Yumemiru Danshi wa Genjitsushugisha [WN] - Seri 9 Bab 210 - Lintas Ninja Translation

Baca-Yumemiru-Danshi-wa-Genjitsushugisha-WN-Ch-210-Bahasa-Indonesia-di-Lintas-Ninja-Translation

Bab 210
Ilusi

"Sajocchi — Aku pikir tidak akan melakukan hal-hal lain lagi."

"!..."

Kata-kata Ashida yang sangat realistis mengejutkanku. Meskipun begitu, aku tidak tahu, mengapa dia bereaksi sedemikian rupa, atau mengapa dia tidak bisa langsung bilang, "Itu tidak benar".

Caraku dalam menghadapi Natsukawa — satu-satunya orang yang paling tahu soal hal ini selain diriku, tidak diragukan lagi, pasti Ashida. Segera setelah aku menjauhkan diriku dari Natsukawa di semester pertama, aku ingat betul kalau aku pernah menceritakan perasaanku pada Ashida karena aku baru saja kehilangan kepercayaan diriku. Sejak saat itu, Ashida pasti memperhatikan perilakuku dan menilai kalau aku bersikap pasif terhadap Natsukawa.

Mengapa aku, yang harusnya berencana memadamkan gejolak di dalam hatiku, masih berhubungan dengan Natsukawa sampai saat ini? Normalnya, aku dan Natsukawa harusnya sudah saling berjauhan satu sama lain. Meskipun sebelum pergantian posisi bangku, kami masih duduk di depan dan di belakang satu sama lain, kami tidak banyak saling bicara, cuma bersikap sebagaimana teman sekelas biasa.

Namun...

'—Meskipun begitu, siapa saja yang mendadak kehilangan salah satu tempat mereka akan terkejut dan khawatir.'

"..."

Mustahil buat seorang cowok yang cuma hidup selama 15 tahun untuk memahami pikiran cewek yang sangat buram. Tidak lain tidak bukan, itu Ashida yang membuka sedikit pintu yang terlilit dengan tanaman ivy dan sejenisnya dari dalam.

Kalau hal itu tidak terjadi, aku penasaran, apa aku akan memperhatikan situasi di sekeliling Natsukawa saat itu. Aku penasaran, apa aku akan dapat melakukan kontak dengan Natsukawa setelah itu. Aku penasaran, apa aku akan mengambil peran yang merepotkan untuk membantu Panitia Pelaksana Festival Budaya. Aku penasaran, apa aku akan mendapatkan tempat di mana aku bisa menghadapinya dengan serius kayak gini.

Seandainya tidak ada Ashida... ...Apa yang bisa aku lakukan?

Aku memang jatuh cinta pada Natsukawa dan memperhatikan kembali diriku sendiri. Tetapi tetap saja, aku melakukan apa yang ingin aku lakukan. Aku merasa kalau aku sudah membuat segala macam keputusan sendirian. Namun pada kenyataannya, aku tidak punya keberanian untuk membuat keputusan semacam itu, dan hal-hal yang aku kira sudah tercapai olehku, mungkin cuma hasil dari suatu pemicu yang mendorongku saja.

Cedera pada tangan kiriku itu merupakan lambang kebiadaban. Ini mungkin merupakan situasi yang mendadak, tetapi ini merupakan hasil dari keputusan dan langkah yang sembrono. Mungkin aku sebenarnya tidak punya ketegasan untuk memberikan jawaban yang tepat, dan aku sudah terbiasa melakukan sesuatu semacam itu sejak semester pertama, saat aku berulang kali dibimbing oleh berbagai macam hal seakan-akan aku melakukan serangkaian demonstrasi. Mungkin saja begitu.

Biasanya, dibutuhkan banyak keberanian untuk bicara pada seseorang yang telah menolakmu, sampai-sampai kakimu akan gemetaran. Tetapi, bagaimana bisa aku sampai kayak gini?

Ini dan itu, semuanya berawal dari...

"...Dasar kamu anak percaya diri s*alan."

"Mengapa?"

Ashida tampaknya sangat terkejut dengan pujian yang mendadak itu.

Aku tidak tahu, apa yang dia lihat soal aku dan Natsukawa sejauh ini, tetapi agak memalukan untuk berasumsi tanpa mempertimbangkan pengaruhnya setiap hari. Tanpa memikirkan poin-poin penting di ranah itu, karena itu merupakan sesuatu yang akan dilakukan oleh seorang cewek yang punya lingkaran pertemanan yang luas.

Orang ini tidak memahami apa yang telah dia lakukan selama ini. Setiap kali dia mendapati momen saat ekspresi Natsukawa tidak begitu bagus, dia memegang bagian belakang kepala Natsukawa dan bilang, "Cup, cup!" dan menyodorkan wajahnya ke hadapanku! Tidak masalah, apa aku memalingkan wajah atau menjaga jarak. Tidak peduli apa aku melakukannya atau tidak, dia mengarahkan wajah cemas cewek yang aku cintai ke depanku. Situasi ini memang persis kayak gitu.

Itu benar, kalau dia sampai melakukan itu padaku, maka aku...

"Kamu benar. Saat ini, aku tidak bisa melakukan sesuatu yang istimewa buat Natsukawa."

"I-Itu benar..."

Berkat adanya Ashida, aku jadi sadar. Aku terlalu terobsesi untuk membuat diriku mudah dipahami. Aku tidak peduli soal penyebab atau akibat dari cedera ini. Aku tidak perlu melakukan sesuatu yang istimewa untuk membuat Natsukawa memahamiku. Cuma ada satu hal yang mesti aku lakukan. Yaitu, mengembalikan senyuman di wajah Natsukawa seperti semula.

Pertama-tama, aku ini bukan sekadar cuma temannya ataupun teman sekelasnya. Cuma saja ada beberapa pantangan yang tidak boleh dilakukan oleh cowok yang ditolak olehnya. Kalau ini bukan peristiwa yang istimewa dan aku berencana untuk melakukan sesuatu sambil bilang "Aku melakukan ini untukmu", aku cuma memaksakan perasaannya padaku — Itu perhatian yang tidak perlu. Aku cuma akan dianggap menjijikkan. Maka dari itu.

"Maka dari itu... aku cuma akan memainkan peran seperti biasanya."

"Apa?"

Dengan cara yang sama seperti saat aku ditolak, aku akan memainkan peran dengan penampilan yang genit. Peluangnya memang sangat kecil, jadi ini merupakan momen berharga yang tidak boleh aku lewatkan.

"Soalnya, kamu tahu, sudah semakin dekat. Ada peluang besar."

"Peluang yang sempurna...—Ah!"

Ini merupakan hari yang diberkati yang datang pada seluruh umat manusia. Tahun ini menandai perayaan ke-16 hari kelahiran Natsukawa ke dunia ini.

"—Ulang tahun Natsukawa...!" "—Ulang tahun Aichi...!" (TL Note: Ngomongnya bersamaan!)

Tanggal 31 Oktober. Tahukah kalian betapa istimewanya hari itu? Dikatakan bahwa orang-orang sudah melakukan persiapan terlebih dahulu untuk merayakan kelahiran Natsukawa sampai-sampai mereka bekerja keras untuk membuat kostum, dan pada hari itu mereka mengenakan kostum, lalu berjoget bagaikan orang gila di tengah-tengah Perempatan Shibuya. Banyak orang yang sudah mempersiapkan diri untuk menyambut hari yang akan datang lagi tahun ini. Antusiasmenya sangat besar sampai-sampai aku pun tidak bisa tidak antusias.

"Aku akan merayakan ulang tahun Natsukawa... ...dan memberinya hadiah. Tidak ada yang aneh dengan hal itu, bukan?"

"Jadi begitu, ya! Kamu mau merayakan ulang tahun Aichi dan membuatnya terhibur!"

"Itu dia."

"Di mana party-nya akan diadakan?"

"Apa?"

"Apa?"

Par-Party? Apa dia barusan bilang party (pesta)? Bukan "Panty" (cawet)?

Eum... ...Bukannya sebelumnya kamu bilang kalau aku tidak melakukan sesuatu yang istimewa..., ...Pertama-pertama, bagaimana nanti perasaannya mengikuti pesta ulang tahunnya yang diadakan oleh cowok yang dia tolak? Meskipun, tidak kayak begini, juga tidak apa-apa. Itu pasti masih lebih baik ketimbang berjoget di tengah-tengah perempatan.

Kebetulan, Ashida-san... ...Apa kamu benar-benar yakin kalau pesta ulang tahun itu 'normal'?

"...? Apa kamu tidak mau mengadakan pesta ulang tahun buatnya?"

"Dasar kamu anak percaya diri yang s*alan."

"Mengapa!?"

"Pertama-tama, Natsukawa itu tipe orang yang senang merayakan hari ulang tahunnya yang disertai kue bersama keluarganya. Hadiah terbaik buat Natsukawa yaitu melihat Airi-chan makan kue dengan gembira sampai mulutnya penuh krim kocok. Jangan remehkan rasa sayang Natsukawa pada Airi-chan."

"Kamu bicara begitu, memangnya posisimu apa dalam hal ini?"

Yang benar saja, anggap saja kami membuat pesta ulang tahun kejutan terpisah dan tiba-tiba memanggilnya. Natsukawa mungkin akan memperhatikan dan bergabung dengan kami, tetapi keadaan kediaman Natsukawa akan jadi neraka karena Airi-chan mesti menusuk kue ulang tahun dengan garpu dalam keadaan kesepian tanpa kehadiran kakaknya. Aku bisa ubanan kalau terlalu memikirkannya.

"Tujuanku yaitu untuk mengembalikan senyuman di wajah Natsukawa. Meskipun ini bukan pesta, namun akan menyenangkan kalau dirayakan bersama orang-orang yang dekat dengannya dan memberi selamat padanya."

"Tetapi bagaimana kalau Aichi tidak kunjung ceria?"

"...Apa aku bisa menyerahkan sisanya padamu?"

"Serahkan saja pada orang lain!?"

Mempertimbangkan situasi saat ini, di mana cuma dengan bicara pada Natsukawa, mengingatkanku pada sesuatu yang mesti aku lakukan, ada kemungkinan kalau aku menghubungi Natsukawa, malah akan memperburuk situasi. Dan juga, satu-satunya hal yang dapat aku uji secara langsung yaitu, apa dia akan menerima kebaikanku atau tidak. Akan lebih baik, kalau dia mau mendengarkan penjelasanku.

"Aku tahu kalau ini memang salahku. Namun untuk kali ini aku tidak bisa bilang kalau aku tidak akan menyerah sampai Natsukawa kembali ceria. Ini bukan masalah yang bisa diselesaikan cuma dengan bekerja seperti pekerjaan paruh waktuku atau jadi anggota Panitia Pelaksana Festival Budaya. Kalau aku bisa menggerakkan hati Natsukawa semudah itu, aku tidak akan iri pada Sasaki akhir-akhir ini."

"Kamu memang iri padanya..."

"Maka dari itu, aku tidak punya pilihan selain melakukan apa saja yang aku bisa. Kalau itu gagal — maka aku akan penasaran bagaimana jadinya."

"..."

Akulah alasan mengapa Natsukawa depresi. Kalau aku tidak bisa melakukan apa-apa bahkan dengan peluang kecil yang aku punya, tidak akan ada lagi ruang yang tersisa buatku untuk melakukan yang terbaik.

Namun, orang lain seperti Ashida itu lain. Pertama-tama, tidak ada alasan buat Natsukawa untuk menunjukkan wajah sedihnya, dan kalau dia terus menyemangatinya, harusnya masih ada ruang buatnya untuk tersenyum kembali seperti dulu.

"Maka dari itu, eh, aku sungguh minta maaf, tetapi..."

"Anggap saja Sajocchi gagal melakukannya, dan aku atau cewek-cewek lain berhasil membuat Aichi kembali ceria. Apa itu tidak apa-apa buatmu?"

"... Ini memang membuat frustrasi, tetapi kalau dipikir-pikir, ini memang hubungan yang jauh lebih mustahil ketimbang hubungan yang kami punya sejauh ini."

Aku menyatakan perasaanku padanya, dia menolakku, tetapi dia masih berhubungan baik baik padaku dengan jarak yang sangat dekat sampai-sampai aku tidak bisa membayangkannya. Ini waktu-waktu yang berharga. Buatku, ini seperti waktu bonus yang telah berakhir.

"Aku tidak punya pilihan selain berpikir positif. Itu memang peluang yang sempurna untuk melepaskan segala penyesalan yang belum diselesaikan."

"Oh, begitu, ya. Aku paham."

Sama seperti pola pikirku saat ini yang sangat lain dari pola pikirku saat aku masih SMP, kalau aku dapat menghentikan penyesalanku pada Natsukawa, pola pikirku yang baru akan terlahir. Aku harap penyesalan dan rasa sakit di masa lalu akan jadi batu loncatan untuk memanfaatkan masa depanku sebaik-baiknya. Aku tidak bisa membiarkan akhir dari suatu hubungan cinta menghancurkan segalanya buatku mulai saat ini.

"Hei, Sajocchi... ...kalau itu terjadi... maka..."

"Hmm?"

"Ti-Tidak! Itu bukan apa-apa, kok!"

"? Begitu, ya. Iya, kita mesti pikirkan bagaimana agar semua ini dapat berjalan dengan baik dari sekarang..."

Lonceng sekolah pun berbunyi. Setelah rapat strategi yang disebut interogasi Ashida ini selesai, aku sudah memutuskan apa yang mesti aku lakukan untuk Natsukawa. Aku mesti menggunakan peluang yang tersisa secara efektif. Semoga saja aku bisa membuat Natsukawa tersenyum kembali dengan kekuatanku sendiri...

"...Hah? Kalau dipikir-pikir, hadiah ulang tahun Sajocchi buat Aichi itu apa...?"

"Apa, kamu lupa, ya? Kita sudah membicarakan ini sebelumnya."

"Eum..., ...Maaf, boleh tidak kamu beri tahu aku lebih banyak soal itu sekali lagi?"

"Mau bagaimana lagi, deh..."

Solusi optimal yang aku melalui pertengahan kelas delapan dan sembilan. Esensi belaka untuk membuat permata bernama Natsukawa jadi lebih indah dan berwarna. Sebuah permata dariku, yang aku buat dengan harga yang terjangkau, yang tidak melebihi uang saku siswa SMA dan juga tidak terlalu berat.

"—Ini sebuah cincin."

"Wa-Waduh..."

Author Note: Gak tahu, loh kok tanya saya?

Reader Note: Gak bahaya, tah, Min?

TL Note: Gak bahaya dong.

Sudah dari Bulan Agustus 2023 belum ada update terbaru.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama