu benar-benar mungkin untuk Asatani-san..."

"Eh... benarkah? Apakah kamu pikir begitu? Dari obrolan kita barusan, apakah aku itu normal?

Dia bilang kalau dia normal, dan itu belum berubah dari Asatani-san yang dulu ke Asatani-san yang sekarang.

Bakatnya pasti telah tumbuh melalui usahanya. Fakta kalau dia mendapatkan popularitas nasional ketika masih di SMP adalah bukan hanya karena penampilan cantiknya, tetapi juga tingkatan (level) tinggi dari kemampuan akting yang dia miliki.

Tetapi aku menyadari itu hanyalah mimpi yang menjadi kenyataan baginya pada saat itu. Suatu hari, dia ingin menjadi terkenal, dikenal oleh banyak orang. Jadi dia bekerja keras untuk mendapatkan tujuan itu tetapi tidak pernah mengungkapkan usahanya kepada orang lain di sekitarnya.

"Hei, hei, apa yang membuatmu berpikir kalau itu mungkin?"

"Ya, itu..."

Karena kamu sangat imut... tetapi aku yang merupakan siswa kelas delapan SMP tidak bisa bilang begitu. Bahkan sekarang, aku belum menumbuhkan banyak keberanian.

"Senda-kun. Bilang saja apapun yang terlintas dalam benakmu. Tidak apa-apa, aku tidak akan marah."

"Eh... itu..."

Jika saja mampu untuk mengatakannya pada waktu itu, tidak peduli betapa memalukannya itu.

Aku yakin jika aku melakukannya, aku tidak akan dapat melihat tampang yang dia berikan padaku setelahnya.

"Apa yang aku telah lakukan? Aku mengobrol terlalu banyak secara sepihak, bukan? Aku minta maaf aku benar-benar mengganggu."

"...Tidak, itu tidak mengganggu atau apalah seperti itu sama sekali. Aku masih belum aktif di klub, jadi itu senang kamu mau mengobrol denganku."

"Ah, aku tahu itu... Tetapi ketua klub kami tampaknya bahagia bergantung padamu. Dia bilang akan menyenangkan jika kita memiliki seorang cowok di klub kita juga."

Aku tidak akan pernah tahu tentang itu kalau dia tidak memberi tahuku.

Asatani-san, yang menginformasikanku tanpa merasa sombong, terlihat sedikit berbeda pada waktu itu.

"Oh, itu benar... aku seharusnya membantu Senda-kun. Kami sama-sama mengenakan seragam, jadi mari kita lakukan yang terbaik."

"Tetapi, aku tidak masalah bila aku saja sendiri..."

"Oh, kamu masih saja berkata begitu ketika kita sudah bekerja bersama? Akan jadi lebih mudah jika seperti ini."

Dia merasa sedih berkata begitu dia sudah mengobrol terlalu banyak sebelumnya, tetapi dia berada dalam semangat yang tinggi saat ini.

Leluconnya membuatku berpikir bahwa dia cukup berani, meskipun aku belum pernah berbicara dengannya sebelum hari ini.

"Aku akan memberi tahu semua orang di klub nanti kalau kita membawa teleskop sebagai upaya bersama. Dengan begitu, kamu bisa bergabung dengan aktivitas kami."

Ternyata, Asatani-san benar-benar melaksanakan janjinya, dan itu agak diterima dengan baik oleh semua orang di klub.

Aku tidak bisa menetap sampai mengintip hujan meteor, tetapi aku masih bisa melihatnya sedikit darinya. Aku masih memiliki video dari waktu itu.

Jika itu bukan karena interaksi antara klub membaca dan klub astronomi, tidak akan ada kontak di antara aku dan Asatani-san.

Sekali selama beberapa pekan, pada beberapa kesempatan, kami saling tertarik satu sama lain hanya dengan bertukar kata-kata.

–Tetapi sepertinya hanya aku satu-satunya yang berpikir begitu.

Perlahan-lahan, perasaanku berkembangan lebih kuat. Aku takut kalau aku akan berakhir tidak mengungkapkan perasaanku padanya sampai hari kelulusan tiba.

Pada hari terakhir sekolah, aku mampir ke perpustakaan, yang mana itu adalah ruangan klub membaca. Aku melihat Asatani-san. Aku kira itu hanyalah kebetulan kalau aku melihatnya di sana, saat dia harus pergi ke pesta kelulusan bersama teman-temannya.

Sampai aku mengungkapkan perasaanku padanya, semua yang bisa kupikirkan adalah kebahagiaan bisa masuk di SMA yang sama sebagai sepasang kekasih dengannya.

Jika aku diterima, aku bisa menempati posisiku sebagai 'pacar'-nya, bahkan jika kami jarang mengobrol karena berada di kelas yang berbeda.

Semua itu hanyalah ekspresi dari keegoisanku.

Aku tidak ingin melihat Asatani-san dan seseorang berjalan berdampingan. Itu benar-benar posesif, keinginan yang tidak sabar dan aku ingin untuk berada di depan siapapun yang bertemu dengannya di masa depan.

"Aku menyukaimu, Asatani-san."

Kami baru saja menyelesaikan pembicaraan santai di perpustakaan, ketika aku menceploskan ini secara tiba-tiba.

Asatani-san terkejut. Itu bukan tampang yang bingung, ataupun itu bukan tampang yang penasaran dengan apa yang kubilang secara mendadak.

Dia tersenyum seperti yang biasa dia lakukan. Aku merasa terpesona, tidak menyadari kalau  itu dimaknai sebagai 'teman'-nya.

"Aku tahu."

Begitu jawabannya.

'Kamu menyukaiku, jadi mari kita berpacaran.'

Asatani-san tidak pernah bilang apapun seperti itu.

Dia telah menyadari perasaanku untuk sementara waktu, dan dia hanya menganggukkan kepalanya ketika aku memberi tahunya.

"Kita berada di SMA yang sama, tolong perhatikan aku."

Setelah bertukar L*NE denganku, Asatani-san meninggalkan perpustakaan, terlihat merasa malu.

Aku mengeluarkan suatu tangisan bahagia yang tidak terdengar. Aku penasaran aku bisa sebahagia ini. Aku kira bahkan jika aku wafat di hari esok aku tidak akan punya penyesalan apapun.

Tidak ada hal-hal seperti perasaan yang sia-sia. Cinta bisa bermanfaat. Tetapi pemikiran dan perasaan, semua itu...

Sekarang aku memikirkannya, aku dan Asatani-san berpisah tanpa insiden apapun, dan sekarang...

Takane-san bertanya apakah aku lajang sekarang.

Aku tidak bisa melihat Asatani-san karena aku tidak mengalihkan pandangan dari Takane-san.

Dalam waktu yang sangat singkat kami telah bersama, kami hanya mampu memberi tahu Asatani-san bagian yang aku pikirkan.

Bahkan ketika aku dicampakkan, aku mencoba untuk menenangkan diriku dan selesai dengan itu. 

Aku tidak ingin membuat diriku lebih sengsara dengan mengetahui alasannya.

Cintaku padanya kehilangan makna. Aku tahu itu tetapi aku tidak menghadapinya.

Itu harus selesai sekarang. Tidak peduli betapa tidak kerennya itu berbicara tentang alasan aku gagal sebagai seorang pacar.

"Saat ini, aku lajang. Aku pernah mengungkapkan perasaanku pada Asatani-san, dan dia bilang iya... Tetapi aku- aku terbawa oleh diriku sendiri."

Aku belum mengatasinya. Aku hampir tidak bisa menjaga suaraku dari gemetaran.

"Asatani-san tidak bisa melihatku sebagai seorang pacar... Itu masuk akal, itu aneh untuk memiliki seorang pacar yang menggunakan sopan santun (honorifics) sepanjang waktu, bukan?"

Aku ingin mereka menertawakanku dan bercanda kalau aku telah membuat kesalahan yang mengerikan.

Tetapi tidak ada satupun dari mereka yang tertawa, bahkan tidak ada tampak kasihan yang melintasi mata mereka, dan Takane-san melihatku di mata saat dia mendengarkan.

"Aku tidak bisa menjadi pacarmu, tetapi aku bisa menjadi temanmu. Itu akan sama seperti ketika kita di SMP."

Aku ingin berpura-pura kalau hubungan kami tidak pernah terjadi.

Aku hanya ingin melupakan kalau aku pernah mencintainya dan membuat perasaanku padanya menjadi nol.

Aku harap obrolan ini tidak terlalu berat bagi Asatani-san dan juga bagi Takane-san yang menanyakanku.

"..... Itukah alasan mengapa kalian berdua putus?"

Takane-san melihat Asatani-san. Asatani-san tidak mengubah ekspresinya, dan hanya menghadapi Takane-san.

"Jika begitu, bagaimana menurutmu, Takane-san?"

"Aku..."

Takane-san tidak bisa menjawab dengan segera. Asatani-san melihatnya, tersenyum, dan berjalan ke arahku.

"Aku tahu Nagi-kun lebih baik dari Takane-san, dan aku pikir kita telah akrab. Hanya karena aku mencampakkanmu, bukan berarti kamu membenciku begitu banyak sehingga kamu bahkan tidak mau melihatku, apakah kamu begitu?"

"Aku tidak pernah berpikir begitu sama sekali..."

"Aku mengerti... Kamu sangat baik, bukankah begitu, Nagi-kun?"

Asatani-san tersenyum selagi dia berkata begitu. Lalu, dia berpindah lebih dekat denganku dari aku tadi dengan Takane-san, seolah-olah ini adalah jarak seorang 'teman'.

"Kalau begitu tidak apa-apa kalau aku meminjam Nagi-kun mulai saat ini, kan?"

Pertanyaan itu ditujukan untuk Takane-san. Itu tidak seperti aku dan Takane-san bahkan masih berteman. Kami berada di kelas yang sama, kami baru saja mengobrol untuk pertama kalinya kemarin. Itu tentu saja tidak benar untuk memberi tekanan padanya ketika kami hanya masih di hubungan semacam itu.

Itulah mengapa aku tidak bisa pergi dengannya. Aku dan Asatani-san tidak memiliki hubungan semacam itu yang memperbolehkan kami untuk pergi ke suatu tempat bersama sepulang sekolah.

"Asatani-san, aku..."

"Kamu tidak bisa."

Takane-san berkata, memotong kata-kataku.

Orang yang Asatani-san tanya adalah Takane-san. Itu hanya akan masuk akal kalau dia akan menjawab.

Tetapi jawaban itu sesuatu yang bukan aku ataupun aku yakin Asatani-san, bisa bayangkan.

Tiba-tiba, Takane-san menarik napas, dan lalu,

(......!)

Takane-san membawa tanganku.

Dia berbalik ke arah Asatani-san dan berkata.

"Asatani-san itu 'mantan pacar' Senda-kun, apakah itu benar?"

"Iya... jadi?"

Asatani-san masih tersenyum. Tetapi ada sedikit ketegangan dalam balasan singkatnya.

Itu terdengar seolah-olah dia sedang panik.

Takane-san melihatku. Aku juga melihatnya, ketika tangan kami masih berpasangan.

Selama sesaat, dia terlihat seperti dia dalam keadaan ragu-ragu.

Tetapi setelah itu, cengkeramannya di tanganku  diperketat.

Dia berkata sesuatu yang aku tidak pernah bayangkan dalam mimpi terliarku.

"Mulai saat ini, aku yang akan berpacaran dengan Senda-kun, jadi aku 'pacar'-nya 'yang sekarang'."

Kebisingan dari ruang atletik datang dari luar jendela. Suara lonceng mengumumkan waktunya. Mereka semua terdengar jauh.

"....."

Asatani-san berpaling dari Takane-san. Bibirnya tampak berpindah, tetapi aku tidak bisa bilang kalau dia telah mengatakan apapun.

Dia menyingkir untuk membuat jalan untuk kami. Takane-san lalu melihatku, seolah-olah dia takut.

Itu sama seperti ketika dia mengikutiku dan memegangku di ujung seragamku saat kami berjalan bersama. Itu pasti telah mengambil banyak keberanian baginya untuk bilang 'pacar yang sekarang'. Aku yakin dia khawatir.

Aku ingin membuat kekhawatiran itu lebih ringan untuk saat ini.

"Mari kita pergi, Takane-san. Asatani-san, sampai jumpa lagi."

"...Sen- Senda-kun..."

Aku berjalan keluar dari perpustakaan, membawa Takane-san bersamaku.

Saat kami saling berpapasan, Asatani-san tentu saja tersenyum. Dia tidak berkata apa-apa dan memberikan kami lambaian kecil.


←Sebelumnya           Daftar Isi          Selanjutnya→


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama