Bab 187
Tempat Kejadian Perkara
Upacara penutupan berlangsung tanpa hambatan, dan setelah Festival Budaya selesai, tidak ada pesta pembubaran setelahnya di malam hari — Sekolah tidak dalam keadaan darurat, dan tugas bersih-bersih dimulai sejak saat itu. Hmm, di zaman sekarang ini, tidak ada sekolah yang mengizinkan siswa-siswinya menetap di sekolah sampai malam. Meskipun acara tersebut tidak diadakan di sekolah, setelah tugas ini selesai, mereka mungkin akan pergi ke karaoke atau tempat lain untuk bersenang-senang.
"Kamu akan ikut pergi juga, bukan, Sajou?"
"Ah."
Buat siswa-siswi kelas sepuluh, kompetisi teka-teki ini bisa dibilang berjalan dengan sukses karena punya jumlah pengunjung yang banyak. Tidak dapat dipungkiri kalau pesta pembubaran kelas akan diadakan. Aku yakin tempat karaoke di sekitar sekolah pasti mulai gugup saat mendengar SMA kami mengadakan Festival Budaya. Tunggu, aku akan mengambil mikrofonku.
"Hah... ...Tetapi, akhirnya Sasaki punya cewek untuk diajak, ya...!?"
"...? Ah...."
Yamazaki memandang salah seorang cewek. Dia merupakan seorang anggota Ekskul Upacara Minum Teh dan sedang menuju ke ruang kelas dengan punggung tegak. Terlepas dari postur tubuhnya yang kayak Yamato Nadeshiko — Ekspresi Saitou-san tampak santai, atau mungkin dia tampak agak melayang. Pasti ada kemajuan dalam hubungannya dengan Sasaki. Aku penasaran apa yang akan terjadi kalau aku bilang pada Saitou-san kalau aku yang mendorong Sasaki untuk menerima pengakuan cintanya....
Sasaki masih ada di gimnasium karena ia punya tugas bersih-bersih di Panitia Pelaksana Festival Budaya yang sama bersama Natsukawa. Sasaki mungkin tidak menyangka akan menjalin hubungan dengan seorang cewek tertentu selama Festival Budaya berlangsung. Apa yang terjadi pada saat itu, saat ia bilang padaku kalau ia tertarik pada Natsukawa dan aku merasa sedikit terganggu? Aku memang sudah mendorong Sasaki untuk berpacaran dengan Natsukawa, tetapi aku merasa tidak dapat menerima hal itu.
"Hmm, terserahlah..."
"Oke."
Itu sebenarnya kurang bagus. Aku yakin Shirai-san dan Okamocchan, yang bersahabat dengan Saitou-san, kayaknya juga punya perasaan pada Sasaki, jadi mungkin akan ada kecanggungan di masa mendatang. Tetapi itu bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan saat ini, tepat setelah Festival Budaya. Mari kita nikmati saja sisa-sisa acara yang menyenangkan ini dan bersenang-senang tanpa memikirkan apapun yang akan terjadi besok dan seterusnya.
"Eum... ...Astaga."
Ada getaran dari saku seragamku. Saat aku mengeluarkan sumber getaran tersebut, aku mendapati ada nama "Yūki-paisen" di layar kunci ponsel pintarku. Itu merupakan panggilan yang tidak aku duga dari Ketua OSIS. Ia merupakan seseorang yang tidak mau aku temui secara langsung untuk saat ini, sih.
[Datanglah ke ruang tunggu di sebelah panggung.]
"..."
Di sebelah panggung. Aku penasaran apa merujuk pada ruang misterius di sebelah podium di gimnasium. Apa itu berarti aku mesti kembali lagi ke sana? Aku punya firasat buruk soal ini, sih....
"...Maafkan aku, aku mesti pergi ke gimnasium sebentar."
"Oke."
♦
"..."
"..."
Ruangan ini sempit kayak sebuah gudang dan berventilasi buruk. Peralatan dan perlengkapan yang awalnya ditempatkan di sana, telah ditempatkan secara kasar di dinding, dan bola lampu yang tergantung di kabel listrik yang bergoyang-goyang dari langit-langit yang rendah. Di ruangan yang dikosongkan secara paksa, sejumlah meja rias berdiri berjajar, dan pencahayaan aktris bersinar di sekitar tepian cermin. Aku rasa kayak beginilah ruang ganti seorang komedian yang gagal.
Namun, orang-orang yang ada di depanku jelas bukanlah aktris ataupun komedian.
"...Apa kalian baik-baik saja?"
"..."
Empat orang cowok tampan tersebar di ruangan seluas enam tikar tatami. Mereka terbaring di lantai yang tidak bisa digambarkan sebagai nyaman dan bersih, mengenakan kostum mereka yang berkilauan, mereka gemetaran dan berusaha mengambil napas sedikit agar tetap hidup. Di sebuah kursi pipa di tengah ruangan, Kakak, yang mengenakan gaun pengantin putih bersih, sedang duduk dan mengangguk-angguk dengan pose kayak seorang petinju yang telah memutih dan kelelahan, kepala Kakak terkulai. Kayaknya, kerusakan psikologis terlalu berat buat Kakak.
Awalnya, aku penasaran wajah macam apa yang mesti aku tunjukkan saat diperlihatkan adegan, yang sama dengan di manga berkarakter cewek Yankee, yang menampilkan kakakku sendiri mengenakan gaun pengantin dengan empat orang cowok tampan yang ada di sampingnya, itu mengejutkan buatku dan aku sedang dalam keadaan syok.
Ketenangan setelah badai berlalu. Di dalam ruangan nyara yang ditinggalkan ini, aku punya nilai artistik yang tinggi saat aku melontarkan "Apa kalian baik-baik saja?" pada orang-orang yang akan jadi badai itu sendiri. Mungkin tidak ada satupun orang yang waras di ruangan itu.
"Euh... ..Ka-Kamu datang ke sini juga, ya...?!"
"Apa kalian masih hidup?"
"Ah..."
Yūki-senpai mengangkat kepalanya sedikit dari lantai dan berbicara. Siapa sangka kalau panggilan itu ternyata merupakan pesan SOS? Paling tidak firasat burukku itu benar.
"Apa kalian baik-baik saja? Siapa yang melakukan ini pada kalian? Apa yang sebenarnya terjadi di sini...?"
"...Euh..."
Saat aku mengajukan pertanyaan padanya sambil berjongkok, wajah Yūki-senpai menunjukkan rasa sakitnya dan ia mengertakkan giginya seakan-akan mengingat suatu pengalaman yang membuatnya trauma. Ia menopang dirinya dengan lengan kanannya dan mengangkat dirinya, lalu menatap ke arah kakiku dan bilang:
"—Bukan apa-apa... ...Tidak ada yang terjadi, kok."
Hmm, cowok ini masih punya banyak waktu di tangannya, bukan?
Sulit membayangkan siapa yang melakukan ini pada mereka dan apa yang sebenarnya terjadi di sini. Meskipun ia bilang kalau tidak ada yang terjadi di sini, kerusakan yang disebabkan oleh tendangan Kakak, yang mengenakan sepatu hak tinggi dan gaun pengantin, pada kaki mereka jelas tidak terlalu menyakitkan buat mereka. Tetapi sekali lagi, aku rasa ini karena perasaan Yūki-senpai pada Kakak, makanya ia dapat bilang begini. Padahal sebenarnya itu terasa berat.
"Kayak yang bisa kamu lihat... ...Wataru."
"Eh?"
"Kami semua jadi kacau dan kami sudah kapok..."
Mengapa begitu, Bang?
"Aku rasa kami tidak akan dapat berjalan dengan baik untuk sementara waktu."
Mereka pantas mendapatkan itu karena itu salah mereka sendiri.
"Sebentar saja... ...Bolehkah aku meminta tolong padamu?"
"Eh...?"
Aku tidak dapat menyembunyikan seringai di wajahku pada kejadian yang tidak menguntungkan ini. Anehnya, aku tidak merasa tidak nyaman dengan fakta kalau aku akan diseret-seret ke sini. Hal yang menjengkelkan soal cowok-cowok tampan yaitu meskipun mereka dibiarkan terbawa suasana, orang-orang di sekitar mereka akan langsung memaafkan mereka, tetapi dalam kasus cowok-cowok ini, mereka sangat kesakitan... ...Aku tidak bisa benci mereka.
"Bagaimana dengan Gou-senpai...?"
"Tidak usah melibatkan Ishiguro dalam hal ini..."
"Mengapa tidak?"
"Kalau kita melibatkan anak itu, tinju Kaede akan sampai pada anak itu juga."
Aku kira tadi ia bilang tidak ada yang terjadi di sini, bukan?
Yūki-senpai, yang sedang berbaring telentang sambil menyandarkan punggungnya ke dinding, mulai menjelaskan apa yang terjadi padaku sambil mengatur napasnya. Kayaknya, penampilan kejutan hari ini dan serangan balik Kakak sudah sesuai dengan yang mereka perkirakan. Setelah itu, mereka dapat menghilangkan kekhawatiran mereka soal masa mendatang, dan telah mempersiapkan tugas mereka untuk sisa hari ini, jadi mereka tidak perlu khawatir akan pingsan dengan begini.
Yang tidak disangka-sangka yaitu beberapa menit yang lalu, ada seseorang dari organisasi mana yang tidak aku ketahui meminta untuk bertemu dengan Pengurus OSIS. Mereka kemungkinan besar datang untuk meminta dokumen yang akan diserahkan oleh vendor yang sudah membantu-bantu di Festival Budaya ini.
"Pihak sekolah menelepon Kaede dan bilang kalau mereka meminta satu orang saja untuk menyerahkan dokumen itu, tetapi aku tidak akan membiarkan dia pergi begitu saja. Kalau mereka akan bertemu, paling tidak aku yang akan ada di sana — Pertama-tama, aku mau bilang kalau aku akan ikut pergi bersamanya, tetapi aku dan Kaede ada dalam masalah ini. Ini bukan cuma soal berganti seragam dan langsung pergi ke sana."
"Rambutnya, wajahnya, dan jari-jari kakinya, semuanya berkilauan, bukan...?"
Terlebih lagi, bahkan ada aroma mentol di udara yang kayaknya dapat membantu mereka mengatasi masalah hidung tersumbat. Kalau mereka berganti seragam, mereka akan tampak kayak sekelompok nyonya rumah dan tuan-tuan rumah yang mengenakan seragam SMA mereka dan berpura-pura jadi siswa-siswi SMA.
"Kami akan berusaha sedikit lebih keras saat ini dan agar kami bisa pulih jadi tampak normal kayak biasanya."
"Kalian akan berusaha sedikit lebih keras."
Oleh karena itu, ia memintaku untuk pergi ke Ruang OSIS dan mencetak dokumen yang diperlukan sebelum itu. Itu merupakan tugas yang sederhana di mana aku cuma mesti berlari cepat ke Ruang OSIS dan kembali ke gimnasium. Itu memang tidak apa-apa, sih, tetapi mereka mesti berusaha lebih keras.
"Hah... ...Aku paham, sih."
Meskipun aku memang jawab begitu, tetapi Yūki-senpai menahan tubuhnya sendiri dari samping, menatap langit-langit sambil bilang, "Fiuh... ...Fiuh...." dan mengatur napasnya. Seberapa sakitkah itu? Aku kira ia itu cowok yang punya harga diri tinggi, kaya raya dan tampan, bukan? Mengapa ia berusaha keras untuk melupakan rasa sakit hati tanpa mengeluh atau mengasihani dirinya sendiri? Seriusan, hubungan macam apa yang dimiliki oleh para pengurus OSIS ini....?
"—Wataru."
"Hmm?"
"...Semoga berhasil."
"Oke..."
Kakak bilang begitu dengan tak berdaya, masih dalam posisi tubuhnya yang biasanya. Karena Kakak awalnya menatap ke bawah, dan dia tampak semakin tidak nyaman. Kakak bahkan tampak tidak punya tenaga untuk mendongak ke atas lagi. Kakak tidak tampak kayak seorang cewek yang baru saja menumbangkan empat orang cowok remaja yang bertubuh besar. Maksudku, aku tidak percaya cewek yang melakukan itu adalah Kakak. Kayaknya, Kakak merasa kalau dia telah ditipu oleh mereka untuk mengenakan gaun pengantin kayak gitu, kayak yang sudah aku duga, dan aku merasa kasihan pada Kakak karena hal itu.
"Kunci Ruang OSIS itu... ...Ada di sana — Euh."
"Eh, Senpai? Yūki-senpai!?"
Yūki-senpai mengarahkan pandangannya ke tas di pojok, dan akhirnya menjatuhkan tangannya yang memegang sisi tubuhnya ke lantai. Kayaknya ia sudah kehabisan tenaga. Sulit dipercaya, kalau ia akan kembali pulih dalam 10 menit. Apa orang-orang ini benar-benar akan baik-baik saja?
Aku tinggal mengambil kunci itu dan meninggalkan ruang tunggu di sebelah panggung sendirian. Ada banyak siswa-siswi yang sedang bekerja keras dalam tugas bersih-bersih di gimnasium, tetapi tidak ada yang memperhatikanku. Aku tidak tahu mengapa, tetapi aku merasa kayak seorang tersangka yang menemukan tempat kejadian perkara pembunuhan dan aku meninggalkan tempat kejadian perkara itu tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Follow Channel WhatsApp Resmi Kami: https://whatsapp.com/channel/0029VaRa6nHCsU9OAB0U370F
Baca juga dalam bahasa lain: