Bab 88Kalau Anda Bersikeras, Ya Sudah
"’Musik’ itu sebuah mahakarya yang menggambarkan s*ksualitas dengan manis! Sungguh keterlaluan kalau kalian menyebut diri kalian sebagai toko buku antik tanpa kehadirannya yang sudah mengubah sampah yang tidak termaafkan jadi bentuk karya seni yang indah!"
"Ahhh..."
Eh, seram - seram, seram, apa sih yang orang ini bicarakan? Dan rambut panjangnya yang dipangkas compang-camping itu bersinar? Tidak, itu tidak mungkin, aku akan menghancurkan Ichinose-san sudah mencapai kapasitasnya dengan ledakan penuh. Dari awal, harusnya aku cuma menunjukkan cara menjalankan mesin kasir.
Aku segera berdiri, mengambil posisi Ichinose-san dari sebelahnya dan mengambil buku-buku bersampul keras yang diletakkan di meja kasir. Aku berusaha yang terbaik untuk menjaga pandanganku tetap datar dan menatap lurus ke mata hitam yang sibuk dari pemalas kelas atas, dan lalu aku berusaha keras untuk tidak memelototinya.
"Oke, jadi ini dua barang yang Anda beli."
"Hmm...!?"
"Ah..."
Aku tidak paham apa yang ia katakan sama sekali. Tetapi ia sudah pasti membawa barang belanjaannya ke kasir, jadi mari kita lakukan apa yang mesti kita lakukan di sini dan biarkan ia pergi dari sini dengan cepat. Haruskah aku bersikap lunak padanya...? Paling tidak aku harus memberinya suasana yang nyaman.
"Apakah Anda mau buku-buku itu disampul plastik juga?"
"Euh... ...Bisakah aku memintanya?"
"Iya, untuk dua buku itu seharga 220 yen."
"E-Eumm..."
Pelanggan misterius X menggulung dompetnya dan membuka ritsletingnya, lalu menghamburkan 1.020 yen langsung di meja kasir, dan bukan di meja uang. Biasanya hal ini akan membuatku jengkel, tetapi sekarang aku sudah tidak peduli. Aku mau menyelesaikan transaksi ini sesegera mungkin.
Aku memutar gagang kantung plastik ke arah bapak-bapak itu dan menyerahkannya dengan lebih sopan ketimbang biasanya, lalu aku mengeluarkan uang kembalian dari mesin kasir dan meliriknya sekilas lagi. Pelanggan kayak gini dapat kita hadapi kalau kita tidak menunjukkan apa-apa pada mereka. Namun, hal ini mungkin akan punya efek sebaliknya pada orang Yankee.
"Ini kembalian Anda sebesar 800 yen, terima kasih sudah berbelanja."
"...Aku terima."
Sambil mengibaskan rambutnya yang panjang, ia membalikkan badannya dan bergegas keluar dari toko buku. Begitu pintu otomatis terbuka, suara bel berbunyi, dan aku mengambil langkah mundur karena sangat terkejut. Astaga, ia sangat gesit...
Aku tidak tahu, tetapi aku rasa aku sudah berhasil menanganinya dengan baik.
"...Tadi itu pelanggan yang luar biasa, ya?"
"..."
"Eh, Ichinose-san?"
"...Fueh."
"Eh...?"
Ichinose-san terdiam dengan matanya yang terbuka lebar. Saat aku mencoba bicara padanya, tetapi dia tidak merespons, jadi aku memeriksanya seakan-akan sedang menerawang dirinya, dan di saat yang sama, dia mengeluarkan suara samar dan bahunya mulai gemetaran.
E-Eh? Ini agak... ...atau mungkin tidak...? Hei, hei, hei, hei, tunggu sebentar, tenanglah! Ini sudah melebihi kapasitasnya! Untuk saat ini, kita tidak bisa membiarkannya kayak gini!
"Ichinose-san! E-Eum, apa kamu terlalu tegang? Mari kita pergi ke ruang tamu dulu saat ini! Beristirahatlah!"
Tidak ada sentuhan, pendekatan, maupun kontak mata. Bagaikan seorang pelayan di sebuah pesta, aku menggunakan lenganku sepenuhnya untuk membimbingnya menuju halaman belakang. Aku membiarkannya mendahuluiku, berusaha untuk tidak melihat partikel transparan yang berkilauan dalam penglihatannya, dan aku berhasil membuatnya duduk di atas tikar tatami di ruang tamu. Aku meletakkan kotak tisu di atas meja di depan mata Ichinose-san dan bergegas menuju Kakek yang sedang bekerja di ruang penyimpanan stok.
"Manajer, kalau boleh, bisakah Anda menuju ke meja kasir sebentar? Aku mau memanggil istri Anda."
"Apa? Ada apa?"
"Kami mendapatkan seorang pelanggan dengan kepribadian yang agak aneh. Jujur saja, Ichinose-san menangis."
"Apa? Di mana Mina-chan sekarang?"
"Sekarang, dia beristirahat di ruang tamu, tetapi ada baiknya Manager tidak usah pergi ke sana. Sesama perempuan lebih cocok untuk menangani hal semacam ini."
"Iya, i-itu benar... ...aku paham. Aku yang akan mengurus mesin kasir."
"Oke!"
Aku naik ke lantai atas dan menghampiri istri Kakek, yang sedang mengetukkan jari telunjuknya pada kibor komputer. Saat aku menjelaskan situasinya, dia berkata dengan nada datar, "Oke," dan menuju ke tempat Ichinose-san. Ini memang mengkhawatirkan, tetapi itu masih lebih baik ketimbang Kakek.
"...Apa kamu menangis...?"
Tidak, iya, itu memang terlalu berlebihan untuk ditanyakan. Kalau seseorang semacam itu datang pada hari pertamaku berkerja paruh waktu, aku mungkin akan marah, atau kalau tidak aku akan menangis juga. Aku mungkin akan menelepon polisi.
"..."
Memikirkan hal ini dengan serius. Meskipun pada awalnya dia tidak terbiasa, Ichinose-san memang tidak merasa gugup, tetapi sekarang dia takut dan cemas yang disebabkan oleh kelemahan mental. Kali ini memang tidak dapat dihindari, tetapi ada banyak juga pelanggan yang membuat kita kesulitan atau gugup. Maafkan aku harus bilang begini pada Kakek, tetapi banyak pelanggan yang datang ke toko ini tampaknya adalah tipe penggemar sastra — atau, katakan saja, tipe yang banyak bicara. Kalau keadaan ini terus berlanjut seperti saat ini, aku rasa mereka cuma akan memanfaatkan kita.
Di sekolah, dia memang selalu sendirian. Meskipun aku atau Ashida terlalu bising saat dia membaca, dia mungkin akan melirik kami dengan sekilas. Aku tidak bermaksud untuk menyangkal "tembok untuk melindungi diri sendiri", tetapi meskipun begitu, dia, teman sekelasku pun berakhir kayak gitu. Aku penasaran apa Ichinose-san akan mampu mengelola bisnis pelayanan pelanggan di masa mendatang... ...Bukan cuma pelayanan pelanggan, tetapi juga komunikasi antara pegawai seperti istri Kakek dan aku yang juga agak terhambat...
"...Mungkin kami terlalu terburu-buru..."
Mari kita bicarakan dengan Kakek terlebih dulu, dialah manajer toko buku ini. Sebagai senpai dan rekan pekerja paruh waktu Ichinose-san, aku mungkin berkewajiban untuk melaporkan pekerjaannya. Dan aku mungkin bisa memberikan beberapa saran yang bagus.
♦
Saat aku melewati bagian depan ruang tamu, aku mendapati istri Kakek memegang bahu Ichinose-san dan menghiburnya. Tampaknya dia bersikap baik pada seorang cewek remaja yang sedang menangis tersedu-sedu. Aku tidak berani masuk ke ruangan itu, jadi aku pergi ke tempat Manajer yang sedang bertugas menjadi kasir.
"Manajer, terima kasih. Istri Anda sedang mengurus Ichinose-san, jadi aku yakin dia akan baik-baik saja."
"Oh, begitu ya... Sajou-kun, pelanggan macam apa tadi itu?"
"Ia merupakan tipe pelanggan yang penggemar seni liberal yang bicara cepat dan mengoceh soal hal-hal filosofis. Tetapi jujur saja, aku sudah berurusan dengan pelanggan serupa setiap tiga hari sekali."
"Hmm... tipe pelanggan macam itu. Aku juga tertarik dengan sastra lama... ...tetapi jujur saja, aku bisa sedikit memahami apa yang mereka katakan."
"Eh, apa Anda serius?"
Entah mengapa aku bisa paham kalau ia memamerkan pengetahuannya, tetapi karena aku tidak tahu apa-apa, itu jadi terdengar seperti mantra yang misterius. Aku penasaran apa aku bisa memahaminya kalau aku jadi cowok penggemar sastra... ...Tetapi selama aku mendengarkan cara bicaranya yang begitu cepat, tampaknya tidak ada gunanya kalau aku tidak punya akal untuk mencerna isi dari apa yang ia katakan selain pengetahuannya.
"Eum... ...Manajer. Pekerjaan paruh waktu ini, pelayanan pelanggan—atau lebih tepatnya, tingkat keterampilan tertentu untuk menghindari sesuatu yang melebihi kapasitas kita itu sangat penting..."
Jujur saja, menurutku itu tidak sulit. Maksudku, meskipun aku bilang menghindar, tetapi aku cuma perlu menggerakkan tanganku kayak mesin, dan sebagian besar pelanggan akan mundur. Karena wajahku tidak cocok untuk hal itu dan jelas kalau aku mencoba untuk menebusnya, makanya aku berakhir seperti itu... ...tetapi pertanyaannya yaitu apa Ichinose-san bisa melakukan hal ini atau tidak.
"Itu benar..., Eum, itu benar."
"Itu benar..."
Setelah aku pergi... meskipun itu pekerjaan paruh waktu yang mudah sekalipun, mustahil buat Ichinose-san bisa menyerahkan segala urusan pelayanan pelanggan pada Manajer dan mengurus sisanya. Itu tidak memenuhi kewajibannya sebagai pekerja paruh waktu. Itu naif. Itu tidak bisa diterima.
Aku akan bilang padanya. Aku akan bilang.
"Manajer. Aku rasa Ichinose-san bukan orang yang tepat untuk pekerjaan paruh waktu ini..."
"Apa, kamu cuma melihat dia dari sampulnya...?"
"Kalau begitu, mengapa Manajer tidak melihat juga? Kalau Anda bilang kalau Anda akan bertanggung jawab atas segala pelayanan pelanggan, aku yakin, istri Anda pasti juga tidak akan senang."
"..."
Aku sendiri yang bersikeras relatif kuat. Untungnya, saat ini sedang tidak ada pelanggan, aku agak terkejut melihat betapa aku tidak seperti biasanya. Memang benar kalau pelanggan itu mungkin mengganggu, tetapi aku rasa aku lebih kesal dengan Ichinose-san ketimbang yang aku kira. Kami benar-benar tidak cocok satu sama lain. Atau mungkin itu cuma karena aku yang berpikiran sempit?
Aku paham di dalam benakku kalau ada orang-orang di dunia ini yang cocok dan yang tidak cocok dengan apa yang mereka lakukan dan ada orang-orang yang bisa dan tidak bisa melakukan apa yang tidak bisa mereka lakukan. Tetapi aku merasakan ketidaksabaran yang tidak dapat aku ungkapkan karena mesti mengurus obrolan seminimal mungkin yang dapat aku lakukan, dari awal hingga akhir. Apa itu cuma aku saja?
Kalau aku salah, aku khawatir kalau Kakek akan menanggapi pertanyaanku dengan serius.
"Mina-chan itu..."
"?"
"Mina-chan— itu pelanggan tetap yang imut di toko buku ini..."
"..."
Aku terkejut dan melihat wajah Kakek. Ada ekspresi di wajahnya yang seperti bilang kalau ia tidak tahu mesti berbuat apa. "Tidak ada lagi yang bisa melakukan apa-apa lagi", begitulah kayaknya yang ia katakan.
"...Eum."
Aku kesal saat aku melihat "sisi lemah" Kakek untuk pertama kalinya. Aku selalu mengira kalau Kakek itu orang yang kuat, jadi jujur saja aku tidak bisa percaya hal ini, aku tidak mau mempercayai hal ini. Aku merasa sisi Kakek yang keras kepala yang kadangkala ia tunjukkan memang menjengkelkan, tetapi aku merasa aku bisa mengandalkannya. Makanya aku kira ia juga bisa menangani masalah yang menggangu semacam ini.
"...Istri Anda.—"
Aku tiba-tiba berhenti bicara. Istri Kakek lah orang yang mencoba memotong poni Ichinose-san. Dia mungkin punya kemurahan hati dan punya pengalaman hidup yang luar biasa, tetapi aku rasa dia tidak bisa memahami "Ichinose-san". Aku rasa dia tidak bisa memahami segala sesuatu tentangnya cuma karena dia juga sesama wanita.
"...Eum, izinkan aku bicara pada Ichinose-san sebentar."
"A-Apa kamu yakin...?"
Kakek menatapku seakan-akan aku sangat diandalkan olehnya. Aku belum pernah dipandang seperti itu oleh pria yang lebih tua dariku sebelumnya, apalagi yang sudah lanjut usia. Aku menyadari betapa aku ini memang anak bungsu sampai saat ini. Apa memang ada begitu banyak tekanan sampai-sampai mereka selalu bergantung padaku? Aku tidak menyukai hal itu, aku benci itu. Makanya aku tidak mau jadi anggota OSIS ataupun Komite Disiplin.
"Maafkan aku, tetapi... ...tolong jangan berharap terlalu banyak padaku."
"...Aku paham."
Ichinose-san selalu sendirian di sekolah. Tidak ada yang namanya pangkalan di tempat ini. Tetapi paling tidak toko buku bekas ini dan Kakek yang sudah peduli padanya pasti sudah jadi benteng pertahanan buatnya. Kalau tidak, dia tidak akan jadi pelanggan tetap toko buku ini, bukan?
Jangan pernah buat dia membenci tempat ini—toko buku ini, benteng ini. Ini demi Kakek juga.
Kalau memang benar begitu... ini bukan waktunya untuk mengkhawatirkan Ichinose-san yang pemalu. Paling tidak, aku harus bilang, "Meskipun kamu terjatuh, apapun yang terjadi, kamu akan baik-baik saja".
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Baca juga dalam bahasa lain: