Bab 52Keran dan Cangkir
Aku menghabiskan waktu berhari-hari untuk mewaspadai cewek berambut pirang, karena aku tidak tega kalau ada bahaya yang menimpa Natsukawa. Sejak saat itu, tidak ada lagi kontak dari Claumaty. Aku sudah menelusuri soal rumor sisi 'Timur' dan 'Barat' lagi, dan tampaknya masih ada suasana yang canggung. Saat ini, aku merasa kalau rumor mengenai hubungan yang tidak bagus perlahan-lahan menyebar melalui ekstrakurikuler. Aku dan Natsukawa, yang ada di Ekskul Pulang-Pergi, tidak tahu menahu akan hal itu. Ashida juga bilang kalau tidak ada siswa-siswi dari sisi 'Barat' di Ekskul Bola Voli. Anggota Ekskul Upacara Minum Teh, seperti Saitou-san, tampaknya tidak saling mengenal dan tidak banyak bicara satu sama lain.
Informasi merupakan senjata, dan aku khawatir Natsukawa akan terlibat, tetapi aku sendiri tidak mau ada masalah. Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan kapan saja, jadi aku akan menjaga radarku untuk hal-hal semacam ini sebisa mungkin. Hah, apa aku sudah tampak seperti cowok yang baik sekarang?
Tidak juga, ah, hahaha.
"...Hah?"
Hujan, lebih deras. Ini merupakan penyucian musim panas. Musim hujan biasanya dihubungkan dengan bulan Juni, tetapi tampaknya terus berlanjut sampai bulan Juli dan Agustus selama bertahun-tahun. Meskipun kalian memakai payung, kaki kalian tetap basah kuyup, dan meskipun kalian menghabiskan hari di dalam sekolah, ketidaknyamanan akibat kaus kaki yang basah itu sumber frustrasi yang semakin parah.
Sambil berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki, aku mengibaratkan suara hujan sebagai iringan lagu populer dan bersenandung. Suara tetesan air yang memantul dari payungku menenggelamkan suaraku. Jalanan yang sudah berubah jadi tempat karaoke juga meredakan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh kelembapan ini - Bukannya itu agak puitis? Watao.
Sewaktu aku memikirkan hal yang paling tidak penting di Jepang, aku mendengar suara truk besar yang mendekat dari belakang. Aku mesti menghindarinya - tetapi aku sudah berjalan di trotoar, jadi aku tidak perlu khawatir soal itu... ...Tunggu sebentar, oke!?
(TL Note: Oh, tidak, ada Truck-kun!)
"Tunggu seben–..."
♦
"Cowok baik yang diguyur oleh air..."
"Mata dan wajahmu sudah mati rasa..."
Ketegangan ini merupakan lemparan forkball ajaib. Terlalu jauh mengarah ke bawah dan langsung ke arah si penangkap bola. Itu merupakan kata-kata dengan kekuatan yang sedang, dan kalau itu benar-benar terjadi, kehidupanku sebagai pemain bisbol, atau lebih tepatnya kehidupanku sebagai cowok, akan berakhir...
"Maafkan aku..."
Aku diserang oleh air dengan keras.
Wajah Ashida yang dipenuhi dengan keprihatinan, sungguh merupakan serangan mental yang sangat hebat. Aku tidak menyangka akan diberi sapu tangan dan handuk dari berbagai tempat. Terima kasih, Yamazaki, tetapi kapan terakhir kali kamu mengeluarkan handukmu yang berantakan ini dari bagian bawah tasmu?
Dan selain itu, lumpur dan pasir yang terciprat di atasnya cuma bisa diseka, dan tidak bisa dibersihkan. Ini merupakan tipe ketidaknyamanan yang sama yang kalian rasakan saat piring kalian masih berlendir setelah digosok dengan sabun cuci piring dan spons.
"Bagaimana bisa kamu masih menyimpan jersimu saat musim panas di dalam sana... ...tanpa dikeluarkan?"
"Karena aku tidak mengenakannya berhari-hari. ...Pada saat musim semi, cuma satu setelan saja yang aku butuhkan."
"Maksudku, ini masih ada label harganya, bukan?"
"3.980 yen* saja. ....Ini sudah harga teman dariku, bukan?"
(TL Note: 430.787,10 Rupiah per Juli 2023.)
"Hei..."
"Aku tahu, aku paham rasanya kalau ada pikiran negatif saat kamu sedang ada dalam kondisi terburuk."
"Euhh..."
"Kedengarannya memang cukup membosankan, tetapi..."
Sebuah dekorasi jatuh di atas trotoar di depanku. Rasanya tadi memang sakit, tetapi sudah tidak terasa sakit. Sungguh menakjubkan, tetapi aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Terkadang hal ini memang terjadi meskipun saat sedang tidak hujan. Kalau ada satu hal yang membuatku bahagia, yaitu Natsukawa agak lebih baik padaku. Ahhh.
"Aku cuma bisa bilang kalau itu memang nasib buruk."
"Aku penasaran kok bisa ya truk-truk itu cuma lewat pada saat hari sedang hujan..."
"Aku rasa truk-truk itu ada di sini cuma untuk menyiratkan genangan air..."
Apa truk-truk kayak gitu diizinkan melintas di dekat daerah pemukiman? Aku bisa paham kalau itu truk perusahaan pindahan, tetapi jelas-jelas itu truk perusahaan logistik. ...Siapa sih sampah masyarakat yang menyediakan unit-unit iklan ini?
"..."
"Tunggu, eh, Wataru? Jangan tidur, setidaknya copot dulu label harganya."
"Apa aku tidur? Aku tidur? Mana mungkin."
"Kamu tidur lebih nyenyak dari Airi, tetapi..."
Tidak, aku memang belum tidur... ...tetapi aku baik-baik saja. Lebih mudah untuk tetap berbaring. Aku tidak mau merasakan celanaku yang basah dan meregang karena gerakan yang tidak perlu.
Padahal aku belum mulai tertidur, jadi perasaan lelah apa ini... ...masalah mental? Aku mesti menonton video anjing atau kucing untuk menenangkan diriku sendiri... ...tetapi aku tidak mau menonton video saat sedang tidak ada jaringan Wi-Fi... ...Ibu akan marah lagi padaku.
Ah... ...Aku sedang tidak punya motivasi untuk melakukan apa-apa sama sekali. Aku penasaran apa ada saklar motivasi di suatu tempat di tubuhku... ...Aku tidak peduli kalau ternyata itu tidak ada. Untuk saat ini, paling tidak, aku akan menunggu sampai aku agak mengering...
♦
Ada sebuah cangkir.
Sebuah cangkir transparan dalam ruangan yang putih nan bersih. Aku cuma bisa menatapnya.
Lalu, sebuah keran muncul. Keran yang bergaya modern, seperti yang ada di rumah yang baru dibangun.
Pegangan keran itu terangkat. Air dituangkan ke dalam cangkir seakan-akan bilang, "Ini nikmat".
Air berhenti mengalir dari keran. Cuma ada cukup air di dalam gelas untuk mulai diminum. Aku mengulurkan tanganku untuk meminumnya, tetapi aku tidak bisa melihat tanganku dalam sudut pandanganku. Aku tercengang, tetapi cangkir itu tampak agak puas.
Uap mengepul dari cangkir itu. Aku menyentuh cangkir itu dengan tanganku yang tidak terlihat, tetapi juga tidak terasa panas. Saar aku meletakkan tanganku di atasnya, aku dapat merasakan kalau telapak tanganku itu lembap. Apa air ini... ...menguap?
Sebelum aku menyadarinya, keran yang bergaya modern itu sudah menghilang.
Air di dalam cangkir itu berkurang seakan-akan dikuras ulang dengan kecepatan dua kali lipat. Setiap kali itu terjadi, aku dapat merasakan cangkir itu berteriak putus asa "Tunggu, aku mohon jangan pergi".
Perlahan tetapi pasti, air yang berkurang itu, pada akhirnya mencapai dasarnya dan mengosongkan isi cangkir itu. Cangkir itu tampaknya berada dalam keadaan bersedih hati. Cangkir itu berteriak, "Mengapa, mengapa?". Melihat hal ini, entah mengapa, membuat hatiku terasa sakit.
Itu terus berjalan selama beberapa saat. Cangkir itu pun tetap kosong. Seakan-akan waktu berjalan dengan cepat di sini. Meskipun mudah untuk melihat cangkir kosong itu mengering, aku cuma bisa menyaksikannya. Cangkir itu tampaknya sudah menerima dirinya yang kekeringan dan pasrah.
Suara gemericik air pun terdengar.
Aku terkejut. Cangkir itu pun juga terkejut. Cangkir itu panik dan buru-buru melihat ke sekeliling untuk menemukan keran. Lalu sebuah keran muncul di atas cangkir itu. Keran itu lain daripada keran sebelumnya, keran yang ini agak berkarat, kayak yang kalian jumpai di taman yang sepi. Tetapi cangkir ini senang bertemu dengan keran itu.
Dalam waktu singkat, air mengalir dari keran ke tubuh cangkir itu dengan deras. Sejenak, cangkir itu senang melihat dirinya dibasahi dengan cara begini, tetapi saat air sudah melampaui batasnya, cangkir itu mulai panik. Tampak jelas kalau cangkir itu memohon dengan sungguh-sungguh, "Cukup, tolong jangan dituangkan lagi". Tetapi, air terus mengucur ke cangkir tanpa henti.
Keran itu terus menuangkan air ke dalam cangkir itu, seakan-akan masih belum cukup, seakan-akan bilang "Lebih banyak lagi, tolong beri aku lebih banyak lagi". Aku tidak tahu apa yang mendorongnya sampai sejauh itu. Cangkir itu marah pada keran itu.
Deras airnya menyurut sedikit. Saat melihat ke keran, cangkir itu menyadari kalau keran itu bocor dari celah di dasar cerat. Mungkin karena keran itu sudah berkarat, atau mungkin tidak dapat menahan kekuatan air yang terlalu deras.
Aku melihat ke cangkir itu dengan rasa penasaran. Cangkir itu dipenuhi dengan air, sambil memalingkan 'wajahnya' dan merasa kesal. Cangkir itu mungkin tidak punya waktu untuk menengok ke keran di atas 'kepalanya'.
Beberapa lama waktu berlalu sebelum suara air dari keran itu berubah. Saat aku mendongak untuk melihat ada apa, cerat keran itu meledak.
Cerat keran itu pecah dan bagian-bagiannya serta airnya menyembur keluar. Aku mengulurkan tanganku tanpa pikir panjang untuk melakukan sesuatu, tetapi tangan itu masih tidak terlihat. Seakan-akan tangan itu tidak ada di sana.
Sudah aku duga, cangkir itu juga menyadarinya. Perubahan dalam derasnya air yang sedang dituangkan, pasti tampak jelas, dan cangkir itu sangat terkejut saat mendongakkan 'kepalanya' ke atas dan melihat ke keran. "Apa kamu tidak apa-apa?" tanya cangkir, tetapi suara itu tidak sampai di telinga keran.
Sementara keran itu rusak, cangkir itu mulai pulih kembali. Air tidak lagi mengucur dan cangkir itu tampaknya punya lebih banyak waktu ketimbang untuk mencemaskan hal-hal lain. Cangkir itu senang akhirnya dapat kembali ke jalur yang benar, meskipun keran itu rusak.
Air pun berhenti mengalir.
Keran itu tampaknya sudah merusak bentuknya sebagai keran sampai-sampai membendung air itu sendiri. Gairah yang ada saat air menyembur deras itu, tidak bisa dirasakan lagi. Tampaknya, keran itu cuma ada sebagai benda yang tidak punya kehendak – keran itu pun rusak.
Di sisi lain, cangkir itu berada dalam suasana hati yang sangat gembira, sampai-sampai menyanyikan sebuah lagu. Cangkir itu tidak melakukan sesuatu yang istimewa, tetapi terus tersenyum, bergoyang-goyang dengan gembira di permukaan air.
Aku penasaran, apa aman buat bersikap sesantai itu. Apa ini benar-benar situasi yang memungkinkan buat cangkir itu untuk tertawa? Seakan-akan menanggapi pertanyaan semacam itu, penguapan yang sama seperti sebelumnya dimulai. Cangkir itu pun belum menyadarinya.
Airnya mulai berkurang. Saat airnya berkurang dari setengah penuh, cangkir itu menyadarinya. Cangkir itu pun terkejut dan panik, tetapi tidak dapat menghentikan air yang terus berkurang. Tidak seperti keran yang bergaya modern tadi, keran yang rusak itu di atas tidak hilang, tetapi masih ada di sana.
Cangkir itu tidak akan pernah melupakan bagaimana rasanya saat air itu terisi penuh, dan cangkir itu tidak bisa membiarkan dirinya kekeringan, tidak seperti saat pertama kali. Hentikan, jangan pergi, cangkir itu masih butuh air. Tanpa air, cangkir itu─
Cangkir itu pun kehabisan air.
Cangkir itu menangis. Aku tidak bisa melihat 'air mata' yang mengalir atau ekspresi sedih di 'wajahnya'. Harusnya ini memang tempat yang hening, tetapi entah mengapa aku dapat mendengar suara tangisan dari cangkir itu. Jantungku berdetak lagi saat melihatnya. Entah apa cangkir itu kenyang atau haus, nasib cangkir itu, yang tidak dapat melakukan apa saja dengan usahanya sendiri, tampak sangat tidak masuk akal.
Cangkir itu tidak akan berhenti menangis. Airnya juga hampir habis dan cangkir itu kekeringan, tetapi cangkir itu masih meminta air.
Mengapa sih, mengapa sih kamu masih meminta air? Bukannya itu sama seperti sebelumnya? Memangnya tidak ada cara lain selain menerima takdirmu dan merasa puas dengan hal itu? Bukannya itu yang dimaksud dengan kenyataan?
Aku cuma berpikir begitu. Aku tidak pernah bilang begitu dengan lantang – harusnya aku bilang begitu – tetapi cangkir itu menatapku seakan-akan pesanku sudah sampai padanya .
Cangkir itu terkejut melihatku dan dengan lembut menutup kesadarannya.
─ ─ Pada akhirnya, cangkir itu pun mengering.
Support kami: https://trakteer.id/lintasninja/
Baca juga dalam bahasa lain: